Puasa ramadan tibalah dan seusai shalat tarawih mulailah dentuman-dentuman suara meriam bambu menggelegar disertai jilatan api di ujung bambu. Supaya lebih seru di ujung meriam bambu dipasangi kaleng dan ini berujung kepada perang meriam bambu antar teman sambil berhadap-hadapan dengan jarak 10 sampai 15 meter. Untuk membangunkan orang-orang supaya sahur meriam bambu pun memainkan perannya dengan suara dentuman keras itu.
Setiap bambu akan ada 2 orang yang mendampingi. 1 orang yang meniup dan menyulut api dengan kayu dan yang 1 orang lagi memasang kaleng di ujung lubang bambu. Perang bambu pun dimulai.
Siapa yang kena kaleng dari pihak lawan tidak akan marah tapi tertawa-tawa bersama-sama sambil memegangi badan yang kena tembak kaleng tadi. Di situlah jalinan seperasaian sepenanggungan dari mulai mengambil bambu di hutan, menggotongnya ke rumah, menyiapkannya dan perang bambu membuat kemanusiawian tumbuh dan berkembang. Bukankah manusia makhluk perasa?
Para orangtua hanya melihat dari teras rumah sambil tertawa dan berkomentar supaya hati-hati tak ada larangan dengan kata "jangan" atau urat tegang leher mengatakan "tidak boleh" pun tak ada sembunyi-sembunyi dari sang anak dari orangtua ketika bermain perang bambu.
Teknologi yang Melenakan dan Manusiawi yang Melenyap
Di kbbi.web.id teknologi diartikan dengan, metode ilmiah (cara-cara yang sesuai dengan ilmu pengetahuan/sains) untuk mencapai tujuan praktis, ilmu pengetahuan terapan atau keseluruhan sarana untuk menyediakan barang-barang yang diperlukan bagi kelangsungan dan kenyamanan hidup manusia.
Intinya, teknologi yang sang penciptanya manusia bertujuan untuk kelangsungan dan kenyamanan hidup manusia berupa ilmu terapan dan caranya ilmiah. Metode (cara) ilmiah ini berupa fakta (nyata), pengamatan langsung (observasi), objektif (diterima semua kebenarannya) dan di uji kebenarannya (verifikasi) untuk menganggap apakah sesuatu itu ilmiah ataukah tidak. Ilmu pengetahuan alam (IPA) yang membuat ukuran ini dengan tokohnya Auguste Compte.
Efek lebih jauh berpikir ilmiah ketika diterapkan kepada manusia maka unsur-unsur kemanusiawian akan melenyap ke dalam kepastian. Penentangan ukuran ilmiah di IPA ini memunculkan ilmu humaniora yang menyatakan bahwa ukuran pasti pada IPA hanya dapat diberlakukan kepada benda mati dan manusia bukan benda mati tetapi makhluk unik yang memiliki rasa. Â
Bersifat manusia atau kemanusiaan itu bertumbuh seiring berkumpul bersama-sama dalam canda tawa, keriangan hati, derita yang sepenanggungan, dan kata-mengatai bertujuan mengingatkan kawan. Bukan dengan pencet-memencet bermodal jari jempol dan telunjuk yang mengabaikan siapa disamping kita yang ingin bercerita di malam seusai tarawih. Atau berfoto selfie di dalam masjid dan juga berfoto usai tarawih dan 'melaporkan' kepada Tuhan dan manusia dengan di share facebook atau instagram.
JR
Curup