Mohon tunggu...
M. Fakhri S
M. Fakhri S Mohon Tunggu... Lainnya - Lilin kecil ditengah lorong kegelapan.

a student at Muhammadiyah University of Surabaya

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Moderasi Beragama: Paham Keagamaan yang Relevan Ditengah Keberagaman Bangsa

22 Juli 2021   22:34 Diperbarui: 24 Juli 2021   13:54 1041
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dewasa ini, semakin marak kekerasan yang dilakukan oleh kelompok yang mengatasnamakan agama. Akibatnya, agama mendapat stigmatisasi negatif dan penganutnya menjadi terpojok dengan isu tersebut. Agama yang diharapkan sebagai instrumen keadilan dan perdamaian, justru menjadi pemicu terjadinya kekerasan dan teror. Hal itu terjadi karena oleh gerakan ekstremisme agama yang fanatik dan buta dengan segala keberagaman yang merupakan sebuah keniscayaan

Memahami kitab suci secara tekstual saja dan sempitnya pandangan maupun kesadaran toleransi telah membuat manusia terbelenggu oleh fanatisme agama. Sedangkan, agama Islam sendiri lahir untuk membebaskan manusia dari kejumudan, kebodohan dan segala perilaku yang merugikan diri sendiri maupun orang lain.

Sesuai dengan judul, tulisan ini menguraikan pentingnya moderasi beragama ditengah keberagaman bangsa. Dimulai dari pemahaman makna dan karakteristik moderasi beragama, prinsip dalam al-Qur'an dan praktik pendidikan Islam yang moderat sebagai upaya membendung arus ekstremisme atau pemahaman-pemahaman melenceng yang tidak sesuai dengan ajaran Islam sesungguhnya.    

Pengertian Moderasi Beragama

Kata moderasi dalam KBBI bermakna mengurangi tindak kekerasan atau upaya menghindari tindakan ekstrim. Dalam kamus The American Heritage Dictionary of the English Language, moderate didefinisikan sebagai: not excessive or extreme (tidak berlebihan dalam hal tertentu). Sedangkan moderasi dalam bahasa Arab, bernama wasathiyah yang merupakan mashdar dari kata kerja (fi'il) wasatha yang berarti ditengah, adil atau seimbang.

Pakar tafsir Abu Su'ud, kata wasath mulanya diartikan sebagai sesuatu yang menjadi titik temu dari semua sisi. Kemudian berkembang maknanya menjadi sifat manusia yang terpuji karena menjadi sifat penengah dari sifat-sifat tercela. Seperti sifat dermawan yang menjadi penengah antara sifat bakhil dan konsumtif (boros).

Karakteristik Moderasi Beragama

Di Indonesia, konsep moderasi telah digagas secara resmi dalam Musyawarah Nasional Majelis Ulama Indonesia XI tahun 2015 di Kota Surabaya. Konsep ini dikenal dengan 12 Prinsip Wasathiyah Islam. Dua belas karakteristik tersebut adalah : pertama, Tawassut bermakna mengambil jalan tengah, adil, tidak condong kanan ataupun kiri. Artinya dalam berperilaku dan beragama harus sesuai fitrah ajaran, tidak ekstrem kanan ataupun kiri. Kedua, Tawazun bermakna keseimbangan, tidak berat sebelah. Artinya dalam mengamalkan agama harus seimbang antara kehidupan dunia maupun akhirat. Ketiga, I'tidal bermakna tegak dan lurus. Artinya bersikap sesuai koridor agama dan tegas sesuai prinsip agama. 

Keempat, Tasamuh bermakna toleransi atau tenggang rasa. Artinya kita sadar untuk menerima dan menghormati segala perbedaan di berbagai lini aspek kehidupan. Kelima, Musawah bermakna egaliter atau sama sederajat. Artinya saling menghargai satu sama lain dan tidak berlaku diskriminatif karena disebabkan oleh perbedaan. Keenam, Syura bermakna musyawarah atau berembuk. Artinya menyelesaikan atau memecahkan masalah dengan berembuk untuk mencapai sebuah mufakat atas dasar kemaslahatan bersama. 

Ketujuh, Ishlah bermakna reformasi. Artinya menyesuaikan diri dan menunjang perubahan zaman berdasar kemaslahatan dengan tetap berpegang pada prinsip. Kedelapan, Aulawiyah bermakna mengutamakan yang prioritas. Artinya dalam melakukan sesuatu hendaknya skala prioritas atau yang paling penting hendaknya didahulukan. Kesembilan, Tatawwur wa ibtikar bermakna dinamis, inovatif, Artinya  menyesuaikan diri atau mengikuti perkembangan zaman serta menciptakan hal baru atau kreatif demi kemaslahatan bersama. 

Kesepuluh, Tahadhdhur bermakna beradab atau berkeadaban. Artinya hendaknya kita sebagai seorang muslim wajib menjunjung tinggi karakter akhlakul karimah. Kesebelas, Wathoniyah wa muwathonah bermakna mempunyai rasa kebangsaan. Artinya kita sebagai muslim harus mempunyai rasa patriotisme sebagai warga bernegara. Keduabelas, Qudwatiyah bermakna melakukan, memelopori atau memprakarsai kebaikan demi kemaslahatan bersama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun