Kedua, hubungan antara dua hal yang setara dan tidak memiliki prioritas ontologis. Artinya, mimesis yang mirip kerjanya dengan dua cermin yang saling dihadapkan. Masing-masingnya memantulkan bayangan yang tidak menghasilkan apa-apa selain phusis (esesnsi atau kehidupan) yang berjalan dengan proses ganda.
Proses kepengarangan yang dilalui bermula dari posisi pengarang itu sendiri kemudian melakukan kaitan kepada realitas obyektif yang terangkum dari fakta faktual dan berujung pada obyektif. Selanjutnya pengarang terhubung lagi dengan fakta imajinatif, daya kreatif, nilai-nilai; estetika dan etika, sikap/visi dan berujung pada subyektif. Jika diteruskan lagi pengarang memiliki cipta sastra yang terhubung dengan fakta artisitik dan berakhir pada inter subyektif.
Pengarang: Subjektif dan Objektif
Budi Darma menuturkan dalama makalahnya "Makna Kebenaran dalam Novel Daun Karya Malim Ghozali PK" tentang sangat bermacam ragamnya pengarang namun pada hakikatnya dapat dibagi kepada dua tipe; pengarang bertipe subjektif dan pengarang bertipe objektif.
Pengarang bertipe subjektif, sadar atau tidak sadar, selalu berusaha untuk menampakkan kepribadiannya sendiri dalam karyanya sebaliknya dengan tipe pengarang objektif yang menekankan negatif capability, yaitu kemampuan untuk menegasikan dirinya dan menghilangkan dirinya dalam karya-karyanya.
Bagaimanapun gaya yang akan dipakai oleh pengarang itu adalah haknya karena setiap pengarang memiliki hubungan penanda dengan karya dan realitasnya.
Hal yang mesti jadi perhatian adalah bahwa kesusasteraan memiliki wilayahnya yang disebut dengan wilayah kesusastraan yaitu; wilayah penciptaan yang dihuni oleh pengarang dan memunculkan cipta sastra. Wilayah penelitian yang digawangi oleh esais/kritikus sastra yang menghasilkan kritikus sastra. Wilayah penikmat yang didiami oleh pembaca dan melahirkan pemahaman.
Belum lagi ketika kita berbicara tentang aliran cipta dalam sastra yang beranjak dari cara ungkap pikiran dan perasaan yang berujung pada aliran-aliran sastra. Seperti aliran; realisme, surealisme, ekspresionisme, impresionisme, romantik, idealisme dan simbolik.
Banyak hal dari dunia kesusasteraan yang tak selalu dipahami secara lebih dalam oleh pembaca. Jika keadaan ini dibiarkan terus menerus alamat sastra Indonesia di ujung tanduk dan secara perlahan-lahan dipinggirkan dari pembentuk peradaban manusia Indonesia seutuhnya.
Sejatinya pengarang sastra dengan hasil karya sastranya menjadi bermanfaat dan menggerakkan sisi kemanusiaan pembaca. Perlu kesinergisan antara pengarang dan pembaca yang disambungkan oleh kritikus sehingga pembaca tahu bagus atau tidaknya sebuah karya sastra dan pengarang pun melahirkan karya sastra yang bermutu.
Curup.
05.03.2019 | JR (Ditulis untuk Kompasiana)