Di jogja aku menemukan pikiranmu, Gus.
Di jogja pula aku melihat betapa pembelaanmu terhadap manusia mempertemukan aku dengan mereka.
Di jogja aku mendengar dan melihat betapa gerakan-gerakanmu masih relevan dengan situasi bangsa saat ini.
Diskriminasi terhadap kawan-kawanku masih saja berlangsung, Gus.
Dari berbagai latar belakang semuanya mengeluh.
Waria, gay, tionghoa, kristen, katolik, budhis, ahmadiyah, syiah, bahkan anak-anak yang merawat pikiranmu Gus.
Masih saja terus di rundung kecemasan, akan keadilan yang tak kunjung datang.
Kemarin aku bertemu mereka di Jogja, Gus.
Mereka tertawa, menangis, membagikan semua keluh kesah dari berbagai penjuru Indonesia.
Mereka adalah Anak-anak manusia, yang terkadang pesimis akan negara yang bernama Indonesia, Gus.
Di sudut desa ini, Gus. Aku menuliskan kabar tentang anak-anak manusia dari berbagai latar belakang yang berbeda.
Kami berjanji, Gus. Akan merawat Indonesia, dengan menjadi manusia yang merawat kemanusiaan.
Seperti apa yang telah kau dahului, Gus.