Hal ini tidak beda jauh dengan peristiwa yang sempat viral beberapa waktu terakhir, saat seorang karena demi membela diri hingga menghilangkan nyawa begal, justru menjadi pesakitan, sehingga terlihat sanksi hukum yang kaku. Namun setelah desakan keadilan dari berbagai pihak, si pembunuh begal dilepaskan dari tuntutan hukum.
Demikian juga dalam melihat kasus Ade Armando, harus ada sisi kebijakan hukum dalam mencermatinya, sehingga tidak selayaknya hanya menimpakan kesalahan secara membabi buta kepada seseorang hanya karena demi menjaga marwah tokoh publik, ataupun desakan pendukung rezim.
Sudah saatnya Indonesia menegakkan hukum dengan seadil-adilnya, bukan hanya tegas terhadap pelanggar hukum, namun juga menyelidiki penyebab terjadinya pelanggaran hukum, sehingga tidak ada pihak-pihak yang dirugikan, terutama mereka yang terkalahkan oleh publik figur.
Mari kita kembali mencermati sebuah pelanggaran hukum dari kaca mata dua belah pihak, tanpa memihak. Sama seperti patung dewi keadilan yang menutup matanya dalam menimbang neraca keadilan, sehingga hukum tidak berat sebelah hanya karena bercokolnya kekuasaan.
Kasus yang terjadi pada Ade tidak bisa dilihat hanya dalam kacamata sederhana, bahwa terjadi pemukulan dan tindakan anarkis hingga memeloroti celananya, namun harus ada peninjauan ke belakang tentang latarbelakang hal yang menjadi penyebabnya. Tidak hanya bisa dilihat bahwa dia hampir gegar otak, namun juga apa penyebab si pelaku melakukan tindakan anarkhis tersebut.
Sama seperti peristiwa tewasnya begal, penegak hukum tidak bisa melihatnya hanya dari korban begal yang terbunuh, namun harus juga dari sudut penyebab si terduga melakukan hal tersebut.Â
Janganlah yang menjadi korban, justru yang memang sudah sewajarnya membela diri daripada mati konyol. Memang sudah seharusnya hukum berlaku fleksibel, tidak rigrit. Sebab jika kaku yang terjadi, maka tidak heran bila seorang nenek papa harus dipenjara akibat nyolong sebiji coklat dari kebun perusahaan. Wajib dicermati latarbelakang klausal penyebabnya, sehingga tidak ada yang menjadi korban dan dikorbankan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H