Mohon tunggu...
Jamalludin Rahmat
Jamalludin Rahmat Mohon Tunggu... Penjahit - HA HU HUM

JuNu_Just Nulis_

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mampukah Sebuah Buku Mengubah Hidup Seseorang?

16 Juli 2019   09:29 Diperbarui: 25 Juli 2019   17:37 139
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Kita siap sedia menerima sukacita tapi sekuat daya -- bersekongkol hati dan pikiran-- menolak dukacita_anymous_

Suka dan duka bersilih ganti bertandang ke hati manusia. Keniscayaan yang mustahil ditolak. Beberapa pertanyaan dari yang kecil sampai besar akan muncul seperti apa yang mesti dilakukan ketika duka hampiri dan juga pertanyaan sebaliknya kepada suka. Mengapa duka ini ditimpakan kepada saya dan bukan kepada orang lain?

Beragam reaksi yang muncul dan dilakukan manusia ketika hadapi duka dan suka. Ada yang berpegang pada agama yang dianut agar ikhlas dan sabar dengan ketentuan Tuhan. Kedekatan kepada Tuhan jadi lebih intensif ketika suka dialami justru sebaliknya bersikap.

Atau mengkaji jalan orang-orang yang dianggap sebagai tokoh yang penuh lika-liku untuk mengetahui apa yang harus dilakukan. Para tokoh ini adalah orang-orang yang lebih dulu mengalami peristiwa dan telah bersikap serta kadangkala apa yang mereka alami sama dengan yang kita alami. Ibarat cermin, mereka jadi pemantul diri tentang apa yang kita lakukan.

Pada orang-orang ini kita biasanya mencari kekuatan kata-kata yang diujarkan dan sering disebut dengan kata mutiara atau kata kebijakan supaya hati tegar. Juga ada yang bercerita kepada orang-orang dekat yang dipercayai atau teman dekat supaya hati lega walaupun terlepas sesaat.

Mengubah Diri ala  Buku Paulo Coelho

Pertanyaan dari judul di atas adalah mungkin dan mampukah? Tidak setiap orang mampu bertahan lama untuk mengikuti kata-kata kehidupan-- saya menyebutnya seperti itu-- karena kekuatan kata-katanya sanggup "menghidupkan" jiwa yang terbelit terbelenggu untuk sadar diri dan melanjutkan jalan hidup bahwa "Setelah berhasil mengatasi masalah yang sangat berat, jangan menghabiskan waktumu dengan mengingat-ingat masa-masa sulit, pusatkan saja perhatianmu pada rasa sukacitamu karena telah berhasil melalui ujian kehidupan yang lain lagi." (Paulo Coelho, 2017: 134).

Pun hati kadangkala menguat dan melemah tak dapat dihindari karena rasa putus asa hampiri ketika mengenang masa kelam dan kini ujung cahaya belum tampak. Sekali lagi, mampukah "kata kehidupan" itu membenam ke dalam hati sanubari dan mengingatinya supaya mengubah diri dan tak berlarut pada rintangan itu.

"The Alchemist" atau "Sang kimia" dianggap salah satu karya terbaik dari Paulo Coelho tapi buku "Seperti Sungai yang Mengalir" dan "Kitab Suci Kesatria Cahaya" melebihi capaian itu.

Di buku "Kitab Suci Kesatria Cahaya" maka "kata-kata kehidupan" mendenyut nadi si pembaca dan menggerakkan "kegagalan- kegagalan" menjadi sesuatu yang patut dirayakan supaya gerak kehidupan mesti berlanjut terus-menerus.

Rintangan hidup bak tempat istirahat sementara yang meminta kita untuk singgah melepas penat, meminum dan memakan perbekalan yang dibawa supaya badan kuat dan segar kembali.

Paulo Coelho memiliki ceruk pembaca tersendiri karena buku-buku yang dibuatnya berisikan kebijaksanaan hidup dari apa yang pernah dialaminya sendiri dan paduan dari tokoh-tokoh sufi Islam, Zen, Kristen, Tao.

Bahasa tulis Paulo Coelho menyentuh hati bagi siapa pun juga dan menguatkan jiwa seseorang, pelita diri di tengah berkecamuknya jiwa.

Kepahitan pengalaman hidup yang pernah dialami Paulo Coelho dan orang-orang yang pernah ditemuinya dari berbagai penjuru dunia -- ditambah kata hikmah dari para tokoh berbagai agama -- kekuatan utamanya.

Karenanya ketika dibaca menjadi obat yang menyembuhkan orang-orang yang bertahan mengalami kekelaman hidup, optimis di kala badai hidup menerjang.

Lebih dari itu Paulo Coelho memberikan kepada orang-orang bagaimana menghadapi hal-hal diatas. Paulo Coelho bukan orang yang berada "di luar panggung" kehidupan manusia justru ia terlibat "dalam panggung." Ditambah lagi kemampuan Paulo Coelho "meramu" dan "menghidangkan" kebijaksanaan hidup dari tokoh-tokoh agama Kristen, Islam, Zen, dan Tao semisal Jalaluddin Rumi, Fariddudin Attar, Yesus (Nabi Isa), Kong Hucu, dan Lao Tze.

JR
Padang
16.07.2019

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun