Kebebasan bicara dan berpendapat ini pula, semula adalah harapan, kini tak jarang berwujud menjadi hambatan. Menjadi hambatan jika urusan bicara ini hingga sampai pada bicara yang bukan faktanya (hoax) dan fitnah. Keduanya beredar berseliweran kemana-mana. Ini tantangan bukan hanya bagi Pemerintah, tapi juga bagi kita semua para warga negara.
Sendi-sendi penyokong utama persatuan bangsa dikoyak-koyak karena hoax dan fitnah. Kita kehilangan fokus mengejar target kemajuan bersama, tertahan untuk tuntaskan hambatan yang tak lain karena apa yang diperjuangkan oleh generasi sebelumnya, yaitu kebebasan bersuara.
Dengan kebebasan bersuara tersebut, kita semua dapat memberi masukan-masukan dari berbagai perspektif, agar lebih partisipatif lagi dalam urusan kesempurnaan bangsa di masa depan.
Tentu setiap pemerintahan punya catatan-catatan yang perlu disampaikan, menunjukkan kurangnya sebuah pemerintahan demi kesempurnaan penyelenggaraan pemerintahan itu sendiri.
Siapapun tentunya juga tak sepakat, jika keberkahan kebebasan berbicara dan berpendapat ini, untuk menunjukkan kekurangan pemerintahan diterjemahkan sebebas-bebasnya bicara, yang penting bersuara, tak peduli dengan faktanya. Kebebasan bicara yang seperti itu bukan lagi sebuah harapan, malah menjadi hambatan.
Lahan luas kebebasan bersuara selain diatasnya dapat menumbuhkan kesempurnaan pemerintahan masa depan, untuk kemajuan negeri lebih baik, juga ikut ditumbuhi pohon-pohon lain yang tak diharapkan. Kita butuh menyiangi lahan tersebut, mencabut tumbuhan yang tak diinginkan, merawat tumbuhan yang diharapkan, memupuknya hingga rindang, sehat dan berbuah. Untuk kita nikmati sama-sama nantinya.[]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H