Apalagi virtual currency tidak memiliki data nasabah dan data base, akibatnya rawan digu- nakan untuk money laundering. Padahal hal tersebut jelas-jelas dikarang OJK dalam POJK 12/2017 tentang Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme di SJK.
Bukan efek
Bila kita mencermati Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 sebagaimana dikutip dalam Investor daily tentang Pasar Modal, mata uang kripto bukan efek, sebab efek terkait surat berharga yakni surat pengakuan utang surat berharga komersial, saham, obligasi, dan lainnya.
Sedangkan peraturan POJK 18/2016 mengenai penerapan manajemen risiko bagi bank umum, bahwa perbankan harus menyiapkan manajemen risiko pada setiap produk dan kegiatan usaha bank, sementara virtual currency justru memiliki unsur spekulasi yang sangat tinggi.
Meskipun Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) dalam waktu dekat akan segera mengesahkan pendirian bursa kripto, namun prinsip kehati-hatian berinvestasi wajib kita terapkan, sebab cryptocurrency merupakan underlying asset (aset dasar) tidak jelas dengan aspek spekulatif dan risiko sangat tinggi.Â
Sebagai salah satu contoh mata uang kripto, Bitcoin, memiliki kapitalisasi pasar (market capitalization) di atas US$ 1 triliun setelah lonjakan harga yang dialami pada tahun ini, hingga sempat menyentuh level US$ 58.858, dengan total kapitalisasi pasar pertama terbesar dalam sejarah yakni menembus US$ 2 triliun dolar AS.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H