Suku Minangkabau adalah suku yang memiliki ciri khas yang unik, selain karena suku tersebut menggunakan sistem kekerabatan melalui garis keibuan (matrilineal), suku ini pula memegang nilai-nilai Islam dengan kuat, hal ini bisa kita ketahui dari filosofi masyarakat Minangkabau yang menyatakan bahwa “adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah” yang berarti bahwa adat bersendi syariat, syariat bersendi kitab Allah. S.W.T. falsafah yang hebat seperti itu sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai Islam. Islam masuk ke Minangkabau pada abad ke-7, melalui rantau Minangkabau Timur yaitu daerah aliran sungai Kampar Kanan dan Kampar Kiri dan lembah aliran sungai Batanghari dan Sungaidareh. Islam dibawa oleh saudagar-saudagar Arab yang bertindak juga sebagai mubaligh-mubaligh Islam, datangnya Islam ke tanah Minangkabau datang secara bergelombang sejak abad ke-7 sampai akhir abad ke-17 dilakukan melalui proses integrasi damai atau bisa disebut dengan Islamisasi Kultural.
Agama Islam yang berasal dari kata salam yang berarti damai, dapat diterima oleh masyarakat Minangkabau, karena Islam datang dengan rahmat dan tanpa membuang adat yang telah berlaku dalam masyarakt Minangkabau. Selain itu ada kesesuaian antara nilai Islam dan adat, dalam adat Minangkabau terdapat pengelompokkan adat, yang dimana tingkat paling utama adalah adat yang sebenarnya adat yang dilandasi oleh falsafah hidup yang mengambil hikmah, pengalaman dan ajaran dari alam. Alam bagi masyarakat Minangkabau adalah segala-galanya yang mempunyai makna filosofis sebagaimana dinyatakan dalam mamang alam takambang jadi guru. Hal ini sesuai dengan pendapat dalam Al-Quran yang menyatakan bahwa manusia harus bertafakur terhadap penciptaan alam semesta sesuai QS. Ar-Rum [30] : 22 “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah menciptakan langit dan bumi dan berlain-lainan bahasamu dan warna kulitmu. Sesungguhnya pada yang demikan itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang mengetahui.”
Masyarakat minangkabau sebelum mengenal Islam menurut Dr. Mochtar Naim adalah adat yang praktis, tidak mengenal ajaran kosmologi-okultisme dan bahkan spiritisme-animisme, hal ini berarti ketika masyarakat Minangkabau mempelajari alam sebagai sumber hidup dan kehidupannya, pasti mempertanyakan siapa yang menciptakan alam semesta ini, hal ini seperti kisah nabi Ibrahim A.S yang mempertanyakan eksistensi Tuhan ketika mengamati alam. Islam telah datang dan memberi jawaban atas pertanyaan mengenai siapa pencipta alam semesta dalam QS. Az-Zumar:62 “Allah menciptakan segala sesuatu dan Dia memelihara segala sesuatu.”
Islam menjawab dengan pasti bahwa Allah adalah Tuhan yang Maha Pencipta dari alam semesta ini, hukum Islam pun sangat menghargai sistem hukum yang telah menjadi adat kebiasaan masyarakat, selama tidak bertentangan dengan ketentuan-ketentuan yang telah diterapkan dengan tegas dalam hukum Islam. Namun dalam masyarakat Minangkabau yang belum dipengaruhi dengan nilai Islam, masih ada kebiasaan adat yang bertentangan dengan nilai Islam seperti perjudian, sabung ayam, meminum arak, mengundi nasib dan kebiasaan yang dianggap kebiasaan kaum jahillyah lainnya. Halo ini telah menyebabkan timbulnya konflik di Minangkabau yang dinamakan perang paderi antara tahun 1821-1838. Tetapi konflik ini sesuai dikatakan Lewis Coser bahwa Konflik merupakan cara atau alat untuk mempertahankan, mempersatukan, dan mempertegas sistem sosial yang ada. Oleh karena itu salah satu hasil dari cakak-banyak ini ialah apa yang dihasilkan dalam musyawarah di Bukit Marapalam di zaman Paderi yang melahirkan sendi baru adat Minang yang berbunyi “ADAT BASANDI SYARAK, SYARAK BASANDI KITABULLAH” . oleh karena itu banyak adat Minangkabau yang dipengaruhi oleh nilai Islam seperti tidur di surau, acara balimau untuk menyambut bulan Ramadhan, makan bajamba, bahkan dari tanah Minangkabau juga lahir tokoh-tokoh ulama nasional seperti Agus Salim, Ahmad Khatib Al-Minangkabawi, Ahmad Rasyid Sutan Mansur.
Daftar Pustaka
Amir M.S, 1997, Adat Minangkabau: Pola dan Tujuan Orang Minang, Jakarta: Citra Harapan Pratama.
Hassanudin, 2013, Adat dan syaraj: Sumber Inspirasi dan Rujukan Nilai Dialektika Minangkabau, Padang: Lembaga Pengembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi Universitas Andalas.
Mansoer M.D. 1970. Sejarah Minangkabau. Jakarta: Bhatara
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H