Kekhalifahan Bani Umayyah merupakan Kekhalifahan terbesar yang pernah berdiri dalam sejarah dan memberikan kontribusi besar dalam penyebaran Islam. Dengan berpusat di kota Damaskus, Suriah, wilayah kekuasaan Bani Umayyah meluas mencakup seluruh Jazirah Arab, Irak, Persia, Asia Tengah, sepanjang wilayah utara Afrika hingga masuk ke Andalusia (Spanyol).
Namun setelah berdiri kurang lebih 90 tahun, pada tahun 132 H, Bani Umayyah harus menemui keruntuhannya dan digantikan oleh kekhalifahan baru, yaitu Dinasti Abbasiyyah yang merupakan keturunan Abbas bin Abdul Muthallib, paman Rasulullah SAW. Khalifah Abbasiyyah kemudian memerintahkan agar membunuh seluruh keluarga Bani Umayyah yang memiliki peluang untuk mendirikan kembali kekhalifahan. Akhirnya, banyak laki-laki dewasa Bani Umayyah yang ditangkap dan dibunuh, sedangkan mereka membiarkan para wanita dan anak-anak.
Dalam keadaan yang mencekam seperti itu, ada seorang pemuda keturunan Bani Umayyah yang lari menjauh dari kejaran Bani Abbas, melarikan diri dari kematian, dan berhasil mengembalikan kejayaan Bani Umayyah di negeri barat yang menjadi pusat peradaban dan keilmuan selama beberapa abad. Orang itu adalah Abdurrahman bin Muawiyah atau yang kemudian dikenal dengan nama Abdurrahman Ad-Dakhil.
Nama dan Nasab Abdurrahman Ad-Dakhil
Nama lengkapnya adalah Abdurrahman bin Muawiyah bin Hisyam bin Abdul Malik bin Marwan bin Hakam bin Abul Ash bin Umayyah Al-Umawi Al-Qurasyi. Sedangkan ibunya merupakan seorang wanita yang berasal dari Suku Berber di wilayah Maghrib. Abdurrahman lahir di Damaskus pada tahun 113 H, pada masa pemerintahan kakeknya, Hisyam bin Abdul Malik, yang merupakan khalifah kuat Bani Umayyah terakhir, dikarenakan para khalifah setelahnya sudah lalai dan tidak mampu menghadapi konflik yang terjadi.
Abdurrahman bin Muawiyah adalah orang yang berakal cerdas, berpengetahuan luas, berpendirian teguh, bertekad kuat, pemberani, cepat bangkit, sangat waspada, Â dermawan, politikus andal, serta seorang penyair yang sangat peka dan halus perasaannya.
Keruntuhan Bani Umayyah di Timur
Setelah Khalifah Hisyam bin Abdul Malik wafat pada tahun 125 H, mulailah muncul fitnah dan kekacauan. Pemerintahan Bani Umayyah lalu dilanjutkan oleh keponakan Hisyam, yaitu Walid bin Yazid bin Abdul Malik. Menurut sebagian sejarawan, runtuhnya Dinasti Bani Umayyah dimulai dari pemerintahan Walid ini.
Pembaiatan Walid sebagai khalifah menimbulkan reaksi keras dari berbagai kalangan. Kehidupan pribadi Walid tidak bisa mencerminkan bagaimana kehidupan seorang khalifah seharusnya. Ia senang mengumbar syahwat, meminum khamr, pesta pora, serta menggoda wanita. Ia juga melakukan banyak kejahatan, di antara yang terbesar adalah hukuman siksa yang dijatuhkan kepada sepupunya, Sulaiman bin Hisyam.
Walid tidak lama memerintah, sebab setelah setahun memimpin, ia pun dibunuh tak lama setelah terjadinya revolusi yang dipimpin oleh Yazid bin Walid bin Abdul Malik yang ikut didukung oleh para pangeran Dinasti Bani Umayyah dan juga orang-orang Yaman.