Trauma Holodomor dan aneksasi Crimea adalah bukti kuat bahwa Ukraina sudah emoh bergabung dengan Rusia, namun doktrin Amerika MAD yang justru dapat memicu perang dunia ketiga
Konflik antara Rusia dan Ukraina ibarat urusan rumah tangga antara suami istri, Rusia sebagai sosok suami yang digambarkan diktator dan memperlakukan istri semaunya, hingga kemudian istri mengajukan cerai talak tiga dengan menggulingkan sosok Presiden Ukraina pro-Rusia Viktor Yanukovyc di 2014 silam. Itulah yang menjadi penyebab Ukraina hingga saat ini dipimpin oleh orang yang tidak pro-Rusia.
Sejak 2014 Ukraina dipimpin oleh sosok yang berani menentang Rusia, bahkan menantang melepaskan diri dari negara beruang putih itu, hal inilah yang membuat Rusia sang penguasa besar kian murka, ibarat tuan tanah kebakaran jenggot, tentu saja tak rela kehilangan tanahnya.
Entah harus lebih mempercayai siapa, empati pada Ukraina sebagai sebuah negara yang selama sekian waktu dikangkangi Rusia, ataukah menganggap tindakan invasi yang dilakukan Rusia terhadap Ukraina memang sebuah hak besar Rusia sebagai sebuah negara besar, bukankah dahulu Ukraina adalah negara bagiannya?Â
Hingga dalam konferensi pers akhir tahun 2021, Putin menyebut bahwa Ukraina diciptakan oleh pendiri Uni Soviet Vladimir Lenin pada 1920-an, sehingga tidak ada perbedaan diantara keduanya.
Aneksasi Crimea
Ukraina pernah merasakan kemerdekaan saat pecahnya Uni Soviet pada 1991, sehingga bahasa Ukraina dijadikan bahasa resmi negara. Akibatnya, Moskwa menganggap hal tersebut sebagai upaya memudarkan unsur Rusia di Ukraina karena mempromosikan bahasa Ukraina.Â
Saat terjadi aneksasi Crimea oleh Moskwa pada 2014, bahasa Rusia menjadi kian terpinggirkan, apalagi undang-undang pada 2019 menjadikan bahasa Ukraina sebagai bahasa yang dominan di beberapa sektor termasuk perdagangan.
Berbicara tentang Rusia, yang pernah menjadi musuh besar Amerika Serikat (AS) saat era perang dingin. Rusia menjadikan komunis sebagai kiblat kekuatan besar negaranya, hingga kemudian runtuh amburadul hilang kejayaannya. Hal inilah yang membuat Amerika Serikat tertawa ngakak tak habis-habis, sebab tidak ada lagi kekuatan besar lain yang selama sekian waktu dianggap saingan terberatnya. Tak ada lagi blok timur, yang ada hanya blok barat sebagai kekuatan terbesar dan terkuat dunia.
Itulah kenapa, Amerika menjadi yang paling heboh jika ada sesuatu yang terjadi pada Rusia dan sekutu-sekutunya. Demikian juga sebaliknya, jika ada negara berani melawan negara adidaya Amerika, maka Rusia siap membela dan melindungi. Sehingga tidak mengherankan dalam krisis di Laut China Selatan, Amerika termasuk yang paling sibuk pasang badan, sebab ada kekuatan besar lain selain Rusia yang siap menguasai dunia, yakni China.
Akibatnya Amerika Serikat getol memperingatkan perusahaan-perusahaan China untuk tidak membantu Rusia dalam menghindari kontrol ekspor jika Moskow menyerang Ukraina. Jika tidak, mereka akan menghadapi konsekuensi dari Negeri Paman Sam. Demikian juga terhadap Rusia, Juru bicara Departemen Luar Negeri AS Ned Price menyebut Rusia harus tahu diri, bahwa hubungan dekat dengan Beijing tidak akan menebus konsekuensi atas invasi kepada Ukraina.
Saat pandemi Covid-19 merebak di seantero dunia, China termasuk negara yang dianggap paling cepat bangkit dari pandemi, sehingga dunia mencurigai, apakah China memang benar-benar bangkit melawan wabah, ataukah justru biang kerok penyebab wabah?Â