“matur kesuhun kyai, assalamu’alaikum…”
“wa’alaikum salam warahmatullah…” jawab kyai Dulhalim sambil melihat punggung mang kosim yang sesekali menoleh ke arah beliau sambil tersenyum.
****
Kyai Haji Abdul Halim yang masyhur di panggil Kyai Dulhalim adalah sosok ulama di kampung Sarimaju yang paling di segani dan di cintai bukan hanya karena beliau adalah Alim ilmu agama tetapi juga karena Akhlak beliau yang sangat santun dan sanagat memperhatikan masyarakat terutama dari golongan yang kurang mampu.
Setelah acara manaqiban selesai maka Kyai Dulhalim pun di minta tuan rumah untuk memberikan tausyiah sambil menunggu makanan di bagikan.
Setelah mengucapkan salam dan bersholawat kepada baginda Rosulullah saw, Kyai Dulhalim berkata.
“sebenarnya tradisi membaca manaqib itu tidak ada dalam syari’at islam maka bisa di katakan ini adalah bid’ah”
Tiba-tiba majlis menjadi agak sedikit riuh dan saling bertanya, mengerti akan hal ini kyai dulhalim melanjutkan
“yang kita baca barusan adalah manaqib Syekh Abdul Qodir al-Jailani, beliau adalah salah seorang ulama besar yang di maqomkan di baghdad dan Insya Allah termasuk hamba Allah swt yang mencintai dan di cintai-Nya”
Para hadirin mulai tenang tapi masih diliputi berbagai pertanyaan di benak mereka karena belum pernah ada kyai di kampung mereka yang menyatakan kalau membaca manaqib adalah bid’ah.
“Manaqib adalah semacam biografi yang menceritakan tentang jalan hidup seorang guru, Tetapi ia bukan sekadar biografi yang hanya mencatat tentang tempat lahir, tanggal lahir dan hal-hal yang berelasi dengan guru secara historis, tetapi merupakan catatan kehidupan spiritual seorang guru sufi (mursyid), yang dapat mempengaruhi para salik(murid) dalam menghidupkan orientasi spiritual didalam diri mereka dan juga meningkatkan aspirasi mereka untuk mendekatkan diri kepada Allah swt” terang Kyai Dulhalim dengan tenang dan pandangan mata yang teduh tetapi jelas terlihat wibawanya.