Globalisasi yang sedang dialami dunia saat ini memungkinkan akses informasi, barang, dan jasa menjadi lebih mudah dan cepat. Hal ini mengakibatkan tren dari satu negara dapat menyebar ke negara lainnya dengan cepat, sebut saja budaya korea, jepang, dan negara barat yang sekarang sedang menjamur di Indonesia. Tidak hanya budaya, persebaran informasi dari seluruh dunia juga dapat mencapai setiap individu dalam hitungan detik hanya dengan bermodalkan telepon cerdas atau smartphone.Â
Selain tren dan informasi, perdagangan internasional juga mengalami perkembangan hebat pada era globalisasi. Pada era teknologi dan informasi sebelum semaju sekarang, perdagangan antarnegara normalnya berlangsung selama berbulan-berbulan dari negara satu ke negara lainnya, belum lagi mengurus perizinan dan tetek bengek keperrluan lainnya, namun setelah teknologi berkembang semaju sekarang hambatan tersebut sedikit banyak berkurang sehingga suatu perusahaan diluar negeri dapat berdagang ke negeri lainnya dengan lebih mudah atau malah mendirikan cabang perusahaanb di negara yang dikendaki.Â
Contoh dari kejadian ini telah sering kita lihat sehari-hari secara sadar atau tidak sadar. Seperti saat di supermarket kita melihat banyaknya produk dari perushaan asing menjamur di rak rak supermarket atau banyaknya gerai Mcdonald dan KFC di kota kota besar. Menjamurnya produk dan perusahaan asing di Indonesia sendiri tak lepas dari kebijakan pemerintah terkait perdagangan asing.
Pemerintah mengatur tentang perdagangan asing dan izin pendirian perusahaan dalam peraturan menteri perdangan nomor nomor 10/M-DAG/PER/3/2006 dan Undang-Undang Republik Indonesia no.7 tahun 2014 tentang perdagangan internasional. Dalam peraturan tersebut disebutkan tentang syarat-syarat apa saja yang harus dipenuhi perusahaan asing untuk mendirikan perusahaan di dalam negeri dan syarat apa saja yang harus ditaati untuk melakukan ekspor impor dengan maksud diadakannya peraturan tersbeut untuk menjalankan ekonomi negara Indonesia sehingga dapat membuka lowongan pekerjaan dan mensejahterakan masyarakat Indonesia itu sendiri. Dengan asumsi semakin banyak investasi atau perushaan asing di Indonesia akan semakin banyak pula lowongan pekerjaan bagi masyarakat sehingga pertumbuhan ekonomi negara Indonesia dapat semakin meningkat.
Berangkat dari asumsi tersebut, pemerintah Indonesia pernah mmemtuskan untuk melakukan kebijakan free trade atau memperlonggar syarat-syarat perdagangan internasional sehingga hambatan dalam melakukan perdagangan interasional berkurang dan dapat meningkatkan aktivitas ekonomi masyarakat, seperti peraturan menteri perdagangan (permendag) no.87 tahun 2015. Pada peraturan tersebut Menteri Perdagangan Thomas Lembong memberlakukan kelonggaran syarat impor alkohol, pakaian, obat tradisional, elektronik, mainan anak, alas kaki dan kosmetik dengan menghapus ketentuan sebagai importer (IT), dengan pelonggaran persyaratan tersebut barang-barang yang telah disebutkan tadi bisa maskud langsung masuk ke indonesia tanpa harus dilakukan verrifikasi terlebih dahulu.Â
Namun kebijakan tersebut menuai banyak kritik oleh masyarakat, bahkan sebelum disahkan karena dianggap dapat merugikan industri lokal dan mempermudah barang illegal untuk masuk ke dalam pasar dalam negeri. Beberapa kelompok yang melakukan protes terhadap kebijakn adalah Ketua Perhimpunan Pengusaha Kosmetik Indonesia (PPKI), Ketua Harian Asosiasi Pengalengan Ikan Indonesai (APIKI) dan Ketua Gabungan Pengusaha Elektronik (Gabel). Setelah mendapat protes dari berbagai pihak Menteri Perdagangan Thomas Lembong untuk merevisi dan menunda Permendag tersebut sampa awal tahun 2016.
Di sisi lain, Indonesia sebagai negara ASEAN tergabung dalam ASEAN Free Trade Area (AFTA) bersama Malaysia, Brunei Darussalam, Filiphina, dan Thailand yang dibentuk pada tahun 1992 juga memberlakukan kebijakan Free Trade terhadap negara-negara. Tujuan AFTA sendiri adalah untuk meciptakan lingkungan produksi barang yang kompetitif di kawasan Asia Tenggara, sehingga barang tersebut dapat bersaing di lingkungan internasional. Sekilas jika dilihat tujuan dari AFTA ini akan membawa dampak baik bagi pererkonomian negara yang tergabung khususnya Indonesia. Namun pada faktanya AFTA juga memberikan dampak negative bagi perekonomian dalam negeri.
Mengutip dari detik.com, AFTA memberikan beberapa dampak negative kepada perekenomian Indonesia, khususnya kepada perusahaan lokal, antara lain; Jumlah tenaga asing di Indonesia yang membludak, timbulnya persaingan ntara industri yang ada di dalam negeri dengan industri luar negeri, jumlah produk luar negeri yang membludak dapat mengancam atau bahkan mematikan produk lokal atau dalam negeri, adanya perdagangan yang terlalu bebas dapat meenghambat kemajuan industri dalam negeri.
Kejadian permendag no.87 2015 dan AFTA dapat kita lihat sebagai pertimbangan apakah perlu indonesai untuk melakukan kebijakan free trade, mengingat tujuan utama dibentuknya undang-undang tentang aturan dan syarat perdagangan internasional dan perizinan luar negeri di Indonesia adalah untuk mensejahterakan masyarakat Indonesia dan supaya perekonomian di dalam negeri dapat berjalan. Namun apa gunanya jika rakyat atau masyarakat yang menjadi prioritas utama yang ingin disejahterakan malah semakin melarat karena persaingan dagang yang begitu ketat disebabkan kebijakan Free Trade.
Sungguh ironi apabila rakyat dan industri lokal yang seharusnya dapat meningkat pesat karena pemberlakuan kebijakan Free Trade malah semakin terpuruk karena dominasi produk dari luar negeri mengalahkan persebaran produk lokal. Walaupun investasi asing memang diperlukan untuk membangun negara dan menggerakkan ekonomi negara, namun alangkah baiknya pemerintah menimbang terlebih dahulu seberapa destruktifnya kebijakan tersbeut kepada industri lokal dan masyarakat, menimbang kemana kebijakan tersbeut berpihak, ke perusahaan asing kah? atau kepada perusahaan dalam negeri. Alih alih ingin membuka lapangan perkerjaan kepada msyarakat dalam negeri, kebijakan Free Trade yang serampangan malah dapat mengakibatkan dominasi perusahaan asing dalam negeri menjadi lebih parah dan masyarakart dan industri lokal semakinn terpuruk.
Oleh karena itu, pada saat perumusan kebijkan Free Trade pemerintah seharusnya mempeertimbangkan beberapa aspek terlenih dahulu supaya industri dalam negeri dan masyarakat dapat bersaing dengan produk dan tenaga kerja asing, beberapoa aspek tersebut antara lain;Â
1.peningkatan kualitas sumber daya manusia dalam negeri, karena seperti yang kita tahu jumlah pekerja asing profesinal yang membludak mengakibatkan perkerja dalam negri kalah saing.Â
2.Peningkatan kualitas dan efisensi produk dalam negeri, sebagai negara berkembang yang rawan dihegemoni produk asing, efisiensi dan peningkatan kualitas produk dalam negeri dirasa perlu supaya produk dalam negeri nantinya dapat bersaing dengan produk luar negeri atau bahkan menggantikan ketergantungan masyarakat terhadap produk impor.Â
3.Investasi pemerintah terhadap industri lokal, pemerintah dapat memberikan investasi kepada pemilik industri lokal supaya tingkat produksi dan kualitas industri tersebut dapat meningkat dan mengimbangi produk asing, selain itu pemerintah sebagai lembaga yang menaungi industri lokal dan masyarakat dapat membuat kebijakan yang mendukung kemajuan terhadap industri tersebut seperti keringanan --pajak atau memberikan subsidi kepada perusahaan tertentu sehingga biaya produksi berkurang dan harga produk dapat bersaing.
Dalam pembuatan kebijakan pemerintah seharusnya memprioritaskan kesejahteraan industri lokal dan masyarakat, karena dengan menjamin kesejahteraan masyarkat dapat mendukung peningkatan perekonomian warga negara.
Â
referensi:
https://finance.detik.com/industri/d-305%E2%80%A6Â
https://peraturan.bpk.go.id/Download/27842/UU%20Nomor%2007%20Tah un%202014.pdfÂ
https://jdih.kemenkeu.go.id/fulltext/1968/6TAHUN~1968UU.HTMÂ Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H