Pada anak-anak keraguan teredam atau sengaja diredam dengan dalih belum sampai pemikiran mereka kepada hal yang ditanyakan itu. Ini sisi ketidaksamaan ketiga.
Agama, ilmu pengetahuan dan filsafat sama-sama menemukan kebenaran tapi berbeda cara dan alat yang digunakan.
Kebenaran agama merupakan kebenaran yang berasal dari Tuhan. Kebenaran Ilmu pengetahuan hasil dari pengamatan langsung (observasi) dan percobaan (eksperimen). Filsafat menemukan kebenaran dengan berpikir secara mendalam.
Pun berbeda alat. Agama alatnya keyakinan atau keimanan dalam hati. Ilmu pengetahuan alatnya akal plus panca inderawi (empiris). Filsafat alatnya akal.
Walaupun ketiganya berbeda cara dan alat namun saling melengkapi untuk kepentingan dan kebahagiaan manusia.
Cara dan alat penemuan kebenaran filsafat dengan, pertama, berpikir menggunakan akal (rasio). Kedua, berpikir secara mendalam (radikal). Ketiga, berpikir dari segala aspek (komprehensif).
Penemuan kebenaran dengan cara berpikir filsafat yang 'serupa tapi tak sama' di usia anak-anak dan ketika memasuki usia dewasa jarang lagi dilakukan.
Semua bahkan sebagian apa yang dikatakan, didengar dan ditonton diterima begitu saja sebagai sebuah kebenaran yang mutlak tanpa menganalisis dan mengkritisi.
Heran, ragu, penasaran, bertanya mulai memudar dan dijauhkan di usia dewasa. Â Keseragaman dalam berpikir dan bertindak merupakan kemuliaan. Rutinitas kegiatan buat nyaman.
Gugatan-gugatan tiada lagi terasa tajam dan pemikiran jadi majal. Kemapanan melena buaikan kekritisan justru pada saat ilmu pengetahuan dan informasi dimiliki sebegitu banyak.
Keseragaman berpikir jadi hukum besi. Perbedaan pemikiran dikutuk. Orang-orang yang berani berpikir sendiri dan bebas dianggap asing, tabu dan menyalahi aturan. Kekritisan adalah musuh yang mesti disingkirkan.