Mohon tunggu...
Jamalludin Rahmat
Jamalludin Rahmat Mohon Tunggu... Penjahit - HA HU HUM

JuNu_Just Nulis_

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Sains dalam Timbangan Filsafat

27 Juni 2020   09:26 Diperbarui: 27 Juni 2020   09:26 289
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Illustrated by Istockphoto.com

Filsafat adalah ibu dari ilmu pengetahuan_Anymous_

Filsafat sebagai Pemicu Kemunculan Ilmu Pengetahuan

Sebab di masa Yunani Kuno filsafat adalah ilmu pengetahuan (sains) dan ilmu pengetahuan adalah filsafat. Filsafat dan ilmu pengetahuan berada dalam satu tarikan napas.

Bukankah kemunculan ilmu pengetahuan tak dapat dilepaskan dari filsafat yang mengajak orang-orang untuk berpikir secara mendalam menggunakan akal pikiran untuk memunculkan sains (ilmu pengetahuan).

Teori gravitasi Newton bermula dari buah apel yang berjatuhan di kepalanya kala merenung bersandar di pohon apel.

Terlintas dalam pikiran Newton bahwa kekuatan gravitasi yang membuat sebuah apel jatuh dari pohon ke tanah.  

Rumus gravitasi Newton kemudian dimasukkan ke dalam Ilmu Fisika yang merupakan cabang dari Ilmu Pengetahuan Alam.

Atau kemunculan Ilmu Ekonomi yang merupakan "anak" dari Filsafat Moral, berbicara baik dan buruk secara filsafat oleh Adam Smith.  Sehingga Adam Smith digelari Bapak Ekonomi dan pelopor ilmu ekonomi modern.

Sayangnya ilmu ekonomi modern mengejewantah dalam kapitalisme yang kemudian melepaskan diri seutuhnya dari moral. Kapitalisme menciptakan ekonomi yang serakah, penuh kepentingan pribadi yang melihat manusia sebatas homo economicus.

Kesejahteraan ekonomi sebatas pemenuhan kesejahteraan fisik dengan melupakan kesejahteraan non-fisik. Di Indonesia oleh Orde Baru disebut dengan istilah "Pembangunan di segala bidang."

Illustrated by Pixabay.com
Illustrated by Pixabay.com

Sains yang Berwajah Ganda

Kemunculan ilmu dan pesatnya perkembangan ilmu yang berujung tekonologi tidak bisa dilepaskan sejarah filsafat (ilmu pengetahuan).

Secara garis besar pembabakan sejarah ilmu pengetahuan dari kemunculan ilmu pengetahuan periode Yunani Kuno (abad 6 SM-3 SM) kemudian dilanjutkan oleh Romawi Kuno (abad 8 SM-5 M).

Kemudian dilanjutkan oleh Islam (abad 6 M-12 M) lalu dilanjutkan lagi oleh Eropa Abad Pertengahan (abad 5 M-15 M), dan "disempurnakan" oleh Eropa Modern (ababd 15 M-saat ini).

 Dipicu oleh renaisans --kebangkitan kembali ilmu dan peradaban Eropa di abad ke-15---kemudian melahirkan masa modern menjadikan ilmu mengalamai spesialisasi keilmuan. Ini menjadikan ilmu terkota-kotak sesuai dengan ciri khas masing-masing.

Di satu sisi ini baik karena ada garis pemisah yang jelas antara satu ilmu dengan ilmu lainnya dengan mengetahui objek yang dibahas dan bagaimana cara membahasnya sehingga menyelesaikan persoalan manusia.

Di lain sisi ada imbas buruk yaitu muncul kepongahan ilmuan, atau satu ilmu merasa lebih unggul dari ilmu lainnya. Dominasi antar ilmu terjadi. Mendaku yang paling berkompeten.

Lupa bahwa ilmu pengetahuan dengan ciri khasnya itu sejatinya saling isi mengisi dan bersinergi untuk menyelesaikan persoalan manusia itu tadi.

Sains berwajah ganda, buruk dan baik. Ciri khas sains yang disebut dengan metode ilmiah (observasi, eksperimen, validasi, dan objektif) menolong manusia untuk menyelesaikan persoalan dan membuat baik keadaan.

Contoh sederhana sains yang menghasilkan teknologi sehingga memudahkan manusia dalam berkomunikasi walaupun terbentang jauh jarak dan fisik.

Dulu sangat susah berkomunikasi dengan hanya mengandalkan surat namun kini dengan adanya smartphone, komunikasi menjadi lancar, mudah dan mendekatkan yang jauh.   

Gambar diambil dari Kompas.com
Gambar diambil dari Kompas.com

 Filsafat Positivistik yang "Meracuni" Sains 

Auguste Comte yang dianggap sebagai bapak dari filsafat positivis kemudian melahirkan Ilmu Pengetahuan Alam modern.

Positivis sebuah aliran dalam filsafat yang menyatakan ilmu alam sebagai satu-satunya sumber pengetahuan yang benar dan menolak metafisika (hal-hal dibalik yang fisik atau tampak).

Tidak mengenal adanya pendapat atau dugaan yang tidak berdasarkan kenyataan (spekulasi), semua didasarkan pada data empiris (berdasarkan pengalaman, percobaan, pengamatan).

Sebab itu hal-hal yang gaib (metafisika) seperti malaikat, jin, wali Tuhan ditolak oleh kaum positivis karena tidak bisa diempiriskan melalui eksperimen.  

Pun cara-cara penerapan yang dilakukan oleh ilmu pengetahuan harus dapat pula diterapkan pada ilmu-ilmu lainnya supaya hasilnya persis sama.

Umpama, kala Ilmu Pengetahuan Alam meneliti air sampai suhu berapa mendidihnya maka disimpulkan bahwa air yang dipanaskan pada suhu 100 derajat celcius akan mendidih.

Oleh kaum positivis (Ilmu Pengetahuan Alam) cara-cara penelitian diatas dapat pula diterapkan dan digunakan kepada ilmu pengetahuan lainnya. Mereka lupa bahwa itu hanya dapat diterapkan kepada benda mati.

Ini tidak akan mungkin bisa diterapkan kepada kepada ilmu pengetahuan sosial, ilmu pengetahuan agama, ilmu pengetahuan humaniora dan ilmu-ilmu lainnya.

Dapatkah penilaian ini diterapkan kepada ilmu sosial yang bukan meneliti benda mati yaitu manusia.

Umpama, pipi Ani dicubit oleh Budi. Dapatkah kita mengetahui dengan mengukur berapa dalam sakit hati Ani dicubit oleh Budi.

Illustrated by Istockphoto.com
Illustrated by Istockphoto.com

Kebijaksanaan Filsafat dalam Kealpaan Sains

Di masa modern ini Ilmu filsafat kemudian terhenti hanya pada seputar kajian Tuhan, alam dan manusia secara mendalam menggunakan akal pikiran.

Ilmu pengetahuan (sains) kemudian dilepaskan dari filsafat sebagai sebab mula kelahiran ilmu sehingga ilmu kehilangan kebijaksanaannya dan hanya ingin memenuhi hasrat pengetahuan manusia saja.  

Kata filsafat mula kali diperkenalkan oleh Phytagoras yang berasal dari bahasa Yunani "Philos" berarti cinta, ingin dan "Shopia" berarti "kebijaksanaan, pengetahuan, dan kebenaran."

Jadi filsafat adalah cinta kebijaksanaan, ingin menjadi orang yang bijaksana, cinta kebenaran dan cinta pengetahuan.

Ini dikemukakan oleh Phytagoras untuk menyindir kaum sophis yang merasa diri sudah sangat paling bijaksana, merasa diri paling benar, dan merasa diri paling berpengetahuan dari orang lain.

Karena bagi Phytagoras, manusia hanya bisa berusaha ingin menjadi orang yang bijaksana bukan orang yang paling sangat bijaksana sehingga menyaingi Tuhan yang Maha Bijaksana.   

Sebab di kala itu ada segolongan orang-orang pintar yang merasa paling sangat bijaksana dan memiliki ilmu pengetahuan namun memperjual belikannya kepada rakyat Yunani Kuno demi uang. Kaum ini disebut dengan Sophis.

Apakah di masa saat ini tidak adakah kaum sophis? Ada tapi namanya bukan sophis namun perilakunya sama dengan kaum sophis.

Seperti ada sebagian ilmuan (saintis) yang ilmunya bertujuan untuk keserakahan diri sendiri,dan hanya pemenuhan hasrat pengetahuan.

Ada juga ilmuan yang memperjual belikan ilmu dan penemuannya demi bertriliun uang dan kemegahan ambisi.

Pun ada juga ilmuan yang mengabdi mulia demi Tuhan dan kemanusiaan bahwa ilmu pengetahuan beri kebermanfaatan dan berkah untuk seluruh makhluk di muka bumi.  

Yang perlu ditanamkan adalah nalar kebijaksanaan filsafat dalam ilmu pengetahuan sehingga sains tidak kering kerontang, hampa makna dan terhindar dari mengeksploitasi manusia dan alam secara buas. Semoga.  

Jamalludin Rahmat [JR]

Curup

27/06/2020

[Ditulis untuk Kompasiana.com]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun