Untuk memajalkan pemikiran sebuah bangsa dan tradisi intelektual tercerabut lalu layu dan meregang nyawa maka penjarakan ide-ide, bakar buku-buku, robohkan perpustakaan _ Â Â _
Ketika aksara ternyata memendam kuasa kenapa kita biarkan ia berkelana _M. Musthafa_
Peradaban Islam pernah capai masa jaya gemilang di abad 8-10 Masehi di masa Dinasti Abbasiyah yang berpusat di Baghdad, Irak. Di era kekhalifahan Abbasiyah ini berdiri dengan megah Baitul Hikmah (rumah kebijaksanaan) sebagai pusat ilmu pengetahuan dan pusat penterjemah. Isi di Baitul Hikmah ini ada observatorium, beribu koleksi buku dari berbagai ilmu, tempat berdiskusi. Â
Berbagai ilmu pengetahuan seperti kedokteran, ilmu alam, seni, logika, matematika dari tanah Yunani Kuno, India, Iran, di terjemahkan ke dalam Bahasa Arab dan proses penterjemahan besar-besaran ini di masa Khalifah Al-Makmun sebabkan munculnya tiga ahli ilmu yaitu ilmuwan, filosof sekaligus ilmuwan dan teolog. Peradaban Islam pelanjut estafet peradaban Yunani Kuno.
Peran besar juga dimainkan oleh ilmuwan penganut agama Kristen Nestorian seperti Jurjis Bukhtisyu, Kristen Suriah bernama Qusta bin Luqa, penganut agama Yahudi dan orang yang baru masuk Islam (muallaf) dalam proses penterjemahan dari bahasa Yunani ke Siryani kemudian ke Bahasa Arab. Di masa itu umat Islam minim yang menguasai bahasa Yunani dan Siryani. Semangat keilmuan menghilangkan curiga berbasis keagamaan. Â Â Â
Lalu terjadilah hal yang mengoyak hati para pencinta ilmu ketika Kota Baghdad, ibukota Irak di tahun 656 H/1258 M tenggelam di merahnya darah manusia dan hitamnya tinta buku. Mayat-mayat terpotong bergelimpangan di jalan-jalan kota dan ribuan buku-buku berserakan membuat sungai-sungai tersumbat. Hulagu Khan dan tentara Mongolia pelakunya. Manusia dan buku dibantai.
Manusia dan buku dibantai. Beberapa ratus tahun kemudian kejadian itu terulang lagi ketika Amerika Serikat dengan Presiden George W Bush Senior yang berdalih Saddam Hussein memiliki bom nuklir dengan memerintahkan tentaranya menyerang dan menghantam Irak dengan desing peluru dan bom via darat dan udara. Perpustakaan-perpustakaan dengan ribuan koleksi yang ada hancur lebur serta banyak nyawa rakyat Irak yang tak tahu apa-apa melayang gratis.
Jalan para ilmuwan muslim penuh hadang dari para tukang fitnah, pendengki. Tersebutlah Ibnu Sina (370-428 H/980-1036 M) ketika perpustakaan istana Kutub Khana terbakar, ia dituduh membakarnya supaya orang lain tidak dapat menguasai ilmu-ilmu yang ada di perpustakaan itu. Cobaan lain yang dialaminya pernah dipenjara oleh putra Al-Syams Al-Dawlah karena kedengkian dan ketidaksenangan saja. Ia dapat meloloskan diri setelah beberapa bulan di penjara dan lari ke kota Isfahan.
Ibnu Sina Bapak Kedokteran dan Psikologi yang menguasai ilmu filsafat, kedokteran, psikologi. Di Eropa dikenal dengan nama "Avicenna." Semasa hidupnya, Ibnu Sina menghasilkan 276 buah karya berbentuk buku (risalah) dan dalam bentuk karangan ilmiah biasa (prosa) dan syair.
Kitab asy-Syifa yang terdiri 18 jilid, merupakan ensiklopedi besar tentang fisika, metafisika, matematika dan logika merupakan karya terpentingya yang hingga kini masih dibaca di perguruan tinggi di dunia. Kitab al-Qanun fi al-Tibb (ensiklopedi tentang kedokteran, yang menjadi pegangan wajib di universitas-universitas Eropa sampai abad ke 17). Â
Lain lagi kisah Ibnu Rusyd sang filosof Muslim dari tanah Andalusia (Spanyol/520-595 H/1126-1198 M). Di Eropa disebut Averrous menguasai ilmu filsafat, hukum Islam, ilmu kalam dan sastra arab juga menekuni matematika, fisika, astronomi, kedokteran dan ilmu logika.
Ibnu Rusyd penulis yang hebat dan subur di berbagai ilmu seperti di bidang filsafat Islam menulis buku Tahafut at-Tahafut. Di ilmu fikih ada buku berjudul Bidayat al-Mujtahid, sebuah karya besar berupa fikih perbandingan dan jadi rujukan para ahli fikih. Di ilmu kedokteran buku berjudul Kulliyat fi at-Tibb, yang membicarakan secara garis besar ilmu kedokteran dan menjadi pegangan mahasiswa kedokteran di Eropa berabad-abad lamanya. Â Â Â Â
Ibnu Rusyd dituduh bid'ah, peniru hasil karya orang lain (plagiat) oleh sekelompok orang dari ahli fikih, penyair, mantan teman belajar, khatib. Mereka meneliti buku yang ditulis Ibnu Rusyd untuk dicari kesalahan-kesalahannya.
Hasil dari kesalahan-kesalahan buku Ibnu Rusyd itu dianggap bid'ah dan plagiat kemudian di susun dalam satu jilid dan mereka pergi menemui khalifah Abu  Yusuf Ya'qub al-Manshur. " Ini bukti kebid'ahan Ibnu Rusyd" ujar mereka sambil berharap hukuman mati menimpa Ibnu Rusyd. Namun, konspirasi itu menemui kegagalan ketika diadakan perdebatan terbuka dan Ibnu Rusyd mampu mempertahankan pendapatnya dan menolak segala tuduhan itu.
Bukannya padam tapi racun cemburu bercampur fitnah justru berkobar-kobar di hati kelompok pembenci Ibnu Rusyd setelah peristiwa itu dan sang khalifah di tahun 593 H/1197 M, karena tekanan dari orang-orang tersebut mengeluarkan perintah agar buku filsafat Ibnu Rusyd dilarang beredar dan di bakar. Ibnu Rusyd disingkirkan dari jabatan di pengadilan dan dijadikan tahanan rumah.Â
Betapa peristiwa berabad silam mengulang kisahnya di hari ini dan hari-hari yang akan datang. Akankah peradaban buku lambat laun meregang nyawa karena dibantai manusia!
Masa berbilang dan orang-orang berganti. Ilmuwan dan buku memasuki era baru disebut dengan era millennial. Istilah tersebut berasal dari millennials yang diciptakan oleh dua pakar sejarah dan penulis Amerika, William Strauss dan Neil Howe. Sebuah era dimana manusia memilki keakraban dengan komunikasi, media, dan teknologi digital dan rerata penggunanya generasi X atau disebut Babby Boomers kelahiran 1990-an.
Buku yang dibaca tidak lagi terbuat dari kertas tapi perangkat keras bernama smartphone yang fleksibel dan multifungsi. Beli buku tidak harus datang langsung ke toko buku tapi bisa pesan online. Ilmuwan dengan keilmuan yang dimilikinya bisa menshare karya tulisnya dan mudah di akses. Dunia di ujung jempol.
Tapi serasa ada yang hilang. Bau kertas buku yang merangsang otak untuk membaca sambil menikmati halaman per halaman tak diperoleh dari smarthpone. Kedalaman bacaan dari buku berbeda dengan dari smartphone. Hasil bacaan dari buku melekat kuat karena telaten dibaca dan tidak dibaca sambil lalu dan ini berbeda dengan smartphone. Semoga ini perasaan saja.
JR
18.04.2019.
Taman Bacaan
Khaled Abou El Fadl. 2002. Musyawarah Buku: Menyusuri Keindahan Islam dari Kitab ke Kitab. Jakarta. Serambi.
Sirajuddin Zar. 2004. Filsafat Islam: Filosof dan Filsafatnya. Jakarta. PT. Raja Grafindo Persada.
Taufik Abdullah. (et al). 2003. Ensiklopedi Tematis Dunia Islam Jilid 4. Jakarta.PT. Ichtiar Baru Van Hoeve.
id.wikipedia.org
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H