Mohon tunggu...
ilank
ilank Mohon Tunggu... Guru - resign

suka sama tulisanmu

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cinta Pak Guru di Balik Inkontinensia Urine

10 September 2024   08:00 Diperbarui: 16 September 2024   05:04 107
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pak  Supan dan bu Titis diolah dari Playground oleh falahyu 

Seorang guru laki-laki yang tinggi, berkulit putih bersih dengan kumis tebal namun macho bernama Pak Supandi atau biasa dipanggil murid-muridnya dengan pak Supan lagi sibuk mengajar. Dia adalah pria berusia 32 tahun yang dikenal ramah, pandai, dan berdedikasi tinggi pada pekerjaannya. Pak Supan mengajar Informatika  di SMK Samarinda sebuah sekolah menengah kejuruan dipinggir kota Samarinda, ia sangat disukai oleh murid-muridnya karena cara mengajarnya yang menyenangkan dan penuh humor.

Di sekolah yang sama, ada seorang guru wanita hampir setinggi pak Supan, berkulit putih bersih pula namun berbodi langsing dan berisi bernama ibu Titis nama lengkapnya Titis Wa. Bu Titis adalah guru Seni Budaya berusia 28 tahun yang lembut, anggun, dan memiliki senyum yang menawan. Kecintaannya pada Seni Budaya membuat setiap murid yang diajarinya merasa terinspirasi dan bersemangat. Bu Titis dan pak Supan sering bertemu di ruang guru, dan seiring waktu, keduanya menjadi akrab. Mereka sering berdiskusi tentang banyak hal, mulai dari metode mengajar, mengerjakan PMM,  hingga kehidupan sehari-hari.

Tanpa disadari, pak Supan mulai jatuh cinta pada bu Titis. Setiap kali dia melihat bu Titis, hatinya berdebar. Dia terpesona oleh kecantikan dan kelembutan bu Titis, juga oleh cara bu Titis menyampaikan pelajaran Seni Budaya dengan penuh cinta dan dedikasi. Namun, ada satu hal yang selalu menghantui pikiran pak Supan yaitu penyakit yang dideritanya sejak lama, yaitu penyakit kencing terus menerus atau sering disebut inkontinensia urin. Inkontinensia urine merupakan kondisi hilangnya kontrol kandung kemih. Kondisi ini umum terjadi dan sering kali membuat pengidapnya merasa malu. Tingkat keparahannya berkisar dari sering buang air kecil saat batuk atau bersin, hingga keinginan untuk buang air kecil yang begitu tiba-tiba dan kuat. Penyakit ini membuat pak Supan merasa rendah diri, takut bahwa penyakitnya akan menjadi penghalang untuk kebahagiaannya dimasa depan.

Setelah berminggu-minggu bergulat dengan perasaannya, akhirnya pak Supan memutuskan untuk mengungkapkan cintanya kepada bu Titis. Sore hari setelah jam pelajaran usai, dia mengajak bu Titis ke sebuah kafe kecil di dekat sekolah kafe Smakensa Burger namanya. Suasana disana tenang, dengan alunan musik lembut yang menyenangkan. Sambil pesan makanan dan minuman kesukaan masing-masing disertai basa basi dimulailah pembicaraan serius.

“Bu guru Titis,” pak Supan memulai dengan suara bergetar. “Ada sesuatu yang ingin aku katakan padamu. Aku sudah lama menyimpan perasaan ini, dan aku tidak bisa menyembunyikan lagi.”

Bu Titis menatap pak Supan dengan lembut, menunggu kelanjutan ucapannya.

“Aku mencintaimu, bu guru Titis. Aku sudah jatuh cinta padamu sejak lama. Setiap hari, aku hanya memikirkanmu. Aku ingin kita bisa bersama, jika kamu juga merasakan hal yang sama.”

Bu Titis terkejut, namun senyumnya perlahan mengembang. “Pak guru Supan, aku juga menyukaimu. Kamu adalah orang yang baik, cerdas, dan sangat peduli pada orang lain. Tapi…”

Senyuman di wajah pak Supan mulai memudar ketika mendengar kata “tapi” dari bu Titis. “Tapi kenapa, bu guru? Apa ada sesuatu yang salah?”

“Aku perlu memberitahumu bahwa keluargaku sangat konservatif. Mereka memiliki harapan besar untuk masa depanku, termasuk dalam hal pernikahan. Dan… mereka mungkin tidak akan menerima jika aku bersama seseorang yang memiliki kondisi kesehatan yang serius,” jawab bu Titis dengan hati-hati.

Pak Supan terdiam. Bu Titis memang tidak menolaknya langsung, tetapi dia bisa merasakan kekhawatiran bu Titis. Dia tahu betapa pentingnya persetujuan orang tua bagi bu Titis. Meski hatinya hancur, pak Supan berusaha tersenyum.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun