Kemampuan mengenali diri di perlukan sekali dalam mengarungi hidup agar dikeluarkan potensi yang tersuruk itu dan selalu memerlukan latihan-latihan diri serta dipaksa, terpaksa agar jadi luar biasa-pinjam istilah pak Zaldy Chan-. Bahkan Socrates pernah berujar “nosce te ipsum” yang berarti “kenalilah dirimu sendiri.” Mengenal diri sendiri bukan kenal siapa nama, asal usul keturunan, sifat yang di punyai tapi melampaui itu semua. Mengenali diri sendiri berarti mengenali diri sampai jiwa yang terdalam.
Ujung dari pengenalan diri adalah cerahnya pikiran, terlapangkan hati dan terus menerus menempa kemampuan diri yang tertemukan supaya lebih tajam. Pada Paulo Coelho, pengenalan dirinya berujung terus menerus berkarya dengan menulis yang mencerahkan jiwa dan pikiran orang-orang serta mengajak orang lain melakukan kebajikan dan jadi pribadi berkebijaksanaan dengan perenungan mendalam.
Coelho akan berbeda dengan Ibnu Hajar al-Asqalani-dalam penemuan kekuatan diri-yang tersadarkan dari sebuah batu yang keras tetapi terus menerus di tetesi air menjadi berlubang bahkan terbelah. Ibnu hajar melahirkan salah satu karya-diantara karyanya- yang terkenal yaitu kitab Fathul Bari (Kemenangan Sang Pencipta), yang merupakan penjelasan dari kitab shahih milik Imam Bukhari dan disepakati sebagai kitab penjelasan Shahih Bukhari yang paling detail yang pernah dibuat.
Coelho dan Ibnu Hajar menjadi Kesatria Cahaya dengan cara mereka yang berbeda tapi tujuan sama yaitu menjadi suluh penerang bagi manusia dengan ilmu atau profesi yang dimiliki. Lalu, kita bagaimana? Pilih mana menjadi Kesatria Cahaya atau Kesatria Kegelapan?
Taman Bacaan
Paulo Coelho. Kitab Kesatria Cahaya. Kompas. Jakarta. 2013.
Khaled Abou El Fadl. Musyawarah Buku: Menyusuri Keindahan Islam dari Kitab ke Kitab. Serambi. Jakarta. 2003.
JR
Curup
05.04.2019.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H