Di ruangan tamu ini Pak Rumi menyediakan kertas plano yang ditempel di dinding dan spidol warna-warni tergeletak di lantai yang beralas tikar pandan. Setiap anak-anak boleh dan bebas mau menuliskan hasil dari buku yang dibaca berapapun pendek dan panjang kata-katanya atau menggambar dan melukis tapi satu syaratnya setelah selesai maka anak-anak itulah sendiri yang akan membereskan dan merapikan kembali buku-buku dan spidol yang berserakan dan dikembalikan ke tempat semula. Anak-anak menyebutnya ini dengan nama operasi semut. Â Â Â
Sedangkan para ibu-ibu biasanya di sore Minggu bertandang ke rumah Ibu Rabi'ah untuk baca buku sambil bercerita. Buku-buku yang disukai ibu-ibu yaitu buku tentang kerajinan tangan, masak-memasak, majalah kecantikan dan busana.
Karena sering berkumpul dan membaca ini maka tercetuslah keinginan untuk membuat karya kerajinan tangan yang bernuansa buku dan literasi seperti sarung bantal yang bergambar buku dan bertuliskan kata-kata bijaksana, dan warung makanan literasi lesehan yang menjual makanan-makanan dibuat oleh ibu-ibu, pengunjung sambil lesehan  bisa baca buku juga ada door prize dua bulan sekali bagi pengunjung yang telah tamat membaca buku apapun itu judulnya dan menuliskannya kemudian tulisan ini dipajang di dinding warung literasi dan papan pengumuman di Balai Desa Literasi. Setelah dua bulan mematangkan ide maka terkabullah keinginan ibu-ibu itu dengan dukungan bersama dari bapak-bapak, anak-anak, tetua kampung dan perangkat desa.  Â
Para bapak menjadikan warung makanan literasi ini untuk berkumpul setiap malam minggu sambil main catur, batu domino dan main remi di dampingi segelas kopi, teh, susu teh telur dan aneka minuman lainnya. Untuk bapak-bapak yang kurang suka atau tidak bisa permainan itu maka membaca buku. Seringnya berkumpul ini maka hubungan rasa persaudaraan semakin tertanam jauh mendalam ke lubuk hati dan memunculkan kegiatan-kegiatan bermanfaat untuk Desa Literasi disamping mendukung apa yang dilakukan oleh ibu-ibu.
Para bapak-bapak yang kurang hobi main catur, batu domino dan remi kemudian membuat sebuah permainan yang bernama kartu padanan kata dan lawan kata. Permainan ini terinspirasi dari buku berjudul 'Nilai-Nilai Filosofis dalam Permainan Remi' ditulis oeh Abu Nuwas.
Para tetua kampung dengan kesepuhannya maka setiap kali ada kegiatan-kegiatan ikut hadir serta. Pun di momen-momen tertentu para tetua kampung memberikan petuah tentang betapa mulia dan bermanfaatnya membaca buku dan menulis bagi kemanusiaan bahkan mereka berdonasi buku.
Aparatus desa di Balai Desa Literasi selama lima belas menit pagi sebelum bekerja dimulai membiasakan diri baca buku selama hari kerja dari Senin sampai Jumat. Dan pada peringatan hari buku baik nasional maupun dunia dan ulang tahun desa diadakan sayembara menulis, donasi buku ke rumah anak-anak yang belum atau sedikit memiliki buku anak-anak. Pun bagi ibu-ibu yang baru melahirkan anak diberikan satu buah buku untuk anak itu sebagai ucapan syukur dari pihak desa.
Warga dan aparatus Desa Literasi bersama bahu-membahu melakukan kebaikan-kebaikan berbasis literasi untuk kemuliaan manusia dan kemanusiaan.Â
Ini mereka lakukan jauh dari hiruk pikuk pemberitaan dari televisi-televisi, koran-koran dan media sosial sampai kemudian di suatu ketika ada pertemuan besar yang melibatkan pejabat negara tertinggi dan tinggi yang membawahi Desa Literasi yang muncul kepedulian kepada rendahnya minat baca, berita hoaks, anarkis di media sosial.Â
Pertemuan ini dilakukan karena munculnya hasil survey dari pemeringkat baca internasional yang menempatkan negara itu di peringkat tiga dunia yang literasinya rendah dan desakan beberapa negara kaya bahwa jika ingin berhutang dan dipinjamkan maka diperbaiki ketiga hal itu.
Hasil keputusan pertemuan pejabat negara tertinggi dan tingi itu menjadikan Desa Literasi menjadi Negara Kesatuan Republik Literasi (NKRL), lambang negara diubah menjadi buku yang mengeluarkan cahaya, semboyan negara diubah menjadi 'Jadilah Mulia dengan Literasi (Membaca dan Menulis).'