Sapardi Djoko Damono tutup usia di tanggal 19 Juli 2020 dalam usia 80 tahun. Usai beberapa kali stroke ringan dan cuci darah untuk berbagai penyakit yang mendera tubuh.
Sapardi Djoko Damono sastrawan legenda yang puisinya diterima luas publik dan mampu menembus sekat keyakinan, usia, suku, dan ras.
Berlatar sastrawan-akademisi dengan gelar Guru Besar (Profesor) Ilmu Sastra di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia. Â
Pemuisi ketika membuat puisi biasanya akan dipengaruhi oleh apa yang dibaca, apa yang dirasa, apa yang dilihat, didengar dan terjadiah respon namun melalui kata-kata.
Intinya, realitas internal dan eksternal dari berbagai sisi mempengaruhi si pemuisi ketika melahirkan karya puisi.
Umpama pada Sutardji Calzoum puisinya merupakan "Pembebasan kata-kata dari kerangkeng pengertian yang membebani" dan kita mengenalnya dengan "kredo puisi." Â
Lain lagi dengan W.S. Rendra yang puisinya berisikan "Pemberontakan melalui kata" untuk melawan kesewenang-wenangan.
Puisi Taufik Ismail bagai "Kabar berita yang menggugat peristiwa" Sedangkan puisi Joko Pinurbo disebut "Puisi yang hadir."
Setiap pemuisi memiliki kecenderungan, gaya, pilihan diksi, imaji (simbol) dan nilai-nilai estetik yang berbeda-beda tak mesti disamakan semua.
Namun dalam puisi yang dibuat ada pemikiran, emosi, bentuk, kesan dan pesan yang ingin disampaikan pemuisi kepada masyarakat.