Mohon tunggu...
Rita Mf Jannah
Rita Mf Jannah Mohon Tunggu... Freelancer - Pelaku Pasar Modal, Pengamat Pendidikan, Jurnalis, Blogger, Writer, Owner International Magazine

Menulis sebagai sebuah Kebahagiaan dan Kepuasan, bukan Materi

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Mudahnya Belanja Online Semudah Datangnya Permasalahan Plastik Pembungkusnya

24 Februari 2022   15:00 Diperbarui: 22 Maret 2022   18:04 256
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi belanja online (pic: timebusinessnews.com)

Dahulu banyak orang harus membuang banyak waktu demi membeli segala kebutuhan yang diperlukan, sebab tak ada pilihan lain selain harus ke supermarket atau pasar tradisional. Mendorong troli kesana kemari, kaki nyeri dan pegal-pegal. Apalagi kalau ke pasar tradisional, mana panas terik, tanpa AC. Meski masih ada juga sebagian orang yang lebih suka ke pasar tradisional, dengan alasan bisa menawar, bahkan jika pintar menawar dapat menghemat uang berlipat-lipat.

Banyak pilihan

Dengan hanya modal telunjuk dan handphone dalam genggaman, segalanya bisa dicari dengan mudah. Coba bayangkan bila harus ke supermarket atau pasar tradisional, tanpa mengetahui kondisi lapangan, maka wajib mengubek-ubek seluruh kawasan demi memperoleh barang yang diinginkan dan diperlukan.

Sebagian alasan diataslah yang menjadi penyebab supermarket alias pasar retail dan pasar tradisionail mengalami gulung tikar. Namun tampaknya pasar tradisional tak lekang dimakan waktu, sebab bila diamati dari kacamata para konsumen yang hobbi menawar dan berinteraksi, tempat ini merupakan pilihan yang tak tegantikan.

Apapun model cara belanja, baik yang tradisional, retail, market modern, ataupun online, pasti menyisakan sampah yang menumpuk, terutama plastik. Apalagi di zaman modern saat ini, disaat plastik menjadi raja segalanya. Sebab tak dapat dipungkiri, selain praktis, penjual juga tidak mau repot, pembelipun juga ingin segalanya serba cepat. Namun dibalik segala kemudahan tersebut, imbas plastik sampah setelah pemakaian mendatangkan persoalan tersendiri, sebab di tangan orang-orang yang tidak bijak, maka bencana polusi air, tanah, dan udara dapat terjadi. Kiamat sampah plastik, yang  kemudian akan merembet pada bencana ekologis air dan dunia.

Sejarah plastik

Menyikapi tentang sampah plastik, akan selalu ada pihak yang saling menyalahkan, saling tuding, saling tarik ulur permasalahan. Yang sebetulnya semua bermuara pada ketegasan dan kebijakan pemerintah dalam mengambil sikap.

Dunia mencatat, bahwa Alexander Parkes adalah penemu plastik pertama kali pada tahun 1862, yang saat itu disebut parkesine. Seiring perkembangannya maka pada 1959 tren kantong plastik dimulai oleh Sten Gustaf Thulin. Hingga kemudian berkembang kian pesat di tangan Montgomery Ward, Jodan Marsh, dan J.C. Penny, Sears di tahun 1975 

Pada awalnya Sten melakukan hal itu demi membantu lingkungan, sebab di zaman itu banyak orang memakai kantong kertas. Yang pastinya akan mengganggu sumber daya alam, sementara jika diganti dengan kantong plastik, selain lebih mudah dibawa, juga bisa dipakai berkali-kali

Plastik, pada awal diluncurkan disambut antusias di penjuru dunia, sebab dianggap sebagai penemuan baru yang sangat memudahkan dunia dalam berbelanja. Bagaimana tidak, jika semula orang sangat repot jika harus berbelanja, dimana penjual repot membungkus dan melipat barang belanjaan dengan kertas yang diikat karet gelang, ataupun daun yang disemat dengan lidi. Sangat menyita waktu dan tidak praktis. 

Hingga kemudian setelah plastik ditemukan, segalanya berubah drastis, serasa menghemat waktu beberapa dekade ke belakang. Segala yang diperlukan tak lagi dikemas dengan sangat merepotkan, tinggal masuk dalam kantongan plastik, entah besar atau kecil, segalanya serba cepat. Demikian juga dengan barang-barang produksi dari pabrik, dengan sangat mudah, cepat, bahkan awet, dikemas dengan plastik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun