Waktu kuliah saya memiliki teman yang sangat menyukai Pak SBY. Saya sampai penasaran, karena tidak banyak anak muda yang bisa sebegitu senangnya dengan tokoh politik pada saat itu. Ternyata, saya baru tahu bahwa Pak SBY-lah telah mengubah hidup keluarganya.
Dia terlahir dengan latar belakang keluarga yang kurang mampu dan bukan dari kalangan yang berpendidikan cukup. Dia mengubah sejarah dalam keluarganya sebagai anak pertama yang bisa kuliah di salah satu universitas terbaik di Indonesia dengan beasiswa Bidikmisi. Program yang digagas pertama kali oleh Pak SBY. Tidak heran, dia sebegitu kagumnya dengan Pak SBY.
Sebagai anak muda yang cenderung apolitis, saya melihat kisah ini sebagai bentuk kongkrit dari keputusan politik yang selama ini saya anggap hanya mengawang-awang dan menguntungkan para elit. Satu gagasan yang bisa mengubah hidup banyak anak muda.
Saya baru sadar, begitu banyaknya orang yang terbantu dari gagasan-gagasan Pak SBY selama ini. Gagasan-gagasan Pak SBY selama ini tentu sudah banyak membantu rakyat Indonesia, terutama generasi muda.
Dalam Pileg 2019 kemarin, Demokrat berhasil mendapatkan 7,7 persen suara nasional. Exit poll Litbang Kompas menemukan lebih dari 50 persen dari suara Partai Demokrat adalah suara pemilih baru dan sebagian besar berasal dari generasi muda. Dari sini kita bisa melihat bahwa anak-anak millennial menaruh harapan kepada Partai Demokrat. Dengan kata lain, Partai Demokrat berhasil mereposisi diri sebagai partai yang disenangi anak muda.
Setiap era memiliki pemimpinnya sendiri. Pak SBY sudah melakukan dengan baik pada eranya. Kini era berganti. Pak SBY sudah memberi sinyal untuk menyerahkan tongkat estafet kepemimpinannya. Sinyal ini terlihat saat pak SBY memperingati enam bulan wafatnya bu Ani Yudhoyono. Dengan bingkai peluncuran lagu Seruling di Lembah Sunyi, secara simbolik pak SBY memilih lokasi di Gunung Geulis, Bogor yang terbilang sunyi.
Dalam sambutannya, pak SBY mengibaratkan ia tengah berada di lembah sunyi. Jika serulingnya indah, maka yang mendengarkan pun tetap indah. "Di lembah sunyi itu sesekali membunyikan seruling, saran dan pandangan yang baik, rakyat Indonesia mungkin akan mendengarkan itu," kata pak SBY.
Penerus berikutnya tentu harus sama baik atau bahkan lebih baik. Secara common sense, sosok tersebut bisa dinilai dengan empat alat ukur obyektif yaitu elektabilitas, akseptabilitas, integritas dan kapabilitas. Dengan empat alat ukur ini, mari kita lihat siapa yang paling cocok untuk memegang kepemimpinan baru di partai biru ini?
Diantara berbagai tokoh nasional maupun daerah yang ada di Partai Demokrat saat ini, ada satu yang elektabilitasnya sangat menonjol dan konsisten, walaupun usia politiknya relatif belum lama, AHY.
Dilihat dari postingan instagramnya saja, AHY tampak rajin turun ke daerah. Setiap kali turun, AHY terlihat selalu disambut meriah oleh masyarakat maupun Partai Demokrat. Saya rasa AHY memang memiliki kharisma yang khas dan tidak dimiliki banyak politisi lain. Integritas AHY, bisa dilihat dari latar belakangnya yang bersih. Sebelumnya dia berkarir sebagai perwira militer dengan jenjang karir yang solid.
Berbicara terkait kapabilitas, saya rasa AHY sudah tidak perlu diragukan. Hal ini bisa dilihat dari jejak akademiknya yang terbilang cukup memuaskan. Ia mendapatkan gelar Master of Science in Strategic Studies dari NTU Singapura, menempuh pendidikan militer di Forth Leavenworth, Kansas, Amerika Serikat dan mendapatkan hasil sempurna yaitu dengan IPK 4.0, menyelesaikan program master dalam Kepemimpinan dan Manajemen dari George Herbert Walker School di Webster University Amerika Serikat dengan IPK 4.0.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H