Sesuai tahapan Pemilu tahun 2019 Pendaftaran Bakal Calon Anggota Legislatif  (Bacaleg) tingkat pusat dan daerah telah resmi ditutup oleh KPU pada hari selasa pukul 23.59 WIB. Tahap selanjutnya dalah proses verifikasi berkas yang telah didaftarkan masing-masing Partai Politik (Parpol) oleh KPU. Verifikasi berkas yang dilakukan KPU akan terfokus kepada penelitian dan sinkronisai berkas administrasi Bacaleg sesuai dangan syarat administrasi yang diatur dalam Undang-Undang dan Peraturan KPU.
Fenonmena menarik pasca pendaftran Bacaleg kemarin, ada deretan nama- nama menteri aktif, staf kepersidenan yang ikut mendaftarkan diri sebagai Bacaleg pada Pemilu 2019. Tercatat ada tujuh menteri aktif Kabinet kerja yang ikut mendaftar sebagai Bacaleg diantaranya, Menko Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani melalui PDIP, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly melalui PDIP, Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi melalui PKB, Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri melalui PKB, Menteri Desa PDTT Eko Putro Sandjojo melalui PKB, Menpan-RB Asman Abnur melaui PAN, dan terakhir Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin melaui PPP (detik.com,17/17/2018).
Menanggapi pencalonan menteri di Pileg 2019 mendatang manteri sekretaris negara angkat bicara. Pramono Anung mengatakan, menteri yang Nyaleg tidak mundur sampai masa jabatannya berakhir. Mereka akan cuti saat melakukan kampanye. Presiden telah memberikan arahan, bagi siapapun menteri yang maju tetap akan memprioritaskan tugas-tugas utamanya, dan mereka diizinkan untuk melakukan sosialisasi di Dapil mereka masing-masing hanya pada saat Sabtu dan Minggu, Selasa (17/7/2018).
Menanggapi hal diatas Pro dan Kontra pun muncul dikalangan masyarkat. Ada yang setuju dengan langkah menteri ikut mencalonkan diri tersebut. Disisi lain ada pula yang memberikan pandangan kurang etis dan tidak tepat seorang menteri aktif ikut dalam Pileg mendatang. Majunya menteri dipileg mendatang dikhawatirkan akan menggangu proses pemerintahan yang diembanya saat ini. Berangkat dari fenomena diatas mari kita telaah dari beberapa sudut padang.
Sudut Pandang Undang-Undang dan Administrasi
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia nomor 7 tahun 2017 tetang Pemilihan Umum pasal 240 ayat 1 huruf K calon anggota DPR, DPRD Provinsi dan Kabupaten harus mengundurkan diri sebagai Kepala Daerah, Wakil Kepala Daerah, Aparatur Sipil Negara, TNI, Polri, Direksi, Komisaris, Pengawas dan Karyawan di Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah atau badan lain yang anggaranya bersumber dari keuangan negara. Bacaleg yang menduduki jabatan diatas diwajibkan mengundurkan diri dari jabatanya. Dari aturan tersebut muncul dua persepsi.
Pertama, kita bisa mamahami aturan tersebut bahwa setiap Kepala dearah, Wakil kepala daerah sampai dangan karyawan BUMN/BUMD yang gajinya bersumber dari dana APBN wajib mengundurkan diri dari jabatanya jika ingin bertarung di Pemilu 2019. Jika pemahaman demikian maka dapat disimpulkan menteri aktif yang ingin maju sebagai bacaleg di Pemilu 2019 wajib mengundurkan diri dari jabatan menteri.
Pemahaman kedua, aturan mundur dari jabatan tersebut hanya berlaku untuk jabatan Komisaris Direksi, Pengawas dan Karyawan BUMN/BUMD. Pemahaman tersebut ditarik dari sambungan kalimat Pasal 240 pasal 1 huruf K Â dalam UU Pemilu. Penggalan Pasal 240 huruf k tersebut menyebutkan Badan lain yang bersumber dari keuangan negara hanya ditujukan untuk jabatan di BUMN/BUMD. Dalam Struktur tata pemerintahan Kementrian Negara berbeda dengan Badan Negara.
Komisiomer KPU RI Wahyu Setiwan dalam wawancara di Kompas pagi 18/7/2018. Beliau mengatakan bagi menteri yang ingin mencalonkan diri sebagai calon anggota legislatif di Pemilu 2019 diperbolehkan sesuai sepanjang sesuai dengan aturan yang berlaku. Pernyataan tersebut tidak manjawab substasi masalah. KPU harus menjawab to the point sesuai undang-undang  bahwa menteri yang Nyaleg boleh atau tidak. Bukan mengambil jalan aman dengan kembali berlindung dengan panafsiran pasal yang meragukan.
Disini kita akan lihat bagaimanan KPU dalam manyelesaikan dan mensosialisaikan makna pasal 240 ayat 1 huru K dangan baik. Fenomena didaerah ada banyak Putra dan putri di dearah yang bekerja sebagai karyawan Honorer, Tenaga harian Lepas dan kontrak Pemerintah dan Jabatan lainya yang bersumber dari APDN/APBD. Mereka harus merelakan pekerjaanya ketika mencalonkan diri sebagai Bacaleg di daerah tinggkat satu dan dua. Sedangkan disisi lain jabatan sekaliber menteri masih bisa menikmati uang negara ketika ia bersetatus sebagai caleg.
Sudut Pandang Etik Birokrasi dan Pemerintahan