Sepuluh minggu lagi, tepatnya pada tanggal 9 Juli 2014, kita akan memilih presiden yang menurut kita pantas untuk memimpin negara ini lima tahun ke depan. Tidak heran jika akhir-akhi ini banyak media yang meliput tentang Pemilu 2014, baik tentangpemilihan anggota legislatif maupun pemilihan presiden beserta wakilnya.
Sudah tak dapat dipungkiri lagi, bahwa banyak calon presiden yang mulai berkampanye dimana-mana. Banyak yang menjanjikan dengan tidak ada lagi korupsi, jujur, ekonomi Indonesia akan semakin membaik, pembangunan akan dimulai dari desa, dan lain-lain. Sayangnya, belum ada capres yang menyinggung masalah pendidikan di Indonesia.
Masalah pendidikan di Indonesia ini bukan hal yang sepele. Bahkan, akar dari masalah-masalah yang di Indonesia mungkin saja dari Strategi Pendidikan yang buruk. Tercatat dalam tahun 2009, OECD PISA mengatakan bahwa, dari empat negara, yaitu, Malaysia, Indonesia, Singapore, dan Thailand, Indonesia yang satu-satunya negara yang tidak mencapai score 400 dalam literasi Matematika , dan Matematika anak-anak Indonesia paling terendah.
Sebagai informasi, PISA adalah studi literasi yang bertujuan untuk meneliti secara berkala tentang kemampuan siswa usia 15 tahun (kelas III SMP dan KelasI SMA) dalam membaca (reading literacy), matematika (mathematics literacy), dan sains (scientific literacy).
Studi dilaksanakan oleh Organisation for Economic Co-operation & Development (OECD) dan Unesco Institute for Statistics per tiga tahun. Riset itu bertujuan mengukur kemampuan siswa pada akhir usia wajib belajar untuk mengetahui kesiapan siswa menghadapi tantangan masyarakat-pengetahuan (knowledge society) dewasa ini.
Penilaian yang dilakukan dalam PISA berorientasi ke masa depan, yaitu menguji kemampuan anak muda untuk menggunakan keterampilan dan pengetahuan mereka dalam menghadapi tantangan kehidupan nyata, tidak semata-mata mengukur kemampuan yang dicantumkan dalam kurikulum sekolah.
Hasil PISA 2012 menunjukkan, skor ujian literasi matematika pelajar Indonesia adalah 375 dan berada di peringkat 64. Skor literasi membaca 396 dengan rangking 61 dan skor literasi sains 382 di peringkat 64.
Selagi literasi matematika, membaca, dan sains anak-anak Indonesia memburuk, rakyat Indonesia dialihkan perhatiannya kepada konser-konser dangdut yang diadakan oleh partai-partai politik untuk berkampanye. Miris, konser dangdut yang mereka adakan ini bukannya malah memberi kesan yang baik kepada rakyat,dan lihat apa yang mereka ‘contohkan’ pada rakyat yang masih dibilang dibawah umur ini.
Beginikah yang dimaksud 'Indonesia akan Lebih Baik'? Hal-hal yang menjadi tontonan anak-anak juga dapat berpengaruh terhadap peringkat Pendidikan Indonesia di dunia. Peraturan-peraturan tentang tayangan yang tidak dianjurkan ditonton oleh pelajar masih belum tegas dan jelas, terutama via media telekomunikasi.
Karena itu, Strategi Pendidikan Indonesia tidak hanya diterapkan oleh pihak tenaga pendidik dan tenaga kependidikan saja. Strategi pendidikan juga harus didukung oleh semua pihak, termasuk para anggota partai politik yang sedang berkampanye. Dan alangkah baiknya, para pejabat yang mencalonkan diri untuk menjadi pemimpin negeri ini juga peka terhadap masalah ini. Namun, sampai saat ini belum ada calon presiden yang menyinggung masalah pendidikan yang menentukan masa depan negeri ini lima tahun mendatang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H