Mohon tunggu...
Fakhraen Fasya
Fakhraen Fasya Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa Perencanaan Wilayah dan Kota - UNIVERSITAS JEMBER

Seorang mahaswa dengan antusiasme ilmu perencanaan. Mendalami ilmu analisa spasial berbasis GIS.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

BBM Naik, Akankah Urgensi untuk Melihat Ekonomi Lokasi Berkembang?

14 September 2022   20:58 Diperbarui: 14 September 2022   21:34 236
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Namun, Mix-Landuse pada konsep ruang inklusif mungkin akan menjadi jawaban kendala aksesibilitas antara pembeli dengan pasar. Konsep tersebut dapat menekan kecenderungan penggunaan transportasi dengan mengoptimalkan fungsi ruang berdasarkan kapasitas kenyamanan bergerak menggunakan kaki. 

Kapasitas kenyamanan tersebut sebenarnya sudah disebutkan dalam SNI 03-1733-2003 bagian "Asumsi Dasar Lingkungan Perumahan" yaitu jarak ideal jangkauan pejalan kaki adalah sejauh 400 m. Namun, asumsi tersebut jarang digunakan dalam pembangunan kota selain di kota-kota besar. Pasalnya, urgensi konsep tersebut belum dirasakan oleh kota-kota kecil sehingga masih mempertahankan klasterisasi penggunaan lahan.

Sebagai contoh kita dapat melihat kawasan sekitaran kampus Universitas Jember, Kabupaten Jember, Jawa Timur. Kawasan tersebut menjadi sangat padat diduga karena mahasiswa yang datang dari luar kota.

Tidak sedikit rumah rumah masyarakat disekitar kampus diubah menjadi indekos. Masyarakat sebenarnya memahami adanya keuntungan lokasi yang dipertimbangkan oleh mahasiswa dalam memilih tempat hunian. Salah satu sisi jalan yang paling strategis disana adalah Jalan Kalimantan. 

Jalan tersebut dipenuhi dengan banyak kegiatan perdagangan dan jasa serta tepat berada didepan kampus. Baik tempat makan, perabotan, dan servis tersedia serta variatif disana. Urgensi mahasiswa untuk menggunakan motor menjadi berkurang.

Mengubah sebuah kota serta memastikan pola pikir masyarakat berubah atau tidak bukan lah hal yang mudah. Asumsi akan terjadinya perubahan pola pikir tersebut juga dapat disanggah oleh realita di lapangan. 

Mengutip dari beritasatu.com, Wakil Ketua Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Tutum Rahanta mengatakan bahwa kenaikan harga BBM tidak akan mengganggu belanja masyarakat. "Dari sisi produk, kenaikan harga BBM tidak memacu kenaikan harga barang. Karena, produsen sudah menggunakan BBM dengan harga industri. Dari sisi konsumen, juga tidak akan menekan belanja. Memangnya, masyarakat kita mengkonsumsi BBM berapa banyak? Kalau menurut saya, tidak ada hubungannya dengan konsumsi masyarakat".

Namun, kenyataan bahwa kedepannya BBM akan terus naik tidak dapat diabaikan. Konsep perencanaan kota juga sudah mulai bergerak untuk menggencarkan konsep kota yang sesuai dengan pembangunan yang berkelanjutan. Konsep kota yang mengoptimalisasi pengeluaran untuk kebutuhan primer. Konsep kota yang tidak mengandalkan BBM sebagai bahan baku mobilitas. Konsep kota yang menjadikan pemberian tuhan sebagai modal utama mobilitas.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun