Mohon tunggu...
Fajrul Islam A
Fajrul Islam A Mohon Tunggu... Guru - Bapak dua anak yang hobi traveling sejarah dan penyuka film bergenre thriller

terus belajar menjadi pembelajar yang baik

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno Pilihan

Pelajaran Coding di Sekolah Dasar

19 Februari 2022   21:27 Diperbarui: 19 Februari 2022   22:14 635
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Penutupan kegiatan belajara-mengajar semester satu di sekolah tempat saya mengabdi SD Muhammadiyah 18 Surabaya, tahun ini ada sesuatu yang berbeda, bahkan kali pertama dilaksanakan. Pameran Kreatifitas Karya Siswa (PKKS) namanya. Dan yang berkesempatan unjuk gigi pada semester ganjil ini adalah siswa kelas empat hingga kelas enam. Panitia merilis ada lima puluh empat karya dihasilkan oleh siswa meliputi berbagai bidang, mulai sains, teknologi, sosial-budaya hingga kekayaan kuliner Nusantara.

Kegiatan ini merupakan salah satu ikhtiar sekolah untuk turut andil mengkampanyekan kebijakan mas menteri “merdeka belajar”. Sebagai guru yang juga turut membimbing kelompok PKKS, ada satu karya kelompok yang membuat saya begitu terkesima. Bukan berarti karya kelompok yang lain tidak bagus, semua karya anak-anak ini luar biasa, dihasilkan dari tiga mantra : kreatif-inovatif-mandiri. 

Namun kelompok Ibnu Khaldun yang digawangi oleh Rafat, Ernesto, Alvino, Radit, dan Ashraf ini terasa begitu istimewa bagi saya. Bukannya apa-apa, karya yang mereka hasilkan betul-betul menggambarkan generasi apa mereka. Karya mereka begitu kekinian, visioner, out of the box. Seperti tagline Apple yang tersohor itu "think different". Karya mereka benar-benar “berbeda”.

Mereka berlima membuat sebuah aplikasi. Membuat aplikasi bagi anak SD, bagi saya tergolong luar biasa, otodidak pula. Aplikasi bergenre edukasi ini mereka namai Soalify. 

Melalui treaser videonya mereka jelaskan kelebihan aplikasinya “kamu ingin belajar dengan cara kekinian? Kamu juga ingin belajar dengan praktis? Dan kamu ingin belajar dengan cara yang menyenangkan? Kami perkenalkan aplikasi Soalify. Dengan aplikasi ini kamu bisa mengerjakan soal-soal dengan seru tanpa lelah, tanpa sulit, dan tanpa membosankan.” Sedikit cuplikan narasi dalam video tersebut. Saya pun bertanya-tanya dari mana mereka belajar digital marketing.  

Ulasan tentang keunikan kelompok Ibnu Khaldun terpaksa saya sudahi agar tidak mengurangi jatah kata dalam artikel ini. Mereka memang asbabul nuzul kenapa artikel ini harus saya tulis. Mereka telah berhasil mengkreasikan momentum untuk sekolah kami dan mungkin sekolah-sekolah lainnya, baik negeri atau swasta. 

Momentum bahwa sekolah dasar sudah harus berani mamasukkan coding sebagai kurikulum dalam pembelajaran TIKnya. Setidaknya jika ini dirasa masih berat, minimal setidaknya ada ekstrakurikuler coding untuk mewadahi mutiara-mutiara itu. Yah siapa tau dari institusi pendidikan dasar kita akan lahir Mark Zuckerberg Indonesia atau Nadiem Makarim di masa yang akan datang.

Apa Itu Coding?

Beberapa orang mungkin masih asing dengan istilah coding. Saya pun juga baru ngeh gara-gara banyak penawaran kursus coding untuk anak usia dini di smartphone saya. Sederhananya coding itu bahasa pemrograman pada komputer. Dalam dunia digital, coding merupakan “nyawa” dari sebuah software atau aplikasi. Ya.. gampangnya begini, untuk membuat sebuah aplikasi atau software seseorang harus menguasai ilmu coding.

Di era yang serba “jangan lupa bintang lima ya kak” kehidupan seseorang tidak lepas dari yang namanya aplikasi. Paparan teknologi begitu masif dalam kehidupan manusia. Ke depan bisa diprediksi semua kehidupan manusia semakin terkomputerisasi. Maka dengan mengerti coding akan menjadi nilai tambah dan keuntungan sendiri karena teknologi adalah bagian dari masa depan. Menguasai coding adalah kunci sukses dalam revolusi industri 4.0. Lah.. Jepang sudah mengklaim era 5.0, ketinggalan lagi dong, hehehe...

Ingin tahu lebih jauh tentang pentingnya belajar coding, manfaat belajar coding bagi anak-anak? Sedikit saja saya kutipkan pendapat Vice President Amazon, Warner Vogels; “Jika coding diajarkan sejak dini kepada anak-anak dalam suatu negara, maka akan mampu membawa suatu perubahan dan semakin banyak inovasi ke depannya. Dengan sendirinya negara tersebut akan mengalami kemajuan. Untuk lebih lengkapnya tentang seluk beluk percodingan, silahkan ditanyakan ke Google aja ya …

Kondisi terkini

Sekedar informasi, ini pun sebenarnya bisa dikroscek ke Google juga. Di negara tetangga kita Singapura,  coding termasuk kurikulum wajib bagi sekolah formal, menjadi mata pelajaran wajib bagi siswa SD sejak kelas empat. Di negara suhunya pendidikan Finlandia, pemerintah memberikan kursus coding secara gratis kepada setiap warga negaranya tanpa melihat latar belakang pendidikan. Enggak peduli mengerti komputer atau tidak. Pemerintahnya juga enggak melihat umur. Alhasil, rata-rata warga di negeri seribu danau tersebut memiliki kemampuan coding . Bisa ditebak hingga beberapa tahun ke depan Finlandia masih menjadi salah satu negara suhu pembangunan sumber daya manusia.

Sebenarnya pemerintah kita sudah mencanangkan coding masuk dalam kurikulum pendidikan dasar sejak tahun 2016 lalu. Apa daya hingga saat ini belum ada perkembangan yang signifikan. Padahal seperti yang diutarakan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan “karena peran pentingnya, coding akan menjadi empat kemampuan wajib yang harus ada dalam setiap kurikulum nasional, selain; Bahasa Inggris, statistik, dan psikologi.

Saat ini pelajaran IT yang ada di sekolah-sekolah sudah tidak zaman bila anak hanya diajari cara menggunakan Ms. Office. Kini saatnya anak-anak diajari coding. Mereka adalah generasi Z dan Alpha yang lahir dan tumbuh saat teknologi berkembang pesat.  Ke depan, kehidupan generasi Z dan Alpha akan sangat bergantung pada gadget.

Mengambil Langkah

Munculnya Rafat dan teman-temanya di sekolah saya dengan Soalify-nya adalah tanda-tanda zaman. Mampukah sekolah-sekolah kita membaca tanda-tanda itu, dan mengambil momentum ini. Sayang sekali kalau bakat-bakat hebat ini tidak kita asah. Siapa tahu dengan adanya kurikulum coding atau setidaknya ekstrakurikuler coding, sekolah akan menjadi alternatif bagi orang tua agar dorongan anak untuk memainkan gadget tersalurkan secara positif. 

Menurut saya, sekolah dasar harus berani melangkah. Infastruktur sekolah-sekolah negeri ataupun swasta sudah cukup mewadahi. dari dana bantuan operasional sekolah, laboratorium komputer di sebagian besar sekolah-sekolah sudah baik keadaanya. Bahkan tanpa komputer, cukup melalui handphone anak-anak dapat belajar coding. sebagaimana Rafat dkk membuat Soalify dengan handphone. Tinggal kita lengkapi kekurangan yang ada, barangkali di sisi tutor. Melihat seperti ini rasanya sangat realistis coding ada di sekolah dasar kita. Langkah awal kita jadikan sebagai salah satu ekstrakurikuler dulu. 

Jangan sampai pengembangan kemampuan coding ini diambil oleh mereka yang murni melihat pendidikan sebagai ladang bisnis, ya seperti yang sliweran di smartphone saya menawarkan kursus coding dengan harga yang fantastis. Kalau begini yang bisa mengakses yang berduit saja. padahal penguasaan terhadap teknologi adalah salah satu wasilah pemotong lingkaran rantai kemiskinan. 

Mampukah sekolah-sekolah kita mengambil langkah maju ke depan? “Moving Forward” meminjam tagline Toyota. 

Wallahu A’lam Bishowab.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun