Â
Bila jurnalisme bicara dengan fakta, sastra bicara dengan kebenaran_Seno Gumira Ajidarma dalam "Ketika Jurnalisme Dibungkam, Sastra Harus Bicara"_
Adalah semua orang Dukuh Paruk--termasuk Srintil--mereka tidak tahu apa-apa tentang sistem atau jalinan birokrasi kekuasaan. Dalam wawasan mereka semua priayi adalah sama, yakni tangan kekuasaan. Setiap priayi boleh datang atas nama kekuasaan, tak peduli mereka adalah hansip, mantri pasar, opas kacamatan, atau seorang pejabat dinas perkebunan negara esperti Marsusi. Dan ketika kekuasaan, menjadi aspek yang paling dominan dalam kehidupan masyarakat, orang Dukuh Paruk seperti Srintil tidak mungkin mengerti perbedaan antara polisi, tentara, dan pejabat perkebunan. Semuanya adalah tangan kekuasaan dan Srintil tidak mungkin bersikap lain kecuali tunduk dan pasrah_Ahmad Tohari_Novel Ronggeng Dukuh Paruk_
Â
Era Orde Baru dengan watak keseragaman, kestabilan, pemerhatian lebih kepada kemapanan kelas elite, dan teori pembangunan dari J.J. Rostow yang didukung oleh militer melakukan cara bagaimana suara orang-orang kecil terlena buai dan membungkam kekritisan. Suara orang-orang kecil adalah orang-orang yang tinggal di desa dan secara pendidikan, ekonomi, kebudayaan, hukum, dan, sosial kurang terperhatikan (sesuatu yang disengaja).
Peristiwa-perisitiwa mengenaskan yang menimpa penduduk desa dan orang-orang kecil tentang pendidikan yang diabaikan, ekonomi dikeruk oleh pengusaha yang ber-kongkalikong dengan birokrat, kebudayaan yang harus diseragamkan, hukum yang dibutakan dan pedang keadilan yang sengaja ditumpulkan di Era Orde Baru sengaja ditutup rapat.
Pers yang mencoba menggali dengan kekritisannya dibungkam dengan dicabut surat izin usaha penerbitan pers (SIUPP), para tokoh yang bersuara lantang dibatasi gerak-geriknya. Intinya, segala bentuk perlawanan karena ada cara yang salah dalam mengurus Negara untuk rakyat Indonesia sejahtera tak dinikmati oleh desa dan orang-orang kecil. Â Â
Pembungkaman terhadap para jurnalis dan para tokoh tak menyebabkan jiwa perlawanan itu pudur seketika justru di panggung sastra perlawanan itu terjadi melalui karya-karya berbentuk novel, puisi, teater dan cerpen dengan orang-orang diantaranya bernama Ahmad Tohari. Â
Desa Tinggarjaya, Jatilawang, Banyumas, Jawa Tengah, tempat dimana Ahmad Tohari lahir pada tanggal 13 Juni 1948. Ahmad Tohari dikenal sebagai sastrawan dan budayawan.