Bukankah pengalaman itu lebih berharga dari segudang teori_Pepih Nugraha_Pendiri dan Chief Operation Officer Kompasiana_
Mula Tahu Kompasiana.com
Mula tahu saya dengan Kompasiana.com dari seorang abang. Abang ini sering menulis di status facebooknya, blog dan menulis di Kompasiana.com. Beramai-ramai lah kita mendaftar (login) ke Kompasiana.com.
Si abang dengan sabar "mengasuh" selama beberapa hari sampai kita terdaftar jadi kompasianer (istilah yang diberikan kepada orang-orang yang telah terdaftar dan menulis di Kompasiana.com).
Kemudian hari-hari sambil bekerja diisi dengan obrolan tentang apa yang akan ditulis hari ini, esok hari dan esok harinya lagi di Kompasiana.com. Pemula kan semangat 45 membara. Pokoknya "hajar" dengan menulis.
Bagaimana dengan pendapat orang-orang? Biarlah itu jadi urusan orang lain. "Ngurusin" diri badan sendiri saja susah apalagi "ngurusin" badan orang lain. Damai ya, kan nggak sengaja.
Bertahankah kita yang ramai tadi? Bertahan pelan-pelan ditengah kesibukan kerja. Semangat menulis selalu dipantik dengan saling mengompori sambil canda tawa.
Kini bagaimana? Seiring waktu gairah menulis bangkit kembali --karena si abang tadi yang bersetia menjaga gawang-- dan beberapa orang mulai menemukan kecenderungan dan ciri khas tulisan sesuai kategori di Kompasiana.com.
Ada yang cenderung dan fokus menulis di kategori olahraga (bola) diiringi menulis di kategori humaniora (edukasi).
Ada yang cenderung ke kategori fiksiana (cerpen, novel dan puisi) dan gaya hidup (hobi). Pun coba-coba menulis tentang hiburan (film), politik dan ekonomi.
Kompasiana.com merupakan blog jurnalis Kompas yang mengubah bentuk menjadi sebuah media warga atau citizen media yang siapapun boleh menulis tapi jangan lupa daftar (login) dulu.
Di Kompasiana.com, setiap orang dapat mewartakan peristiwa, menyampaikan pendapat dan gagasan pun menyalurkan aspirasi dalam bentuk tulisan, gambar ataupun rekaman audio dan video.
Jika memilih bentuk tulisan maka kategorinya yaitu ekonomi, fiksiana, gaya hidup hiburan humaniora, kotak suara, politik, teknologi, wisata. Silahkan pilih sesuai dengan selera menulis Anda.
Adakah Manfaat Menulis di Kompasiana.com?
Menurut saya pribadi ada. Kasih tahu nggak ya? Oke dikasih tahu tapi tolong dicatat ya Dik supaya nggak hilang ditelan angin malam yang memilu.
Pertama. Kita kunyah pelan-pelan dulu pernyataan dari Rusdi Mathari bahwa "Saya menulis karena saya ingin berbagi pilihan pandangan dan perspektif, meski kadang harus melawan pendapat umum."
- Â Kok terasa berat kali mengunyah apa yang disampaikan Rusdi Mathari itu ya Bang.
+ Kan belum sampai 33 kali kunyah Dik.
+ Begini, Dik. Orang boleh rambut sama hitam (kecuali yang diwarnai dan beruban lebat) namun pemikiran berbeda-beda.
+ Setiap peristiwa yang dilihat, di dengar, di rasa oleh seseorang akan dicerna oleh akal pikiran.
Hasil cerna akal pikiran ini kemudian ada yang langsung "meletus" dengan diceritakan kepada orang lain, ada yang disimpan sendiri dan juga ada yang menuliskan.
Nah, yang menuliskan ini maka ia akan mengemukakan apa yang ia ketahui dan alami menurut pendapatnya sendiri (perspektif). Apakah boleh, bolehlah!
Beda perspektif akan menambah informasi atau pengetahuan orang lain dan disinilah penulis yang "melawan arus" sangat diperlukan karena ia memiliki sudut pandang tulisan yang berani berbeda dari kebanyakan orang lain.
+ Ingat, Dik. Yang ikut arus itu cuma sampah dan bangkai.
- Sepakat dedeq, eh Dik, Bang.
Kedua. Semakin seseorang sering menulis (plus membaca, menelaah, berpikir kritis) maka ia akan semakin cakap menulis dalam kondisi apapun dan tulisannya bernas.
Coba bandingkan orang yang sedari kecil memiliki bakat sepakbola namun kala dewasa malas latihan dengan orang yang tak berbakat sepakbola namun sering latihan sepakbola.
Siapakah yang akan lebih hebat? Tentu, orang yang sering latihan, disiplin dan ulet akan hebat karena bakat akan padam karena kemalasan, tak disiplin dan enggan ulet.
Seperti itu juga menulis yang harus sering dilakukan (dilatih) terus-menerus supaya mahir menulis. Seperti peribahasa "Alah bisa karena biasa."
+ Mau lagi contoh, Dik?
+ Pernah lihat pisau berkarat dan tumpul kan Dik?
- Pernah Bang.
+ Apa yang akan terjadi jika pisau berkarat dan tumpul seringkali diasah Dik?
- Akan tajam, Bang.
+ Pun begitu menulis, Dik.
+ Semakin sering menulis maka buat isi tulisan semakin tajam dan ciri khas kita ketemu yang membuatnya berbeda dengan ciri khas tulisan orang lain.
- Oh, gitu ya Bang.
+ Iya, Dik.
+ Namun setajamnya pisau kan tak melukai hatimu, Dik.
+ Justru hati Abang terlukai oleh pisau cintamu, Dik.
- Huuu. Abang gombal.com
+ Eh, Dik tak ucap terima kasih?
- Nggak Bang, udah malam lagian ngantuk dan panjang amat ceritanya.
+ Maafkanlah. Oke, kapan-kapan kita sambung ya Dik.
+ Dik, telepon bersuara...Â
- Zzzzzzzzzzz, Dik tertidur pulas.
Jamalludin Rahmat (JR)
Curup
22/06/2020
Terima kasih Mas Pepih Nugraha
[Ditulis untuk Kompasiana.com]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H