Mohon tunggu...
Fajrul Falah
Fajrul Falah Mohon Tunggu... Pelajar -

Fisikawan amatir, penulis lepas

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Sejarah dan Makna Halal Bi Halal yang Sebaiknya Anda Ketahui

3 Juli 2016   16:42 Diperbarui: 3 Juli 2016   22:54 7641
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
saling memaafkan via theindianrevertedmuslimah.wordpress.com

Tidak terasa bulan Ramadhan sudah hampir selesai, dan orang-orang pun mulai ramai mempersiapkan diri untuk menyambut Hari Raya Idul Fitri. Masyarakat Indonesia memiliki tradisi dan budaya yang menarik dalam perayaan Idul Fitri ini, salah satunya yaitu halal bi halal.

Halal bi halal ini sudah lazim dilakukan baik di lingkungan desa, kantor ataupun instansi resmi pemerintah. Kegiatan ini biasanya diadakan selang beberapa hari setelah Idul Fitri, berupa kumpul bersama untuk bersilaturrahmi dan saling bermaaf-maafan satu sama lain.

Kendati halal bi halal sudah lazim dilakukan, banyak dari kita yang belum mengetahui secara pasti makna dan sejarah dari halal bi halal itu sendiri.

Sejarah Istilah “Halal Bi Halal”

Jika kita perhatikan, istilah “Halal Bi Halal” merupakan sebuah frase/kalimat yang mengandung kata-kata dalam Bahasa Arab, yaitu halal dan bi. Namun demikian, nyatanya frase halal bi halal tidak akan anda termukan dalam kamus bahasa Arab baik klasik atau modern, tidak pula anda temukan dalam percakapan sehari-hari bangsa Arab, karena memang istilah halal bi halal ini merupakan sebuah istilah unik made in Indonesia.

Sebagaimana dituturkan oleh KH Fuad Hasyim (alm) dari Buntet Cirebon, penggagas istilah halal bi halal ini adalah KH Abdul Wahab Hasbullah, seorang ulama besar Indonesia yang karismatik dan berpandangan modern, hidup pada masa penjajahan dan masa-masa awal Negara Indonesia.

Setelah Negara Indonesia merdeka pada tahun 1945, Indonesia menghadapi babak baru dalam menghadapi masalah pasca kemerdekaan. Pada tahun 1948 Indonesia dilanda gejala disintegrasi bangsa, di mana para elit politik saling bertengkar, sementara pemberontakan mulai terjadi di mana-mana.

Pada pertengahan bulan Ramadhan tahun 1948, Presiden Soekarno memanggil KH Wahab Hasbullah ke istana negara. Beliau dimintai saran agar Bung Karno dapat menyelesaikan situasi pelik dari politik di Indonesia saat itu. Kiai Wahab mengusulkan agar Bung Karno mengadakan acara silaturrahmi antar elit politik, karena sebentar lagi adalah hari raya Idul Fitri di mana umat islam disunnahkan untuk bersilaturrahmi.

“Silaturrahmi kan sudah biasa, saya ingin (istilah) yang lain.” Jawab Bung Karno.

Kiai Wahab lalu menjawab, “Itu gampang. Begini, para elit politik tidak mau bersatu itu karena mereka saling menyalahkan. Saling menyalahkan itu kan dosa, dan dosa itu haram. Supaya mereka tidak punya dosa (haram), maka harus dihalalkan. Mereka harus duduk dalam satu meja untuk saling memaafkan, saling menghalalkan. Sehingga silaturrahmi nanti kita pakai istilah 'halal bi halal'.”

Saran Kiai Wahab tersebut kemudian diamini oleh Bung Karno, sehingga pada Hari Raya Idul Fitri saat itu beliau mengundang semua tokoh elit politik untuk datang ke istana menghadiri acara silaturrahmi bertajuk halal bi halal. Dari situ kemudian para elit politik dapat kembali berkumpul dan duduk dalam satu meja untuk kembali menyusun kekuatan dan persatuan bangsa.

Sejak saat itu, instansi pemerintah secara khusus digerakkan oleh Bung Karno untuk mengadakan acara silaturrrahmi bertajuk halal bi halal yang diadakan jelang beberapa waktu setelah Idul Fitri. Halal bi halal tersebut lalu juga diikuti oleh masyarakat luas, di mana Bung Karno menggerakkan acara itu dari atas (instansi pemerintah), sementara Kiai Wahab bergerak dari bawah—masyarakat luas terutama muslim di Jawa.

Dari situ, jadilah halal bi halal sebagai sebuah kegiatan rutin masyarakat Indonesia setiap hari raya Idul Fitri seperti sekarang.

Makna Halal Bi Halal

Istilah halal bi halal yang dicetuskan oleh Kiai Wahab ini didasarkan pada dua analisis. Analisis pertama, yaitu thalabu halâl bi tharîqin halâl yang artinya  mencari penyelesaian masalah atau mencari keharmonisan hubungan dengan cara mengampuni kesalahan. Sementara analisis kedua yaitu halâl "yujza'u" bi halâl  yang artinya pembebasan kesalahan dibalas pula dengan pembebasan kesalahan dengan cara saling memaafkan.

Dua analisis itulah yang sekiranya tepat untuk menjabarkan makna dari halal bi halal. Adapun secara umumnya, halal bi halal dapat diartikan menjadi saling memaafkan.

Namun lebih dari itu, halal bi halal bukan saja menuntut seseorang agar memaafkan orang lain, tetapi juga agar berbuat baik terhadap siapapun. Hal tersebut juga berarti bahwa hakikat yang dituju oleh acara halal bi halal tidak dibatasi waktunya seusai hari raya Idul Fitri, tetapi setiap saat serta menyangkut segala aktivitas manusia.

Selengkapnya saya tulis di sini

Sumber (dan saran bacaan lebih lanjut):

KH Wahab Hasbullah Penggagas Istilah Halal Bi Halal
Tradisi Halal Bi Halal Itu Made in Indonesia
Halal Bi Halal Mengurai Kekusutan Persaudaraan 
Halal Bi Halal 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun