Mohon tunggu...
Julfakar
Julfakar Mohon Tunggu... Wiraswasta - Belum apa-apa dan bukan siapa-siapa

Sekedar menyalurkan isi kepala dengan menulis. Happy reading teman-teman 😊

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ternyata Hari Ibu Hari(nya) Perempuan

22 Desember 2020   10:56 Diperbarui: 22 Desember 2020   11:06 168
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada tanggal 28 Oktober 1928 terjadi peristiwa penting dalam sejarah perjuangan kemerdekaan bangsa ini. Para pemuda Indonesia menyatakan kesiapannya untuk satu dan bersatu. Satu tanah air, satu bahasa dan satu bangsa, yaitu Indonesia. Hari tersebut dikenal dengan Hari Sumpah Pemuda dan terus diperingati hingga kini.

Pasca para pemuda Indonesia bersumpah, sekitar dua bulan kemudian, para perempuan-perempuan Indonesia tak mau kalah, pada tanggal 22 Desember 1928 mereka berkumpul di Jogjakarta, mengadakan kongres perempuan pertama untuk membicarakan nasib kaum perempuan. Mengenai pendidikan, mengenai penghargaan pada perempuan, mengenai kebebasan, mengenai kesetaraan dan isu-isu lainnya.

Seperti halnya sumpah pemuda, kongres perempuan yang diselenggarakan selama lima hari tersebut (sampai 25 Desember 1928) terjadi di masa-masa penjajahan, dimana perempuan banyak dianggap tak perlu pendidikan dan hak-hak perempuan tak begitu dihargai.

Semangat yang menyelimuti kongres para perempuan ini adalah semangat perlawanan, semangat perjuangan, semangat pembebasan dan semangat kesetaraan. Ditengah kuatnya budaya patriaki, perempuan banyak dirugikan hak-haknya, tak dipandang setara, dan dianggap tak bisa apa-apa, baik oleh penjajah, maupun sesama anak bangsa sendiri.

Agenda perlawanan perempuan tak membedakan-bedakan keduanya. Dikemudian hari banyak perempuan yang mencoba melawan anggapan umum dari keluarga, seperti R.A Kartini dengan agenda pendidikan perempuannya, banyak juga yang membuktikan keheroikannya melawan penjajahan, seperti Cut Nyak Dien dari Aceh dan Emmy Saelan dari Sulawesi, dan masih banyak perempaun hebat Indonesia lainnya.

Peristiwa kongres perempuan pertama diatas, oleh Presiden Soekarno melalui Dekrit Presiden No. 36 Tahun 1959, ditetapkan sebagai Hari Ibu.

Dalam KBBI makna kata ibu itu merujuk pada wanita yang telah melahirkan seseorang, atau sebutan untuk wanita yang sudah bersuami, atau panggilan yang takzim kepada wanita; baik yang sudah bersuami maupun yang belum.

Dari makna-makna diatas, sebutan Hari Ibu dapat dipahami dengan makna ketiga; sebagai panggilan takzim untuk perempuan. Perempuan-perempuan pada zaman perjuangan dan masa awal kemerdekaan, bahkan hingga kini (dibeberapa tempat) lebih merasa terhormat jika didahului panggilan Ibu, lalu diikuti dengan namanya sendiri. Walaupun kini sudah mengalami pergeseran, panggilan Ibu untuk perempuan yang belum menikah dianggap kurang pas lagi.

Sebutan Hari Ibu pada peristiwa kongres perempuan pada 1928, dalam pandangan saya adalah sebutan penghormatan pada perempuan-perempuan Indonesia. Walaupun makna perempuan lebih luas dari makna ibu, sebutan Ibu pada perempuan lebih terhormat dari sebutan perempuan itu sendiri.  Saya yakin yang dimaksud Hari Ibu itu adalah Hari(nya) Perempuan.

Pikiran kita kini terlanjur terbiasa memahami kata Ibu sebagai perempuan yang sudah pernah melahirkan atau untuk perempuan yang sudah bersuami. Dan tak terbiasa lagi dengan memahami kata Ibu sebagai sebutan hormat (takzim) pada perempuan. Hal ini kemudian membuat kita merasa sebutan Hari Ibu pada 22 Desember tak sesuai lagi dengan konteks lahirnya Hari Ibu itu sendiri, sebagai bukti perjuangan kaum perempuan.

Perempuan bisa sebagai seorang anak, bisa sebagai seorang gadis, bisa sebagai seorang istri, bisa sebagai seorang ibu dan bisa juga sebagai seorang nenek. Posisi-posisi tersebut tak membuat perempuan lantas dipandang lebih rendah dari laki-laki. Perempuan dan laki-laki (dalam penciptaan) memiliki posisi yang sama sebagai manusia. Karena sama-sama manusia, hak-hak kemanusiaan keduanya tak memiliki perbedaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun