Mohon tunggu...
Jamalludin Rahmat
Jamalludin Rahmat Mohon Tunggu... Penjahit - HA HU HUM

JuNu_Just Nulis_

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ke Manakah Tujuan Cinta?

4 Maret 2019   23:44 Diperbarui: 5 Maret 2019   00:52 110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 Ada banyak kata yang disamakan dengan cinta yaitu asmara, kasih dan sayang. Tapi yang dimaksudkan di sini adalah cinta yang sejatinya berasal dari Tuhan semestinya tidak hanya ditujukan kepada hati yang tertarik pada materi kebendaan, bentuk dan fisik seseorang dan kehilangan makna cinta sejati yaitu kepada Tuhan.

Mencari Akar Cinta dalam Tasawuf

 Sejarah cinta dalam sufi tidak dapat dilepaskan dari permulaan munculnya tasawuf. Sebagai awal mulanya tasawuf muncul dalam aspek kezuhudan (keruhanian yang bersahaja). Ini terjadi pada abad ke-8 Masehi atau abad ke-2 Hijriah. Yang tinggi tingkatan pada masa ini adalah tawakul dan takwa. Cinta tampil menjadi peringkat keruhanian penting sesudah munculnya ahli tasawuf terkemuka.

Pada mulanya cinta ilahi dalam dunia tasawuf diperkenalkan oleh Ja'far al-Shadiq, kemudian sesudahnya muncul Syaqiq al-Balkhi. Yang tidak menyetujui anggapan bahwa tawakul merupakan peringkat keruhanian yang tinggi dalam ilmu tasawauf. Sumbangannya bagi ilmu tasawuf dalam cinta adalah 'cahaya cinta murni ilahi'. Cahaya cinta murni ilahi merupakan peringkat keruhanian yang dipandang lebih penting oleh Syaqiq jika dibandingkan tawakul.

Tokoh besar lain yang merumuskan gagasan cinta adalah Harits al-Muhasibi, seorang filosof dan teolog, dan guru dalam bermacam ilmu pengetahuan yang kemudian tertarik kepada tasawuf. Menurut al-Muhasibi apabila seseorang telah mencapai kedudukan pencinta, maka dia akan memperoleh penglihatan mengenai Dia, dan dia akan menjadi tawanan kuil cinta-Nya yang tersembunyi.

Namun, Rabi'ah al-Adawiyah adalah tokoh yang paling berhasil memperkenalkan cinta Ilahi-di samping Rumi-. Kemunculan Rabi'ah memberikan beberapa arti penting tentang cinta dalam dunia tasawuf diantaranya, pertama, Rabi'ah telah berhasil memberi corak mistisisme sejati pada tasawuf. Gagasan Cinta illahinya membuat medium tasawuf meluas yang tidak hanya gerakan zuhud yang bersahaja tapi juga tasawuf menjelma menjadi gerakan keruhanian yang memiliki perspektif lebih luas. Dengan dipentingkannya bahasa cinta dalam kehidupan tasawuf Rabi'ah membuka jalan yang lebar bagi perkembangan awal puisi sufistik.

Kedua, Rabi'ah berhasil menjadikan cinta sebagai media renungan terhadap Keindahan Abadi Tuhan. Dalam artian hubungan yang bersifat pribadi antara Tuhan dengan manusia bisa tercapai sebagaimana diajarkan oleh al-Qur'an.
Selain Rabi'ah ada juga tokoh sufi lain yang berbicara tentang cinta yaitu Jalaluddin Rumi. Menurut Rumi, segala sesuatu rindu akan manifestasi atau perwujudan diri mereka. Sarjana ingin dikenal karena kesarjanaanya, pecinta ingin dikenal cintanya, sedangkan Tuhan dan perbendaharaan dari cinta dan hikma-Nya yang tersembunyi ingin dijelmakan supaya Dia dapat menampakkan cinta dan hikma-Nya. Kepada mereka yang bersedia menerima petunjuknya.

Apa yang dinyatakan oleh Rumi diatas adalah Cinta Tuhan kepada manusia melebihi cinta manusia kepada Tuhan. Pertanyaan yang muncul: Adakah mungkin cinta antara manusia dengan Tuhan itu terwujud? Menurut Rumi cinta seperti itu mungkin saja terwujud, sebab jiwa manusia merupakan percikan sinar Ilahi.

Pendapat Rumi yang menyatakan bahwa cinta antara manusia dengan Tuhan itu mungkin terwujud didasarkan pada kenyataan mengenai adanya keselarasan antara kecenderungan jiwa manusia dengan sifat-sifat Tuhan. Ini terbukti dengan kecenderungan hati manusia kepada sifat Maha Pengasih (al-rahman) dan Maha Penyayang (al-rahim). Lebih jauh Rumi menjelaskan, cinta, apakah sasarannya manusia atau Tuhan, yang hakiki atau yang lahir, pada akhirnya akan membawa seseorang mengenal Tuhan, dengan syarat seorang pecinta sanggup mengangkat naik cinta dan pengetahuannya ke alam ketuhanan (lahut).( Abdul Hadi W.M, 2001:55). Bahkan Rumi menyatakan dengan puisinya, "Kubiarkan untuk sementara apa yang ada diantara kita. Jika dirimu ingin kembali aku pun akan kembali dan cinta tetap akan seperti semula. Engkau bermesraan dengan dia (manusia) yang tak pernah menepati janji. Dan Kau tinggalkan diriku (Tuhan) yang tak pernah ingkar janji"

Jika apresiasi cinta saat ini yang muncul dalam lagu-lagu musik Indonesia hanya ditujukan semata pada lawan jenis dan pemenuhan nafsu syahwat itu memang perlu dipertanyakan ulang. Pemahaman yang dangkal terhadap cinta, kasih sayang hanya akan membawa kerugian pada kemanusiaan yang dalam Islam dibangun atas cinta yang tertuju pada Tuhan. Maka, nilai kemanusiaan dan ketuhanan dalam bangunan kuil cinta manusia saat ini sejatinya tersatukan dengan tetap memposisikan Tuhan sebagai tujuan utama dari cinta dan kasih sayang serta kemanusiaan sesudahnya.

Curup

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun