Mohon tunggu...
Sulthan Muhammad Naufal
Sulthan Muhammad Naufal Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Mahasiswa S1 Farmasi Universitas Airlangga

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Kesehatan Mental Pada Era Media Sosial: Berlebihan Atau Patut Diperhatikan?

9 Januari 2025   22:55 Diperbarui: 9 Januari 2025   22:54 38
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kesehatan Mental dan Era Media Sosial

Di era digital saat ini, media sosial telah menjadi bagian integral dari kehidupan sehari-hari kita. Dari berbagi momen berharga hingga menjalin koneksi dengan teman dan keluarga, platform-platform ini menawarkan berbagai manfaat. hal ini dibuktikan dalam survei yang dilaksanakan pada tahun 2015 dan melibatkan 2000+ remaja rentang usia 13-17 tahun, ditemukan sebesar 92% remaja menggunakan media sosial setiap hari. Berdasarkan data yang dilansir oleh Prambors, Whatsapp menduduki peringkat pertama sebagai media sosial paling populer. Kemudian disusul oleh Instagram sebagai peringkat kedua, dan Tiktok sebagai peringkat ketiga.

Namun, di balik kemudahan dan kenyamanan yang ditawarkan, terdapat tantangan besar yang tak bisa diabaikan, yaitu kesehatan mental. Berbagai studi menunjukkan bahwa penggunaan media sosial yang berlebihan dapat memicu stres, kecemasan, dan perasaan depresi. Gaya hidup yang semakin terhubung ini sering kali menciptakan perbandingan sosial yang tidak sehat dan ekspektasi yang tidak realistis. 

Dampak Yang Ditimbulkan

Media sosial juga seringkali menjadi ajang untuk bersaing dalam hal kehidupan, seperti mengirimkan informasi berupa foto maupun video, yang berakibat pada timbulnya rasa iri dan kecemasan bagi pengguna lain karena tidak memiliki kehidupan yang menurutnya 'sempurna'.

 Kecemasan adalah perasaan campuran berisikan ketakutan dan keprihatinan mengenai masa-masa mendatang tapa sebab khusus untuk ketakutan tersebut (Chaplin, 2000:33). Perasaan ini dapat muncul ketika seseorang menghadapi bahaya atau Threat, baik yang bersifat nyata maupun semu. Dalam permasalahan ini, kecemasan timbul karena seseorang tidak dapat memenuhi ekspetasi atau impian yang berdasar dari kehidupan individu lain. 

Data Survei Kesehatan Mental di Indonesia

Indonesia National Adolescent Mental Health Survey (I-NAMHS), sebuah badan survei kesehatan mental Nasional hasil kolaborasi antara Universitas Gadjah Mada dengan University of Queensland juga melakukan penelitian. Hasilnya mengungkapkan bahwa satu dari tiga remaja di Indonesia mengalami gangguan mental, setidaknya satu. Dapat disimpulkan sekitar 15,5 juta remaja Indonesia mengidap gangguan mental seperti kecemasan hiperaktivitas, stress pasca-trauma, hingga depresi. 

Tabel prevalensi gangguan kecemasan. Sumber: Goodstats.id 
Tabel prevalensi gangguan kecemasan. Sumber: Goodstats.id 

Penelitian tersebut juga mengungkapkan remaja perempuan lebih rentan mengalami kecemasan 2,8% lebih tinggi dibandingkan remaja laki-laki.  Laki-laki terkena gangguan mental yang berkaitan dengan perilaku (hiperaktivitas) dengan prevalensi 5,8% lebih sering dibandingkan perempuan. Sedangkan perempuan lebih sering mengalami gangguan mental yang berkaitan dengan pikiran (stress pasca-trauma dan depresi) dengan prevalensi 3% lebih unggul dibandingkan laki-laki. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun