Mohon tunggu...
Farid Mamonto
Farid Mamonto Mohon Tunggu... Freelancer - Nganggur aja

Senang bercanda, sesekali meNUlis suka-suka

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Keadilan yang Diterlantarkan

29 Februari 2020   12:17 Diperbarui: 6 Maret 2020   23:36 157
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sudah semenjak 2008 status kami tidak memiliki kejelasan, apakah kami terdaftar sebagai bagian dari masyarakat kota manado atau, kabupaten minahasa induk. Kami sudah berulang-ulang kali mondar-mandir di catatan sipil baik di kota manado, ataupun di kabupaten minahasa induk. Tetapi hasilnya tetap sama nama kami tidak terdaftar di keduanya. 

Kami sudah sempat melakukan unjak rasa dengan memboikot jalan tetapi, hasilnya masih tetap sama sampai hari ini kami hanya terus disuguhkan dengan janji-janji. Padahal terhitung tahun 2008 kebelakang kami masih terdaftar sebagai masyarakat kota manado.

Hal lain yang bagi saya ironi juga apa yang di sampaikan oleh bapak Mustafa. Beliau dengan dialeg sangihe bercampur geram menjelaskan apa yang mereka alami selama status kependudukan mereka tidak memiliki kejelasan.

Kami sudah terlanjur tidak percaya dengan pemerintah hari ini. Kami di lingkungan ini sekarang sudah tidak memiliki pemerintah, kami disini hidup dengan system hukum rimba (membunuh atau di bunuh) bukan tidak ada alasan, pasalnya, kehidupan kami mengambang tidak terdaftar dimanapun. 

Baik di kota manado atau, di kabupaten minahasa induk. Disini lanjut pak Mustafa, jika ada yang meninggal dunia tidak ada pelepasan atau sambutan dari pemerintah, begitu juga perihal jika ada yang akan menikah kesulitanya juga minta ampun. 

Bahkan jika kami ada yang akan merekrut untuk menjadi bagian dari kelompok-kelompok islam garis keras, kami akan senantiasa dengan senang hati untuk bergabung. Kami sudah sangat muak. Dengan tegas Pak Mustafa.

img-20200228-wa0014-5e627c0f097f3612277f14d3.jpg
img-20200228-wa0014-5e627c0f097f3612277f14d3.jpg
Masih banyak lagi apa yang kemudian di ceritakan oleh kedua tokoh masyarkat yang saya sebut sebagai pejuang keadilan itu. Masih banyak lagi hal-hal yang ironi, bahwa negeri kita atau di sekitaran kita hari ini hal-hal semacam atau tidak semacam kasus di atas pasti ada dan mereka setiap harinya terus menjerit untuk sekadar bertahan hidup oleh gempuran ketidak adilan. 

Kita sudah sangat sedih mendengar masih ada dan banyak rakyat di sudut-sudut kota yang senantiasa terpinggirkan dan sudah tidak lagi percaya dengan pemerintah. Apakah kita akan menyalahkan mereka? Jelas tidak!

Bahwa oleh karena perlakuan tidak adilah sehingga reaksi yang di timbulkan oleh masyarakat bisa beragam dan bisa sangat berani dan ekstrem. Ibu Ati bersaksi bahwa sepanjang hidupnya, dia tidak pernah seberani hari ini bahkan sampai berkelahi. Lebih-lebih lagi jika harus berhadapan dengan aparatur Negara. TNI/POLRI.  Saya tidak berani, tetapi oleh karena masalah ini saya menjadi sangat berani. Tegas Ibu Ati.

Dengan harapan-harapan kami menyudahi perbincangan. Perjuangan akan terus hidup. Kita akan terus mengintrupsi segala bentuk ketidak adilan.
Manado, 29 februari 2020.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun