Filsafat sebagai Titik Picu Kemunculan Ilmu
Kala kata "philosphia" diperkenalkan oleh Phytagoras yang bermakna cinta kebijaksanaan, orang yang cinta pengetahuan, atau orang yang cinta kebenaran. Ia merupakan kritik terhadap kaum sofis yang merasa diri paling bijaksana dan serba berpengetahuan kemudian mengajari orang-orang Yunani bertujuan demi materi.
Ujar Phytagoras lagi "yang paling maha bijaksana adalah Tuhan. Kita (manusia) hanya dapat sampai pada level mendekati kebijaksanaan." Karena kata "philosophia" terambil dari akar kata "philos" yang berarti cinta dan ingin sedangkan "sophia" berarti bijaksana, pengetahuan dan benar.
Di samping mencintai kebijaksanaan atau berusaha menjadi orang yang bijaksana, di lain sisi filsafat memicu untuk munculnya  ilmu-ilmu dengan kajian secara mendalam menggunakan akal atau nalar. Sehingga kita kenal pernyataan "filsafat adalah induk atau ibu ilmu pengetahuan."
Seperti filsafat etika di masa Yunani kuno merupakan induknya dari ilmu ekonomi. Atau ilmu pengetahuan alam yang ada saat ini dulunya di masa Yunani kuno dikenal dengan nama filsafat alam.
Filsafat etika membahas secara mendalam tentang baik dan buruk menggunakan akal. Apa itu keburukan? Apa itu kebaikan? Mengapa ada manusia yang berbuat baik dan buruk? Apa hakikat kebaikan? Apa hakikat keburukan? Apa tujuan berbuat baik dan buruk?
Filsafat alam mengkaji secara mendalam dengan akal asal-usul alam semesta (kosmologi) dan peristiwa yang terjadi di alam semesta (kosmogoni) yang kemudian memunculkan anak-anaknya yaitu ilmu biologi, ilmu fisika dan lain-lain.
Filsafat Ilmu: Kembali Membijaksanakan Ilmu
Yunani Kuno yang memicu kemunculan filsafat sehingga berujung pada kemunculan ilmu ilmiah mengalami masa kemunduran. Peradaban Romawi lah yang kemudian melanjutkan tongkat estafet keilmuan karena itu beberapa istilah dalam keilmuan menggunakan bahasa Latin.Â
Kala keilmuan Romawi kuno memudar disambut oleh Islam dan di istilah-istilah keilmuan memakai istilah Islam pun ketika Islam mengalami masa kemunduran kemudian Barat muncul dan kita temui lagi istilah-istilah dalam keilmuan menggunakan bahasa Barat. Ini disebut dengan sejarah perkembangan ilmu.Â
Di abad 21 atau abad kontemporer ilmu mencapai puncaknya yang berujung pada penemuan-penemuan canggih yang disebut teknologi. Di kbbi.web.id, teknologi yaitu metode ilmiah untuk mencapai tujuan praktis; ilmu pengetahuan terapan; keseluruhan sarana untuk menyediakan barang-barang yang diperlukan bagi kelangsungan dan kenyamanan hidup manusia.
Capaian-capaian kemajuan dari ilmu tak luput dari kritik karena ilmu yang memunculkan teknologi bagaikan pedang bermata dua. Di satu sisi ada dampak positf di lain sisi ada dampak negatif. Sebab inilah muncul filsafat ilmu. Filsafat ilmu adalah kajian kritis mendalam tentang ilmu. Pun secara garis besar ada tiga hal yang dibahas atau di kritisi oleh filsafat ilmu kepada ilmu.
Pertama. Landasan ontologis yaitu mengkaji tentang hakikat ilmu. Pada landasan ontologis ini beberapa hal di kritisi dari ilmu yaitu apa obyek yang ditelaah ilmu? Bagaimana hakikat adanya dari obyek tersebut? Bagaimana hubungan antara obyek tadi dengan daya tangkap manusia yang membuahkan pengetahuan?
Kedua. Landasan epistemologis yaitu membahas bagaimana cara ilmu diperoleh. Bagaimana proses diperolehnya pengetahuan yang disebut ilmu? Bagaimana tahapan-tahapan yang dilalui (prosedur)? Apa-apa saja yang mesti diperhatikan agar memperoleh pengetahuan yang benar? Kriterianya apa? Apa yang disebut kebenaran itu? Adakah kriterianya? Cara, teknik, sarana apa yang membantu kita dalam mendapatkan pengetahuan yang disebut ilmu?
Ketiga. Landasan aksiologis yaitu untuk apa atau kegunaan ilmu yang dimiliki seseorang. Untuk apa pengetahuan yang berupa ilmu itu dipergunakan? Bagaimana hubungan antara cara penggunaan ilmu tersebut dengan aturan moral? Bagaimana penentuan obyek yang ditelaah ilmu tersebut berdasarkan pilihan-pilihan moral? Bagaimana hubungan antara teknik prosedural (cara yang dipakai melalui tahapan-tahapan sehingga sampai kepada hasil) yang merupakan operasionalisasi metode ilmiah dengan norma-norma moral?
Pada titik ini ilmu (teknologi) kemudian hanya bersifat instrumental (alat) untuk capaian praktis demi memudahkan pekerjaan dan menyejahterakan manusia. Semisal ada insinyur kehutanan yang mengetahui seluk beluk kehutanan maka semestinya mereka adalah orang-orang yang menggunakan pengetahuan ilmiah untuk menyelesaikan masalah praktis (dalam hal ini tentang kehutanan) menggunakan teknologi. Terjadikah itu? Â Â
Apa yang terjadi. Hutan mengalami penggundulan. Fungsi hutan yang menyerap dan menyimpan air untuk mengatasi banjir dan air untuk keberlangsungan hidup manusia  diabaikan. Menjadi aneh kala hutan ditebang semena-mena kemudian sibuk se-sibuknya melakukan penghijauan.
Kala ilmu hanya semata dilihat sebagai alat (instrumental) demi pemuas kesejahteraan manusia terasa ada yang hilang. Yang hilang itu adalah kebijaksanaan ilmu atau lebih tepatnya kebijaksanaan pemiliki ilmu itu.Â
Maka kala filsafat yang identik berpikir dengan nalar secara mendalam untuk berusaha menjadi orang yang bijaksana perlu di dengungkan kencang. Ini bertujuan untuk "pelita di tangan orang yang mengerti apa itu pelita dan mengetahui tujuan mengapa ia menggunakan pelita di kala gelap gulita bukan di siang hari yang terang."
Lebih lanjut, filsafat ilmu mengkritisi ilmu-ilmu yang ada saat bahwa ilmu bukan hanya alat (instrumental) untuk pemuas keinginan demi kesejahteraan yang mengabaikan sisi etis. Filsafat ilmu juga mengajak semua ilmu untuk melihat kembali kelahiran ilmu di masa Yunani Kuno yaitu untuk kebijaksanaan demi tercapainya kesejahteraan manusia tanpa mengabaikan sisi kemanusiaan.
Jamal Rahmat
Curup
10 Maret 2020