Jika terus menerus terjadi pertikaian antara kaum agamis dan kaum pancasilais, maka akan menimbulkan kejenuhan dalam masyarakat, yang berujung peralihan pilihan publik pada tukang adu domba yang menawarkan dagangan ideologinya
Indikasi terjadinya upaya picik untuk membenturkan Agama dan Pancasila, dengan tujuan agar yang pancasilais membenci yang agamis, sementara yang agamis benci pada yang pancasilais, sehingga sama-sama saling curiga, bahwa pancasilais pasti tidak agamis, dan yang agamis pasti tidak pancasilais, maka dapat ditebak si peraih kemenangan dari upaya ini adalah si aktor pembentur.
Padahal nun dahulu kala, saat belum disebut sebagai pancasila, sumber aturan dan keluhurannya bersumber dari agama, namun sekarang mulai terbaca upaya-upaya pembenturan untuk saling membenci. Siapa yang akan tepuk tangan dan menjadi pemenangnya? Mereka yang bukan pancasilais dan bukan agamis.
Teori picik Devide et Impera
Setelah 17 Agustus 1945,  kehidupan Indonesia diliputi suasana persatuan dan kesatuan yang kental untuk mempertahankan negara ini, sebab saat itu terdapat  upaya ngeyel penjajah untuk kembali bercokol di negara ini.Â
Bukan hanya itu saja, terdapat upaya rongrongan dari dalam negeri untuk mengganti ideologi Pancasila. Meskipun saat itu tak banyak media yang mengekspos, namun segala upaya penggantian ideologi Pancasila sebagai satu kesepakatan luhur selalu berhasil digagalkan.
Kita pasti ingat bagaimana Muso memimpin Partai Komunis Indonesia (PKI) di jamannya, ingin mendirikan Negara Soviet di Indonesia dengan mengganti ideologi Pancasila dengan ideologi komunis, serta beragam rongrongan lainnya yang berupaya mengganggu satu-satunya ideologi yang sudah disepakati di negeri ini.
Entah kenapa selalu ada saja anak bangsa yang tak puas dengan sebuah kesepakatan yang telah dibuat bersama, ambisi dan ego untuk mengutamakan kepentingan pribadinya tanpa legowo dengan musyawarah mufakat yang telah disepakati.
Demikian pula yang terjadi beberapa waktu belakangan ini, terlihat jelas sebuah upaya pembenturan antara kaum pancasilais dengan kaum agamis, segala macam adu domba tampaknya mulai menunjukkan hasil yang diinginkan.
Setelah selama sekian waktu usaha pengobrak-abrikan hanya terfokus pada Pancasila tetap tak membuahkan hasil, demikian juga dengan mengobrak-abrik kaum agamis, hanya berbuah tak melebihi target yang diinginkan, maka kemudian berkembanglah sebuah strategi licik sebagaimana yang dipakai oleh Belanda saat menjajah negara kita, "Devide et Impera" yang berarti pecah belah dan jajahlah.
Bagi penganut teori licik dan picik ini, akan terlalu banyak memakan waktu untuk dapat menguasai sebuah negara jika hanya memerangi satu persatu kekuatan pemersatunya, maka diupayakan sebuah penghancuran dari dalam, dengan membenturkan semua unsur kekuatan pemersatu agar terpecah-belah sendiri.Â