Mohon tunggu...
Fakhma Uddia
Fakhma Uddia Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Hukum Semester 1 UIN Sunan Ampel Surabaya

Hobi saat ini adalah membaca dan belajar melalui media sosial

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Penerapan Federalisasi dalam Mengelola Keberagaman Etnis: Studi Kasus Negara Malaysia (1957-2023)

13 Oktober 2024   20:00 Diperbarui: 13 Oktober 2024   20:15 40
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Melalui pasal ini, pemerintah Malaysia telah menerapkan sistem kuota rasial untuk memprioritaskan keterlibatan etnis melayu. Sistem kuota rasial yang diterapkan telah dikritik karena menciptakan ketimpangan dalam proporsi etnis di Malaysia Civil Service (MCS) yang berpotensi memunculkan bias etnis dalam pengelolaan sumber daya publik. Dalam ketimpangan yang terjadi munculah gerakan anti-kerjasama Internasional Konevensional Diskriminasi Rasial  (ICERD) oleh beberapa kelompok etnis. Namun berbanding tertablik etnis Melayu sendiri bersatu untuk menolak kebiijakan tersebut mereka menamainya dengan Aksi 812. Sebab kebijakan ini dinilai rasis dan diskriminatoris. Mereka percaya bahwa kebijakan ini hanya memperburuk situasi rasial di Malaysia dan tidak memperlihatkan keberagaman etnis yang sebenarnya.

Pada tahun 1970, kebijakan afirmatif seperti New Economic Policy (NEP) dan New Development Policy (NDP) dirancang untuk menciptakan kelas bisnis bagi etnis Melayu. Namun, penerapannya telah dianggap sebagai bentuk diskriminasi rasial oleh etnis non-Melayu, seperti Cina dan India. Dengan kebijakan ini etnis Melayu mendapatkan penetapan kuota di universitas, penyisihan ekuitas perusahaan dan preferensi dalam proyek perumahan. Gagalnya integrasi nasioal ditandai dengan agenda ketuanan Melayu yang sering kali digunakan sebagai retorika politik untuk menarik suara massa dan memanaskan kembali pertikaian rasial yang telah mengakar. Meskipun konsep bangsa Malaysia yang dikemukakan oleh Mahathir Mohamad pada tahun 1970-an berusaha untuk mewujudkan integrasi nasional yang inklusif, namun ide ketuanan Melayu masih muncul kembali setelah peristiwa tersebut.

KESIMPULAN

Negara Malaysia atau dengan nama lain Negeri Jiran tersebut merupakan sebuah negara federal yang terdiri dari 13 negara bagian dan 3 wilayah persekutuan. Meskipun demikian Malaysia menggunakan sistem pemerintah federal yang diatur oleh sistem monarki konstitusional. Kekuasaan tertinggi berada di pemerintahan pusat yang dipegang oleh Sri Paduka Baginda Yang di-Pertoan Agung. Malaysia memiliki populasi yang multiras atau multietnik yang terdiri dari Melayu, Cina, India dan minoritas pribumi di Sabah dan Sarawak. Mayoritas etnis Melayu memeluk agama Islam dan merupakan dasar utama kebudayaan Malaysia. Meskipun terdapat non-islam toleransi antar agama dan ras sudah terjalin dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian struktur pemerintahan federal dengan sistem kepemimpinan monarki parlementer yang memiliki karakteristik budaya sosial yang unik menjadikan negara Malaysia menjadi negara yang dinamik dan inklusif bagi warga negaranya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun