Jember- Ribuan petani Jember yang tergabung dalam Serikat Tani Independen (SEKTI) berdemo untuk menuntut realisasi reforma agraria. Petani-petani tersebut juga menolak RUU pertanahan.
Unjuk Rasa dan aksi damai tersebut, di awali dengan penyampaian orasi dan tuntutan di depan kantor PEMKAB Jember, sekitar pukul 10.00 WIB, senin (30/09/2019).
Selain itu, mereka juga menuntut untuk segera dibentuknya Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA) agar hak-hak pertani tentang lahan pertanian bisa dikelola dengan baik.
"Kami menuntut hak-hak petani, karena ingin petani yang juga bagian dari rakyat. Sejumlah persoalan terkait pertanian, mulai dari menjalankan reforma agraria sejati, dan juga menolak RUU pertanahan yang tidak perhatian terhadap petani," kata Korlap Aksi Jumain dalam orasinya.
Selain itu, pihak dari Jumain juga menuntut agar dibentuknya Gugus Tugas Reforma Agraira (GTRA). "Karena harusnya bupati mengesahkan itu, dan kami minta untuk segera dibentuk" Lanjut Jumain.
Dalam aksi tersebut, langsung dikawal oleh Kapolres Jember AKBP Alfian Nurrizal, yang mana juga menyampaikan tanggapannya di depan ribuan petani.
"kami himbau Asisten 1 (bagian peme.intahan) untuk segera membentuk Gugus Tugas Reforma Agraria sesuai permintaan petani, perjuangkan hak-hak petani. Ikuti aksi sesuai petunjuk keamanan dari polisi" Terang Kapolres Jember AKBP itu.
karena Bupati Jember Faida sedang tugas ke Korea dan Wabup Jember Muqiet Arief sedang ke Semarang, Jawa Tengah, setelah mereka melakukan aksi selama setegah jam. Massa tersebut berpindah menuju ke Kantor DPRD Jember Jalan Kalimantan, Kecamatan Sumbersari untuk menyampaikan aspirasinya."Kami juga ingin mendesak para anggota dewan itu untuk mendesak dan menekan bupati, agar melaksanakan tuntutan kami," tegas Korlap Aksi Jumain.
ini adalah beberapa pasal yang dinilai bermasalah yang dirangkum :
1. Korban penggusuran yang melawan terancam pidana
Sekretaris Jenderal Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Dewi Kartika menilai ada sejumlah pasal karet dalam RUU tentang Pertanahan. Salah satunya itualah Pasal 91. Menurutnya, Pasal ini bisa memberikan legitimasi bagi aparat untuk memidanakan masyarakat yang ingin membela hak tanahnya.
"RUU itu bermasalah. Di pasal 91 misalnya, itu memberikan legitimasi hukum polisi untuk melakukan pemidanaan. Tentu ini kan pasti akan ditafsirkan secara utuh, untuk secara bebas menangkap siapapun. Misalkan, warga yang menolak tanahnya untuk dijadikan bandara," kata Dewi Kartika kepada wartawan, Senin (23/9/2019).
Pasal 91 tentang peetanahan itu menyebutkan bahwa  orang yang menghalangi petugas saat penggusuran bisa dipidana. Bunyi pasalnya:
"Setiap orang yang menghalangi petugas dan/atau aparatur penegak hukum yang melaksanakan tugas pada bidang tanah miliknya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (4) huruf c atau orang suruhannya, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 500.000.000 (lima ratus juta rupiah)," bunyi pasal dalam draft yang diterima.
2. Nuansa Domein Verklaring zaman Belanda
Isi RUU ini juga dianggap mengandung nilai Domein Verklaring pada zaman kolonial Belanda. Domein Verklaring merupakan asas di mana semua tanah menjadi milik negara di saat sang pemilik tanah tidak dapat membuktikan bukti kepemilikannya. Pernyataan itu ada pada pasal 36:
Pasal 36
(1) Hak Pakai selama digunakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1) huruf b diberikan kepada:
a. instansi Pemerintah dan Pemerintah Daerah;
b. perwakilan negara asing dan lembaga internasional; atau
c. badan keagamaan dan sosial.
(2) Hak Pakai selama digunakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan untuk melaksanakan tugas pokok dan fungsi pemegang hak dalam rangka pelayanan publik.
(3) Hak Pakai selama digunakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dapat dilepaskan dan dialihkan dengan cara tukar bangun atau cara lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai Hak Pakai dengan jangka waktu dan Hak Pakai selama digunakan diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H