Dikutip dari metode penelitian Naskah Akademik RUU-HIP : "Metode dalam uraian ini dikonsepsikan sebagai cara untuk mengumpulkan data, cara menganalisis data, dan cara menyajikan data.Â
Melalui pendekatan dan analisis tertentu secara konsisten" (garis bawah penulis). Bahkan orang yang awam hukum-pun tidak dapat melihat metode yang digunakan. Penegasan "secara konsisten" pada akhir kalimat, hanya upaya untuk menutupi sifatnya yang mendua. Tidak ada penegasan basis data utama sebagaimana seharusnya, melainkan dipandang pada kedudukan yang sama. Normatif segan, empiris tak mau.
Jika konsisten dengan diskursus "apa yang seharusnya" dan "apa yang ada", penelitian ini harusnya berangkat dari penelitian empiris, dengan menempatkan data primer sebagai basis data utama, namun alih-alih memisahkan responden dan narasumber secara tegas, mengutip laporan penelitian lapangan dari lembaga yang concern dibidang kehidupan sosial saja, seperti Setara Institue, Wahid Foundation, ataupun Komnas HAM, tidak ada.Â
Lantas secara akrobatik menarik kesimpulan perlunya membentuk RUU-HIP. Padahal jika saja penelitian lapangan benar-benar dilakukan, maka kesimpulan yang sama dengan temuan lembaga di atas akan ditemukan.Â
Bahwa perilaku intoleran, baik masyarakat vs masyarakat, maupun masyarakat vs negara lebih didorong oleh politik identitas yang subur di atas rules mayority sebagai ekses demokrasi, yang berarti menjadi tanggung jawab partai politik, bukan nihilnya Pancasila di tengah masyarakat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H