Mohon tunggu...
Falisha Rachmadina Nugraha
Falisha Rachmadina Nugraha Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Universitas Airlangga

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kesenjangan Harapan Gaji dan Realita Dunia Kerja untuk Gen Z

15 Desember 2024   14:08 Diperbarui: 15 Desember 2024   14:08 35
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Kesenjangan antara harapan gaji dan keadaan dunia kerja bagi Generasi Z (Gen Z) di Indonesia kini menjadi isu yang semakin penting, terutama di tengah masalah ekonomi yang dihadapi oleh generasi muda ini. Gen Z, yang lahir antara tahun 1997 hingga 2012, sekarang masuk ke pasar kerja dengan ekspektasi yang tinggi tetapi sering kali menemukan kenyataan yang sulit. Banyak dari mereka berharap mendapatkan gaji yang sebanding dengan pendidikan dan keterampilan yang telah mereka capai, tetapi informasi menunjukkan bahwa kenyataan kerap kali jauh dari harapan tersebut.

Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Jangkara Data Lab dan Jakpat, sekitar 40% dari responden Gen Z menginginkan gaji antara Rp5 juta hingga Rp10 juta setiap bulan. Sementara itu, 31% lainnya berharap mendapatkan gaji antara Rp1 juta hingga Rp5 juta. Hanya 15% yang menargetkan gaji Rp10 juta hingga Rp20 juta, dan 14% menginginkan lebih dari Rp20 juta. Harapan ini menunjukkan bahwa Gen Z ingin hidup dengan kualitas yang lebih baik dan memiliki kemampuan untuk menabung, terutama di tengah biaya hidup yang terus naik.

Namun, penelitian dari Badan Pusat Statistik (BPS) memperlihatkan bahwa rata-rata pendapatan pekerja Gen Z di sektor formal hanya sekitar Rp1,7 juta hingga Rp2,5 juta per bulan. Hal ini menunjukkan bahwa banyak Gen Z bekerja dengan gaji yang lebih rendah dari harapan mereka, membentuk kesenjangan yang besar antara ekspektasi dan kenyataan.

Kondisi pasar kerja saat ini juga menunjukkan bahwa banyak Gen Z menghadapi masalah besar dalam menemukan pekerjaan yang cocok dengan kemampuan mereka. Menurut Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) FEB Universitas Indonesia, tingkat pengangguran terbuka (TPT) di kalangan Gen Z mencapai 9,37%, dengan sekitar 4,84 juta orang menganggur. Tingginya angka pengangguran ini disebabkan oleh berbagai alasan, termasuk kesenjangan keterampilan yang dimiliki oleh lulusan dengan kebutuhan dunia kerja. Banyak lulusan SMA/SMK tidak memiliki keterampilan yang sesuai dengan permintaan pasar, sementara lulusan perguruan tinggi sering kali terjebak dalam persaingan ketat untuk posisi yang terbatas.

Lebih lanjut, laporan menyebutkan bahwa 22,25% dari total populasi umur 15-24 tahun termasuk dalam kelompok NEET (Tidak dalam Pendidikan, Pekerjaan, atau Pelatihan), yang menunjukkan bahwa mereka tidak terlibat dalam belajar atau bekerja. Hal ini menambah kesulitan masalah pengangguran di kalangan Gen Z dan menunjukkan bahwa banyak dari mereka merasa putus asa mengenai peluang kerja.

Salah satu penyebab utama kesenjangan ini adalah ketidaksesuaian antara keterampilan yang dimiliki lulusan pendidikan dengan kebutuhan industri. Kurikulum pendidikan di Indonesia sering dianggap kurang tepat dengan perkembangan dunia kerja, terutama dalam hal pemahaman teknologi dan keterampilan sosial. Akibatnya, banyak lulusan menghadapi tantangan besar saat harus menyesuaikan diri dengan kebutuhan pasar kerja. Faktor lain adalah akses terbatas ke pelatihan berkualitas, terutama di luar kota besar. Dengan keterbatasan ini, banyak generasi muda yang kurang bersaing dibandingkan rekan mereka di daerah perkotaan.

Kondisi ini tidak hanya mempengaruhi individu tetapi juga pada perekonomian secara keseluruhan. Dengan jutaan Gen Z tanpa pekerjaan atau terjebak dalam posisi dengan gaji rendah, potensi mereka untuk berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia terhambat. LPEM memberikan peringatan bahwa jika isu pengangguran ini tidak ditangani dengan serius, generasi ini dapat menjadi beban ekonomi bagi negara.

Kesenjangan antara harapan gaji dan kenyataan di dunia kerja untuk Gen Z adalah masalah rumit yang butuh perhatian dari banyak pihak. Pemerintah harus menciptakan kebijakan yang efektif untuk meningkatkan keterampilan dan memberikan akses pada peluang kerja untuk generasi muda. Selain itu, perusahaan perlu lebih terbuka dalam memberikan kesempatan bagi lulusan baru untuk mendapatkan pengalaman kerja. Dengan tindakan-tindakan ini, diharapkan kesenjangan ini dapat dikurangi dan Gen Z dapat memberikan kontribusi yang besar dalam pembangunan ekonomi Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun