Memasuki era industri 4.0, perkembangan teknologi pun semakin pesat. Negara-negara maju berlomba-lomba untuk memajukan teknologi di negerinya. Tentu saja hal itu dilakukan untuk membantu meningkatkan produktivitas rakyat-rakyatnya.
Riset-riset teknologi baru terus dikembangkan oleh para peneliti, termasuk di dalamnya nanoteknologi. Teknologi ini sudah banyak dikembangkan di negara-negara maju, seperti Jepang, China, Amerika, dan banyak lagi negara maju lainnya. Selain itu, banyak juga perusahaan-perusahaan yang sudah menggunakan nanoteknologi untuk memproduksi produk-produknya, seperti International Business Machines Corporation, Intel Corporation, Taiwan Semiconductor Manufacturing Company Limited, dan masih banyak lagi perusahaan lain.
Lantas, apa itu nanoteknologi dan bagaimana penerapannya pada kehidupan?
Pengertian Nanoteknologi
Nanoteknologi adalah ilmu atau teknologi yang mempelajari benda yang sangat kecil (sepersemiliar meter) dan kemudian memanipulasinya untuk membuat benda baru dengan sifat spesifik yang diinginkan. Sederhananya, nanoteknologi adalah lompatan teknologi untuk mendesain objek baru dari objek yang sudah ada. Istilah Nanoteknologi pertama kali disebut dalam pidato ilmiah Profesor Nario Taniguci tahun 1974.[1]
Konsep nanoteknologi sendiri pertama kali diperkenalkan oleh fisikawan Richard Feynman dalam presentasinya di tahun 1959 yang berjudul "There's Plenty of Room at the Bottom". Ia mencetuskan idenya tentang peluang merekayasa dan mengonteol materi yang berukuran sangat kecil untuk membuat mesin yang berukuran sebesar molekul.Â
Namun, pada saat itu gagasan Feynman dianggap sebagai lelucon, yang kemudian dijelaskan dalam bukunya "Surely You're Joking, mr. Feynman". Hingga sekitar 20 tahun kemudian, Erix Drexler secara konkret menjelaskan ide untuk membuat mesin yang sangat kecil dari sekumpulan atom. Dexler juga menggunakan istilah nanoteknologi secara mandiri dalam bukunya yang berjudul "Engines of Creation: The Coming Era of Nanotechnology".
Seiring perkembangan dunia optik dan mikroskop, penerapan teori dan konsep nanoteknologi dalam praktik menjadi semakin nyata. Scanning Tunneling Microscope (STM) ditemukan pada tahun 1981 oleh fisikawan Gerd Binnig dan Heinrich Rohrer (IBM Zurich Research Laboratory) telah membuka era baru dalam dunia nanoteknologi.Â
STM tidak hanya mampu mencitrakan permukaan material pada tingkat nanometer, tetapi juga memungkinkan memanipulasi atom dan molekul untuk membentuk struktur materi. Sejak saat itu, bidang nanosains menarik perhatian para peneliti dan berkembang cukup pesat hingga sekarang.
Penerapan Nanoteknologi dalam Kehidupan
Hasil penelitian menjelaskan bahwa material yang berukuran nanometer memiliki sejumlah sifat fisika dan kimia yang lebih unggul dibandingkan material yang berukuran besar. Semua sifat-sifat tersebut dapat diubah dengan pengontrolan ukuran sebuah material, memodifikasi bagian permukaan, pengaturan komposisi kimiawi, maupun pengontrolan interaksi antar partikel (Yanuar, et.al., 2014).
Material dan perangkat skala nano telah dieksplorasi secara ekstensif selama 20 tahun terakhir. Telah diketahui dengan baik bahwa material berukuran di bawah 100 nanometer yang biasa disebut sebagai material nano dengan luas permukaan spesifik yang tinggi, peningkatan reaktivitas dan sifat mekanik serta optoelektronik yang unik, telah menciptakan kemajuan yang signifikan di bidang-bidang seperti elektronik, perangkat, energi, kosmetik, obat-obatan, pangan, pertanian dan lain sebagainya (Kargozar, et.al., 2018).
Bidang Pertanian
Pada bidang pertanian, para ilmuan di berbagai penjuru dunia telah mencoba melakukan beberapa riset guna memperbaiki beberapa sifat pada tanaman, seperti menghasilkan tanaman yang bebas dari virus serta mendapatkan bibit unggul melalui rekayasa genetika (Yanuar, et.al., 2014, Zhi, et.al., 2022, dan Almeida, et.al., 2022).
Prinsip dasar ditemukannya nanoteknologi pada bidang pertanian ialah untuk memaksimalkan produksi maupun hasil dari sebuah tanaman dengan cara meminimalkan penggunaan pupuk konvensional, pestisida maupun kebutuhan lainnya dengan melakukan monitoring langsung keadaan tanah seperti perakaran serta mengaplikasikannya secara langsung pada target agar tidak ada yang terbuang (Yanuar, et.al., 2014).
Bidang Kosmetik
Seiring berkembangnya zaman, antiaging telah banyak dikembangkan dari tanaman herbal karena dinilai memiliki efek samping lebih sedikit daripada produk antiaging dari bahan kimia sintetis. Tanaman herbal saat ini semakin banyak dikembangkan menjadi NDDS (Novel Drug Delivery System) berukuran nano atau biasa disebut dengan nanoherbal, di mana dengan teknologi nanocarrier akan membawa jumlah zat aktif dari tanaman herbal yang optimal ke reseptor sehingga pengobatan lebih efektif dengan meningkatkan ketersediaan hayati dan toksisitas yang lebih sedikit.
Menurut penelitian Hakim et al (2018), menyatakan bahwa sediaan nanoemulsi dari ekstrak virgin olive oil sebagai antiaging efektivitasnya lebih baik bila dibandingkan dengan sediaan emulsi biasa, karena sediaan nano emulsi dapat mempermudah penembusan kelapisan kulit dan absorbs zat aktif menjadi lebih banyak.
Bidang Farmasi
Peran nanoteknologi dalam bidang farmasi salah satunya adalah pengobatan tertarget. Pengobatan tertarget adalah kombinasi antara nanoteknologi dan biologi molekuler yang bertujuan mengarahkan perkembangan formulasi obat menuju nanobioteknologi.
Selain itu, sediaan dari nanoteknologi ini pun menjadi baru seperti proniosom. Proniosom ini adalah suatu vesikel yang terbuat dari surfaktan yang berbentuk serbuk kering maupun liquid kristalin padat yang dapat mencegah senyawa obat polar maupun nonpolar. Proniosomo secara fisik itu stabil selama penyimpanan dan transportasi dalam nanoteknologi. Metode pembuatan proniosom dilakukan dengan SEM (Scanning Elektron Microsopy), metode slurry, metode pelapisan semprotan dan metode pemisahan fase co-aservatif.
Perkembangan Nanoteknologi di Indonesia
Saat ini, sama halnya dengan negara maju lain, Indonesia pun juga mulai melakukan riset-riset tentang Nanoteknologi. Di Indonesia sendiri terdapat beberapa produk yang sudah berhasil dibuat dalam bentuk nanopartikelnya, antara lain Cuprus Oxide (CU2O), Cupric Oxide (CuO), Zinc Oxide (ZnO), Ferric Oxide (Fe2O3), Magnetite/Ferrous-Ferric Oxide (Fe3O4), Ferric Hidroxide (Fe(OH)3), dan masih banyak lagi lainnya.
Mengingat banyaknya manfaat yang akan didapatkan dengan mengembangkan nanoteknologi, dan tentunya dengan adanya jurusan rekayasa nanoteknologi di Universitas Airlangga sebagai satu-satunya program studi berbasis nanoteknologi di Indonesia, Indonesia harus turut mengembangkan nanoteknologi demi kemajuan bangsanya. Karena dengan majunya teknologi di negeri ini, seluruh mutu SDM juga perlahan akan meningkat.
Â
Referensi
https://farmasetika.com/2019/06/07/perkembangan-nanoteknologi-di-indonesia/
https://finance.yahoo.com/news/15-biggest-nanotechnology-companies-world-194851468.html
Rusli, Muhammad dan Rahman, Dui Yanto. Perkembangan Penerapan Nanoteknologi pada Bidang Pertanian. Jurnal Penelitian Fisika dan Terapannya (Jupiter), 4 (2), 1-5.
Pratiwi MW, Wijaya TH, Sumayyah, dan Kurniawan DW. Narrative Review : Herbal Nanospray Sebagai Anti-Aging. Majalah Farmasetika, 8 (3), 267-282.
Khoerunnisa R, Toni RM, Allahuddin, Kamal ZM, Widyanengsih E,dan Yuniarsih N. Review Artikel : Maksimalisasi Peran Nanoteknologi Sediaan Proniosom dalam Sistem Penghantar Obat Tertarget. Jurnal Pendidikan dan Konseling, 5 (1), 855-860.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H