Dengan demikian, dalam Pilpres 2019 nanti kita perlu memilih pemimpin yang berilmu atau berintelektual tinggi, jujur, serta mampu menjalin komunikasi dengan baik, agar nantinya dalam mengambil setiap keputusan seorang presiden tidak bisa diintervensi oleh pihak manapun karena telah memiliki pendirian yang kuat dan data-data pendukung yang akurat.
Kedua, Bahni Bahna Amurbeng Jurit yang memiliki arti bahwa seorang pemimpin hendaklah berada di depan untuk memberikan suri teladan kepada bawahan dan rakyatnya dalam membela kebenaran dan menegakkan keadilan.
Dalam islam juga diajarkan bahwa keteladanan tak mungkin ada tanpa adanya sifat saleh yang terpatri dalam jiwa seorang pemimpin.
Maka dari itu, dalam Pilpres kali ini kita harus memilih presiden yang bisa menjadi teladan kita dalam bertindak dan berperilaku. Jangan hanya presiden yang pintar berbicara dan beretorika tanpa ada tindakan konkret yang dilakukannya.
Ketiga, Rukti Setya Garba Rukmi memiliki arti bahwa seorang pemimpin harus memiliki tekad bulat di dalam menghimpun segala potensi yang dimiliki negara demi kemakmuran, kesejahteraan dan keluhuran martabat bangsa.
Jadi, dalam Pilpres 2019 nanti kita harus memilih yang memiliki tekad bulat yang berarti seorang presiden tidak boleh ragu-ragu dan tidak mudah dipengaruhi pihak lain dalam usaha mengoptimalkan potensi yang ada dalam Negara. Dan tekad bulat bisa diidentikkan dengan sikap tegas, lugas, dan berani.
Keempat, Sripadayasih Krani yang memiliki arti bahwa seorang pemimpin harus memiliki tekad dalam menjaga sumber kesucian agama agar bermanfaat bagi seluruh masyarakat. Hal ini dikarenakan agama adalah pondasi utama dalam pembentukan karakter dan moral masyarakat ideal. Apabila seorang pemimpin tidak mampu menjaga agama maka rusaklah moral masyarakat karena tidak beradab dan tidak bermartabat. Dan akibatnya Negara juga akan hancur karena masyarakatnya yang rusak.
Untuk itu, dalam Pilpres nanti kita perlu memilih presiden yang benar-benar menjunjung tinggi agama dan berpegang teguh pada agama. Janganlah memilih presiden yang hanya menjadikan agama sebagai alat politik untuk meraih kekuasaan tanpa pernah mau mempelajari dan mendalami agama.
Kelima, Gaugana Hasta memiliki arti bahwa seorang pemimpin harus mengembangkan seni sastra, seni suara, seni tari dan lainnya guna mengisi peradaban bangsa. Seperti halnya agama kesenian juga dapat membangun perdaban bangsa. Apabila seorang pemimpin tidak memperhatikan kesenian, maka lama-kelamaan kesenian akan hancur karena tidak berkembang, dan itu artinya peradaban bangsa juga telah mengalami kehancuran secara perlahan -- lahan.
Maka dari itu, dalam Pilpres nanti presiden ideal iala presiden yang mencintai seni dan mampu mengembangkan seni karena seni merupakan salah satu bentuk peradaban bangsa. Terlebih, kesenian juga bisa menjadi icon identitas bangsa sekaligus sarana memperkenalkan Negara indonesia ke kancah internasional.
Keenam, Stiranggana Cita memiliki pengertian bahwa seorang pemimpin harus berperan sebagai pelestari dan pengembang budaya, pelopor pencerahan ilmu, dan mampu mendatangkan kebahagiaan bagi rakyatnya. Hal itu karena budaya dan ilmu merupakan media untuk membangun karakter dan intelektual masyarakat.