Mohon tunggu...
FAKHRA SHIBNIFADHILA
FAKHRA SHIBNIFADHILA Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

FAKHRA SHIBNI FADHILA NIM: 43119010208 FAKULTAS : MANAJEMEN JURUSAN :EKONOMI DAN BISNIS DOSEN : Apollo, Prof. Dr, M.Si. AK. Universitas Mercubuana jakarta

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Delik Modal Kantian pada Para Pejabat Negara Indonesia

18 Juni 2023   23:08 Diperbarui: 18 Juni 2023   23:08 200
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

I. PENDAHULUAN

A. Konteks Pejabat Negara Indonesia

Indonesia, sebagai negara demokratis dengan sistem pemerintahan republik, memiliki berbagai macam pejabat negara yang memainkan peran penting dalam menjalankan pemerintahan dan pelayanan publik. Pejabat negara Indonesia meliputi Presiden, Wakil Presiden, Menteri, Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Gubernur, Bupati/Wali Kota, dan pejabat lainnya yang bertugas di lembaga-lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif.

Pejabat negara Indonesia memiliki kekuasaan dan kewenangan yang diberikan oleh konstitusi dan hukum untuk mewakili kepentingan publik, mengambil keputusan, dan melaksanakan kebijakan yang berkaitan dengan pemerintahan dan pelayanan publik. Mereka bertanggung jawab dalam menjalankan tugas dan fungsi mereka dengan menjunjung tinggi prinsip keadilan, keberlanjutan, transparansi, akuntabilitas, dan kepentingan umum.

Dalam sistem pemerintahan yang demokratis, pejabat negara dipilih oleh rakyat melalui pemilihan umum atau diangkat berdasarkan mekanisme yang ditetapkan oleh hukum. Pejabat negara diharapkan mewakili suara dan kepentingan rakyat serta bekerja untuk kepentingan bersama tanpa diskriminasi.

Namun, seperti halnya di negara lain, pejabat negara Indonesia juga menghadapi berbagai tantangan dalam menjalankan tugas mereka. Beberapa tantangan yang umum terkait dengan korupsi, nepotisme, penyalahgunaan kekuasaan, dan pelanggaran etika. Dalam konteks ini, penting untuk menerapkan prinsip-prinsip moral yang kuat dan mengikuti etika Kantian sebagai panduan dalam bertindak dan memenuhi tanggung jawab mereka terhadap masyarakat.

B. Etika dan Tanggung Jawab Pejabat Negara

Etika merupakan hal yang sangat penting dalam menjalankan peran sebagai pejabat negara. Pejabat negara memiliki tanggung jawab moral terhadap masyarakat yang mereka layani. Etika dalam konteks pejabat negara melibatkan kepatuhan terhadap prinsip-prinsip moral, integritas, transparansi, akuntabilitas, keadilan, dan pelayanan publik yang baik. Beberapa aspek yang relevan dalam etika dan tanggung jawab pejabat negara di Indonesia adalah sebagai berikut:

1. Prinsip-prinsip Moral: Pejabat negara diharapkan untuk mengikuti prinsip-prinsip moral yang meliputi jujur, adil, bertanggung jawab, dan berintegritas dalam menjalankan tugas dan keputusan yang mereka buat. Mereka harus mengutamakan kepentingan publik daripada kepentingan pribadi atau kelompok tertentu.

2. Transparansi dan Akuntabilitas: Pejabat negara harus bertanggung jawab dalam melaporkan dan mempertanggungjawabkan tindakan dan keputusan mereka kepada publik. Mereka harus terbuka dan transparan dalam pengelolaan sumber daya publik, termasuk anggaran negara, agar dapat dipertanggungjawabkan secara efektif.

3. Pelayanan Publik yang Baik: Pejabat negara memiliki tanggung jawab untuk memberikan pelayanan publik yang berkualitas kepada masyarakat. Mereka harus berkomitmen untuk memberikan layanan yang efisien, responsif, dan berkeadilan kepada seluruh masyarakat tanpa diskriminasi.

4. Keadilan: Pejabat negara harus memastikan bahwa kebijakan dan keputusan yang mereka buat berlandaskan pada prinsip keadilan dan kesetaraan. Mereka harus menjaga agar tidak ada penyalahgunaan kekuasaan atau perlakuan yang tidak adil terhadap warga negara.

5. Kode Etik dan Standar Profesional: Pejabat negara diharapkan untuk mematuhi kode etik dan standar profesional yang ditetapkan untuk profesi atau lembaga tempat mereka bekerja. Kode etik tersebut berfungsi sebagai panduan dalam menjalankan tugas dan menghindari konflik kepentingan.

Dengan memahami dan menghormati etika serta mematuhi tanggung jawab moral, pejabat negara dapat membangun kepercayaan publik, memperkuat pelayanan publik, dan menjaga integritas dalam menjalankan tugas-tugas mereka sebagai pelayan masyarakat.

C. Pengenalan Delik Moral Kantian

Delik moral Kantian merujuk pada pelanggaran terhadap prinsip-prinsip moral yang mendasar dalam kerangka etika Kantian. Etika Kantian, yang dikembangkan oleh filsuf Jerman Immanuel Kant, didasarkan pada ide bahwa tindakan moral haruslah universal dan berdasarkan pada kewajiban etis yang mutlak.

Dalam etika Kantian, terdapat dua prinsip moral utama yang relevan dalam konteks delik moral Kantian:

1. Prinsip Kesematan (Principle of Universality): Menurut prinsip ini, tindakan moral haruslah dapat diterapkan secara universal. Artinya, jika suatu tindakan tidak dapat dijadikan sebagai prinsip umum yang berlaku bagi semua orang, maka tindakan tersebut dianggap tidak etis. Dalam konteks pejabat negara, ini berarti mereka harus bertindak sesuai dengan prinsip-prinsip moral yang dapat diterapkan secara konsisten dan adil untuk semua orang.

2. Prinsip Harga Manusia (Principle of Human Dignity): Menurut prinsip ini, setiap individu memiliki martabat yang intrinsik dan harus dihormati sebagai manusia. Pejabat negara diharapkan untuk menghargai dan menghormati hak asasi manusia serta menghindari perlakuan yang merendahkan martabat manusia. Mereka harus memperlakukan semua individu dengan rasa hormat dan keadilan.

Delik moral Kantian terjadi ketika pejabat negara melanggar prinsip-prinsip moral Kantian tersebut. Contoh-contoh delik moral Kantian pada pejabat negara Indonesia dapat meliputi penyalahgunaan kekuasaan, korupsi, nepotisme, pelanggaran hak asasi manusia, dan ketidakadilan dalam pengambilan keputusan.

Penerapan delik moral Kantian dalam konteks pejabat negara Indonesia penting untuk memastikan bahwa keputusan dan tindakan yang diambil oleh mereka berlandaskan pada prinsip moral yang kuat, adil, dan dapat diterima secara universal. Hal ini merupakan bagian integral dari tanggung jawab moral mereka sebagai pelayan publik.

II. DELIK MORAL KANTIAN: KONSEP DASAR

A. Pengenalan Etika Kantian

Etika Kantian adalah kerangka kerja moral yang dikembangkan oleh filsuf Jerman Immanuel Kant pada abad ke-18. Kantianisme didasarkan pada keyakinan bahwa tindakan moral harus didasarkan pada prinsip-prinsip moral yang universal dan kewajiban moral yang mutlak.

Immanuel Kant menekankan pentingnya rasionalitas dan otonomi moral individu. Menurutnya, seseorang harus bertindak sesuai dengan kewajiban moral yang berlaku secara objektif, tidak dipengaruhi oleh keinginan pribadi atau konsekuensi yang diharapkan. Tindakan moral yang benar adalah tindakan yang dilakukan karena kewajiban moral, bukan karena manfaat pribadi atau tujuan tertentu.

Etika Kantian juga mengedepankan prinsip-prinsip moral yang universal dan dapat diterapkan secara kesematan. Tindakan moral harus dapat dijadikan prinsip umum yang berlaku untuk semua individu. Jika suatu tindakan tidak dapat dijalankan secara universal, maka tindakan tersebut dianggap tidak etis. Selain itu, etika Kantian menekankan pentingnya menghargai martabat manusia. Setiap individu memiliki martabat intrinsik yang harus dihormati dan tidak boleh diperlakukan sebagai alat untuk mencapai tujuan lain. Prinsip harga manusia ini menuntut perlakuan yang adil dan menghormati hak asasi manusia.

Secara singkat, etika Kantian menekankan rasionalitas, kewajiban moral yang mutlak, prinsip universalitas, dan penghargaan terhadap martabat manusia. Etika ini memiliki relevansi yang kuat dalam konteks delik moral pejabat negara, karena menegaskan pentingnya bertindak sesuai dengan prinsip-prinsip moral yang universal dan menghormati martabat manusia dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab mereka.

B. Prinsip-prinsip Moral Kantian

Etika Kantian didasarkan pada prinsip-prinsip moral yang fundamental yang menjadi panduan bagi tindakan moral yang benar. Berikut adalah beberapa prinsip moral utama dalam etika Kantian:

1. Kewajiban Mutlak (Categorical Imperative): Menurut Kant, tindakan moral haruslah didasarkan pada kewajiban moral yang mutlak. Kewajiban moral ini tidak dapat ditawar-tawar atau dikompromikan oleh keinginan pribadi atau konsekuensi yang diharapkan. Seseorang harus bertindak sesuai dengan kewajiban moral, bahkan jika tindakan tersebut tidak menguntungkan dirinya sendiri.

2. Prinsip Kesematan (Principle of Universality): Prinsip ini menyatakan bahwa tindakan moral haruslah dapat dijadikan prinsip umum yang dapat diterapkan secara kesematan. Artinya, jika suatu tindakan tidak dapat dijadikan prinsip umum yang berlaku bagi semua orang dalam situasi serupa, maka tindakan tersebut dianggap tidak etis. Prinsip kesematan menuntut konsistensi dan universalitas dalam bertindak.

3. Prinsip Harga Manusia (Principle of Human Dignity): Menurut Kant, setiap individu memiliki martabat yang intrinsik dan harus dihormati sebagai manusia. Prinsip ini menekankan pentingnya menganggap setiap individu sebagai tujuan dalam dirinya sendiri, bukan sebagai alat untuk mencapai tujuan lain. Menghormati martabat manusia berarti tidak memperlakukan orang lain sebagai sarana untuk kepentingan pribadi atau tujuan lain.

4. Otonomi Moral (Moral Autonomy): Etika Kantian menekankan pentingnya otonomi moral individu. Otonomi moral berarti kemampuan untuk memutuskan tindakan moral berdasarkan kewajiban rasional yang universal, bukan bergantung pada otoritas eksternal atau dorongan-dorongan emosional. Individu memiliki tanggung jawab untuk menggunakan akal sehat mereka dalam memahami dan bertindak sesuai dengan prinsip-prinsip moral.

Prinsip-prinsip moral Kantian memberikan panduan yang kuat dalam menentukan tindakan moral yang benar. Menerapkan prinsip kewajiban mutlak, kesematan, harga manusia, dan otonomi moral dapat membantu pejabat negara dalam menjalankan tugas mereka dengan integritas, keadilan, dan mengutamakan kepentingan publik.

C. Delik Moral dan Tanggung Jawab Pribadi

Delik moral merujuk pada pelanggaran terhadap prinsip-prinsip moral yang mendasar dalam etika Kantian. Dalam konteks pejabat negara, delik moral terjadi ketika mereka melanggar prinsip-prinsip moral Kantian seperti kewajiban mutlak, prinsip kesematan, prinsip harga manusia, atau otonomi moral.

Tanggung jawab pribadi pejabat negara sangat penting dalam mencegah dan menghindari delik moral. Tanggung jawab pribadi mencakup kesadaran akan prinsip-prinsip moral yang relevan, serta pengambilan keputusan dan tindakan yang sesuai dengan prinsip-prinsip tersebut. Berikut beberapa aspek penting dalam tanggung jawab pribadi pejabat negara terkait delik moral:

1. Kesadaran Moral: Pejabat negara harus memiliki kesadaran yang kuat akan prinsip-prinsip moral Kantian dan pemahaman yang mendalam tentang konsekuensi dari delik moral. Mereka perlu mengenali situasi-situasi di mana keputusan atau tindakan mereka dapat melanggar prinsip-prinsip moral yang mendasar.

2. Pengambilan Keputusan yang Etis: Pejabat negara memiliki tanggung jawab untuk membuat keputusan yang sesuai dengan prinsip-prinsip moral Kantian. Mereka harus mempertimbangkan implikasi moral dari keputusan mereka dan memastikan bahwa keputusan tersebut tidak melanggar prinsip-prinsip moral yang mutlak.

3. Integritas dan Konsistensi: Tanggung jawab pribadi melibatkan menjaga integritas dalam menjalankan tugas dan keputusan. Pejabat negara harus mempertahankan konsistensi dalam bertindak sesuai dengan prinsip-prinsip moral yang dianut, tanpa memihak pada kepentingan pribadi atau kelompok tertentu.

4. Refleksi dan Pembelajaran: Tanggung jawab pribadi juga melibatkan refleksi dan kemauan untuk belajar dari kesalahan. Pejabat negara harus siap untuk mengakui dan memperbaiki kesalahan moral yang telah dilakukan, serta berkomitmen untuk meningkatkan pemahaman dan penerapan prinsip-prinsip moral dalam tugas mereka.

Melalui tanggung jawab pribadi yang kuat, pejabat negara dapat mencegah delik moral dan memastikan bahwa tindakan dan keputusan mereka selaras dengan prinsip-prinsip moral Kantian. Tanggung jawab pribadi pejabat negara memainkan peran penting dalam membangun kepercayaan publik, memastikan keadilan, dan menjalankan tugas mereka sebagai pelayan publik yang bertanggung jawab.

III. DELIK MORAL KANTIAN PADA PEJABAT NEGARA Indonesia

A. Penyalahgunaan Kekuasaan dan Delik Moral Kantian

  1. Korupsi dan Nepotisme:
  • Korupsi adalah tindakan yang melibatkan penyalahgunaan kekuasaan dan penggunaan jabatan untuk memperoleh keuntungan pribadi dengan cara yang tidak etis. Pelaku korupsi merampas dana publik yang seharusnya digunakan untuk kepentingan masyarakat secara adil.
  • Dalam perspektif Delik Moral Kantian, korupsi melanggar prinsip-prinsip moral, seperti kewajiban mutlak dan prinsip kesematan. Korupsi bertentangan dengan kewajiban moral untuk bertindak sesuai dengan prinsip-prinsip moral yang universal, serta merusak prinsip kesematan karena tindakan korupsi tidak dapat dijadikan prinsip umum yang berlaku bagi semua orang.
  • Nepotisme, yaitu memberikan perlakuan istimewa atau menguntungkan keluarga atau kerabat dalam proses pengambilan keputusan, juga melanggar prinsip-prinsip moral Kantian. Nepotisme mengabaikan prinsip harga manusia dan prinsip kesematan, karena tindakan tersebut tidak adil dan tidak objektif.
  1. Penyalahgunaan Anggaran Negara:
  • Penyalahgunaan anggaran negara melibatkan penggunaan dana publik untuk kepentingan pribadi atau tujuan yang tidak sesuai dengan tugas dan tanggung jawab pejabat negara. Hal ini mencakup penggelapan dana, penggunaan anggaran yang tidak sesuai dengan prioritas publik, atau penggunaan dana untuk kepentingan politik pribadi.
  • Dalam konteks Delik Moral Kantian, penyalahgunaan anggaran negara melanggar prinsip-prinsip moral seperti prinsip kesematan dan kewajiban mutlak. Penyalahgunaan anggaran negara tidak dapat dijadikan prinsip umum yang berlaku secara adil bagi semua individu, dan melanggar kewajiban moral untuk bertindak sesuai dengan prinsip-prinsip moral yang universal.
  • Penyalahgunaan anggaran negara juga menciderai prinsip harga manusia, karena dana publik yang seharusnya digunakan untuk kesejahteraan masyarakat secara adil malah digunakan untuk kepentingan pribadi atau kelompok tertentu.

Penyalahgunaan kekuasaan dalam bentuk korupsi, nepotisme, dan penyalahgunaan anggaran negara merupakan delik moral yang melanggar prinsip-prinsip moral Kantian. Penting bagi pejabat negara untuk memahami dan menghindari tindakan-tindakan ini guna menjaga integritas, keadilan, dan menjalankan tugas publik dengan penuh tanggung jawab.

B. Pengabaian Kewajiban Etis

1. Ketidakhadiran atau Kinerja yang Buruk:

  • Pengabaian kewajiban etis terjadi ketika pejabat negara absen secara tidak sah atau tidak memenuhi tanggung jawab mereka dalam menjalankan tugas-tugas pelayanan publik.
  • Ketidakhadiran yang tidak sah atau kinerja yang buruk dapat menghambat pelayanan yang adil, efektif, dan efisien kepada masyarakat.
  • Pejabat negara memiliki kewajiban moral untuk hadir dengan tepat waktu, menjalankan tugas-tugas mereka dengan kompeten, serta memberikan pelayanan yang berkualitas kepada masyarakat.

2. Pelanggaran Etika dalam Pengambilan Keputusan:

  • Pengabaian kewajiban etis juga terjadi ketika pejabat negara melanggar prinsip-prinsip etika dalam proses pengambilan keputusan.
  • Misalnya, jika pejabat negara terlibat dalam praktik korupsi, nepotisme, atau kolusi dalam pengambilan keputusan, mereka melanggar prinsip-prinsip moral Kantian seperti kewajiban mutlak dan prinsip kesematan.
  • Pejabat negara memiliki tanggung jawab moral untuk mempertimbangkan kepentingan publik secara obyektif dan adil, serta menjaga integritas dalam pengambilan keputusan yang berdampak pada masyarakat.

Pengabaian kewajiban etis oleh pejabat negara menciderai prinsip-prinsip moral Kantian yang menekankan pentingnya tindakan yang didasarkan pada kewajiban mutlak dan prinsip kesematan. Ketidakhadiran atau kinerja yang buruk dapat merugikan masyarakat, sementara pelanggaran etika dalam pengambilan keputusan dapat merusak integritas dan keadilan dalam pelayanan publik.

Penting bagi pejabat negara untuk menghormati dan memenuhi kewajiban etis mereka sebagai pelayan publik. Hal ini melibatkan komitmen untuk hadir, menjalankan tugas-tugas dengan baik, serta memastikan bahwa pengambilan keputusan didasarkan pada prinsip-prinsip moral yang tepat. Dengan melaksanakan kewajiban etis, pejabat negara dapat membangun kepercayaan masyarakat dan menjalankan tanggung jawab mereka dengan integritas dan keadilan.

IV. DAMPAK DELIK MORAL KANTIAN PADA PELAYANAN PUBLIK

A. Merusak Kredibilitas dan Kepercayaan Publik:

  • Delik moral Kantian yang dilakukan oleh pejabat negara, seperti korupsi dan nepotisme, dapat merusak kredibilitas dan kepercayaan publik terhadap lembaga negara dan pelayanan publik.
  • Ketika pejabat negara tidak bertindak sesuai dengan prinsip-prinsip moral Kantian, masyarakat akan kehilangan kepercayaan terhadap integritas mereka dan meragukan motivasi mereka dalam melayani kepentingan publik.
  • Hal ini berpotensi menyebabkan penurunan partisipasi masyarakat dalam proses pembuatan kebijakan dan pelayanan publik, serta mengurangi dukungan terhadap lembaga negara.

B. Menghambat Pembangunan dan Kemajuan Negara:

  • Delik moral Kantian oleh pejabat negara, seperti penyalahgunaan anggaran negara, dapat menghambat pembangunan dan kemajuan negara.
  • Ketika anggaran negara digunakan secara tidak benar atau tidak transparan, sumber daya yang seharusnya dialokasikan untuk pembangunan infrastruktur, layanan publik, dan program-program kesejahteraan masyarakat bisa terbuang percuma atau tidak tepat sasaran.
  • Akibatnya, pembangunan terhambat, ketimpangan sosial meningkat, dan masyarakat tidak dapat menikmati manfaat yang seharusnya mereka terima dari pelayanan publik yang baik.

C. Mengurangi Keadilan dan Kesejahteraan Masyarakat:

  • Delik moral Kantian, seperti pengabaian kewajiban etis dalam pengambilan keputusan, dapat mengurangi keadilan dan kesejahteraan masyarakat.
  • Ketika pejabat negara tidak menjalankan kewajiban moral mereka dengan baik, keputusan-keputusan yang diambil mungkin tidak adil, memihak golongan tertentu, atau tidak mempertimbangkan kepentingan publik secara keseluruhan.
  • Hal ini dapat mengakibatkan ketidakmerataan dalam distribusi sumber daya publik, memperdalam kesenjangan sosial, dan mengurangi kesejahteraan masyarakat secara umum.

Dampak delik moral Kantian pada pelayanan publik adalah serius dan luas. Selain merusak kredibilitas dan kepercayaan publik, delik moral ini juga menghambat pembangunan negara dan mengurangi keadilan serta kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu, penting bagi pejabat negara untuk mematuhi prinsip-prinsip moral Kantian dan menjalankan tanggung jawab 

pribadi mereka secara etis dalam pelayanan publik, demi terwujudnya masyarakat yang adil, berkeadilan, dan sejahtera.

V. MENGATASI DELIK MORAL KANTIAN PADA PEJABAT NEGARA INDONESIA

A. Peningkatan Kesadaran Etis dan Moral:

  • Pendidikan dan Pelatihan: Mengadakan program pendidikan dan pelatihan yang intensif tentang etika publik, tanggung jawab moral, dan prinsip-prinsip moral Kantian bagi pejabat negara.
  • Etika dalam Kurikulum: Memasukkan pendidikan etika dan moral dalam kurikulum pendidikan formal untuk membentuk kesadaran etis sejak dini.
  • Pembinaan Nilai: Mendorong pembinaan nilai-nilai etis dalam keluarga, masyarakat, dan lembaga pendidikan untuk menginternalisasi sikap dan perilaku yang benar dalam berpelayanan publik.

B. Meningkatkan Pengawasan dan Hukuman yang Tegas:

  • Mekanisme Pengawasan yang Efektif: Meningkatkan pengawasan terhadap pejabat negara melalui mekanisme seperti inspektorat, ombudsman, auditor, dan lembaga pengawas lainnya untuk mencegah dan mendeteksi delik moral Kantian.
  • Penegakan Hukuman yang Tegas: Menjalankan proses hukum secara adil dan transparan terhadap pejabat negara yang terbukti melakukan delik moral Kantian, termasuk sanksi yang tegas sesuai dengan hukum yang berlaku.

C. Penguatan Sistem Penegakan Hukum:

  • Independensi Sistem Peradilan: Memastikan independensi sistem peradilan agar penegakan hukum terhadap delik moral Kantian dapat berjalan tanpa intervensi politik atau kepentingan pribadi.
  • Kerjasama Antara Institusi: Meningkatkan koordinasi dan kerjasama antara lembaga penegak hukum, seperti kepolisian, jaksa, dan lembaga anti-korupsi, untuk memberantas delik moral Kantian dengan lebih efektif.
  • Transparansi dan Partisipasi Publik: Meningkatkan transparansi dalam proses hukum dan memberikan ruang partisipasi publik dalam pemantauan dan pengawasan terhadap penegakan hukum terkait delik moral Kantian.

Mengatasi delik moral Kantian pada pejabat negara Indonesia membutuhkan pendekatan yang komprehensif, meliputi peningkatan kesadaran etis dan moral, peningkatan pengawasan dan hukuman yang tegas, serta penguatan sistem penegakan hukum. Hanya dengan tindakan yang kokoh dan konsisten, pejabat negara dapat diimbangi dan diawasi secara efektif untuk menjaga integritas, etika, dan tanggung jawab moral mereka dalam pelayanan publik.

VII. KESIMPULAN

A. Menyimpulkan Delik Moral Kantian pada Pejabat Negara Indonesia:

  • Delik moral Kantian pada pejabat negara Indonesia mencakup penyalahgunaan kekuasaan, pengabaian kewajiban etis, seperti korupsi, nepotisme, penyalahgunaan anggaran negara, ketidakhadiran, kinerja buruk, dan pelanggaran etika dalam pengambilan keputusan.
  • Delik moral ini merusak integritas, kredibilitas, dan kepercayaan publik terhadap lembaga negara serta menghambat pembangunan, keadilan, dan kesejahteraan masyarakat.

B. Pentingnya Etika dan Tanggung Jawab dalam Pelayanan Publik:

  • Etika dan tanggung jawab moral sangat penting dalam pelayanan publik, terutama bagi pejabat negara.
  • Prinsip-prinsip moral Kantian, seperti kewajiban mutlak dan prinsip kesematan, memberikan landasan untuk bertindak dengan integritas, adil, dan bertanggung jawab kepada masyarakat.
  • Dengan mematuhi prinsip-prinsip etika dan menjalankan tanggung jawab pribadi, pejabat negara dapat membangun kepercayaan publik, mendorong pembangunan yang berkelanjutan, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

C. Tantangan dan Harapan untuk Masa Depan:

  • Mengatasi delik moral Kantian pada pejabat negara Indonesia membutuhkan upaya kolaboratif dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, masyarakat sipil, dan lembaga penegak hukum.
  • Peningkatan kesadaran etis dan moral, peningkatan pengawasan dan hukuman yang tegas, serta penguatan sistem penegakan hukum menjadi langkah penting dalam mengatasi delik moral Kantian.
  • Harapan untuk masa depan adalah adanya perubahan budaya yang mendorong integritas, transparansi, dan akuntabilitas di kalangan pejabat negara, serta partisipasi aktif masyarakat dalam mengawasi dan mengawal tindakan mereka.

Dalam rangka menciptakan pelayanan publik yang berkualitas dan memenuhi kepentingan masyarakat, penting bagi pejabat negara Indonesia untuk menginternalisasi prinsip-prinsip moral Kantian, menjalankan tanggung jawab etis, dan memperbaiki sistem yang mendukung penegakan hukum yang efektif. Hanya dengan melakukannya, kita dapat mengatasi delik moral Kantian, memulihkan kepercayaan publik, dan memajukan keadilan serta kesejahteraan masyarakat secara berkelanjutan.

DAFTAR PUSTAKA

  1. Kant, Immanuel. (1785). Groundwork of the Metaphysics of Morals. Terjemahan oleh Mary Gregor. Cambridge University Press, 2012.
  2. Aras, Guler, dan Crowther, David. (2011). "Governance and Accountability: A Role for the Ethical Conduct?" Journal of Business Ethics, Vol. 98, No. 4, hal. 649-661.
  3. Piliang, Yasraf Amir. (2012). Etika Politik dan Tata Kelola Negara. Kompas.
  4. Salim, Arskal. (2009). "Corruption and Development: A Study of Public Administration and Kantian Ethics in Indonesian Local Government." Journal of Business Ethics, Vol. 89, No. 3, hal. 403-419.
  5. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). (2019). Buku Pedoman Etika Penegakan Hukum di Lingkungan KPK.
  6. Supranto, Johanes. (2017). Etika dalam Pelayanan Publik. Penerbit Prenada Media.
  7. Moleong, Lexy J. (2017). Metodologi Penelitian Kualitatif. PT. Remaja Rosdakarya.
  8. Astuti, Sri, dkk. (2020). "Delik Korupsi: Tinjauan Hukum dan Perspektif Sosial." Jurnal Hukum & Pembangunan, Vol. 50, No. 1, hal. 39-52.
  9. Kurniawati, Kusumadewi. (2018). "Nepotisme dalam Pemberian Jabatan Pejabat Negara di Indonesia: Perspektif Etika." Jurnal Dinamika Hukum, Vol. 18, No. 3, hal. 362-372.
  10. Wahyudi, Denny. (2019). "Anggaran Negara: Peran, Fungsi, dan Implementasi dalam Pembangunan di Indonesia." Jurnal Pembangunan Manusia, Vol. 14, No. 2, hal. 235-251.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun