Dengan sepeda ayah ketika libur sekolah bersama teman-teman ngebolang bersepeda dan ikut lomba sepeda cross. Tapi tidak menang.
Resiko belajar bersepeda jatuh dan bangun. Rasa putus asa kan hampiri, kan namanya belajar? Tapi tekad untuk menaklukan sampai mampu bersepeda mengalahkan rasa putus asa.
Disamping itu juga ketika bersepeda perlu menjaga keseimbangan tubuh supaya tidak terjatuh dengan mudah.
Kata keseimbangan itu saya dapatkan ketika mulai belajar mengendarai motor. Jika mampu bersepeda maka mampu mengendarai motor.
Jatuh, bangun dan keseimbangan mungkin kata namun dalam belantara kehidupan kan jadi penting.
Ada saat seseorang jatuh terpuruk semakin dalam sehingga untuk bangun perlu waktu tapi ia harus bangun, kan?
Ada seseorang yang jatuh, bangun, jatuh dan bangun lagi. Seolah-olah energi bangun dari terjatuh sangat besar. Orang-orang seperti ini perlu dicontoh, kan?
Kan sukar --bukan tak ada--- ditemui orang-orang yang jatuh kemudian bangun dan mencoba tidak jatuh lagi.
Karena meyakini "Tak ingin berkubang dilumpur kejatuhan yang sama dua kali." Orang-orang seperti ini melampaui contoh. Ia jadi guru kehidupan.
Jatuh dan bangun kan membentuk keseimbangan kehidupan. Ia semacam alarm yang mengingatkan "Boleh jatuh namun bangun dan hati-hati jangan sampai terjatuh lagi." Bukankah begitu?