Mohon tunggu...
Fajrin Rumalutur
Fajrin Rumalutur Mohon Tunggu... profesional -

Peminat masalah-masalah Sosial, Politik, ekonomi, sejarah dan Musik. menyukai film-filim Action dan China. "Ilmu,imamu amal"

Selanjutnya

Tutup

Politik

“Amandemen konstitusi ke-lima, koreksi atas ketatanegaraan kita”

3 September 2012   14:44 Diperbarui: 25 Juni 2015   00:57 992
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik


Yang tidak bisa di ubah itu hanya kitab suci, undang-undang dapat di rubah kapan saja

(M. jusuf kalla)

Wacana amandemen konstitusi kembali mengemuka, ide amandemen konstitusi kelima pertama kali di lontarkan oleh Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Republik Indonesia. Terdapat beberapa isu sentral yang menjadi pokok penting dalam ide amandemen konstitusi yang tertuang dalam draft usulan perubahan. Terdapat sepuluh hal atara lain, memperkuat system presidensial,  memperkuat lembaga perwakilan (memperluas kewenangan DPD), memperkuat otonomi daerah, terbukanya ruang bagi calon presiden perseorangan (independen), pemilu nasionaldan lokal, forum previlegiatum, optimalisasi peran Mahkamah Konstitusi, penambahan pasal hak asasi manusia, penambahan bab komisi negara, dan penajaman bab tentang pendidikan dan perekonomian. Lobi-lobi politik terus di lakukan oleh DPD kepada partai politik agar mendapatkan dukungan terhadap agenda amandemen konstitusi ke lima.

Amandemen konstitusi pada dasarnya bertujuan untuk mengubah dan memperbaharui konstitusi Negara agar sesuai dengan prinsip-prinsip Negara demokrasi. Dengan adanya amandemen terhadap UUD 1945 maka konstitusi kita diharapkan semakin baik dan lengkap menyesuaikan dengan tuntutan perkembangan zaman dan kehidupan kenegaraan yang demokratis. Amandemen konstitusi kelima menjadi kebutuhan dalam menata kehidupan ketatanegaraan kita yang pada amandemen UUD 1945 terakhir belum terwadahi. Perubahan kelima UUD 1945 adalah upaya penyelesaian permasalahan bangsa, maka ide dasar konstitusi tersebut harus dirancang secara ideal dan komperehensif. Terdapat banyaknya kekurangan dalam amandemen-amandemen konstitusi yang sebelumnya sehingga menyisahkan banyak persoalan.Seperti ketidakjelasan kedudukan dan fungsi DPD, konsistensi terhadap pilihan system pemerintahan presidensil dan persoalan lain.

Menuju strong bicameral

DPD hadir sebagai upaya mempertegas semangat demokratisasi, serta mewujudkan keadilan yang setara bagi seluruh teritorial dalam bingkai NKRI. Dasar pemikiran di lahirkanya lembaga DPD ini merupakan upaya untuk menanpung aspirasi dan kehendak masyarakat daerah agar bisa terlibat secara partisipatif dalam merumuskan kebijakan strategis nasional, utamanya masalah di daerah. Dalam konstitusi, DPD memiliki kewenangan mengajukan rancangan undang-undang (RUU) kepada DPR, membahas RUU, dan melaksanakan pengawasan atas pelaksanaan undang-undang. RUU yang berkaitan dengan otonomi daerah: pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah, pengelolaan sumberdaya alam, dan sumberdaya ekonomi lainya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah. Namun wewenang ini hanya terbatas pada pengusulan dan pembahasan semata. Persoalan Penetapan dan pengesahan RUU menjadi UU sepenuhnya menjadi kewenangan konstitusional dari lembaga DPR dan pemerintah. Dalam konstitusi menjelaskan secara eksplisit pada pasal 20A bahwa fungsi legislasi hanya berada di lembaga DPR. Ini berarti keputusan menetapkan UU sepenuhnya menjadi kewenangan DPR dan pemerintah (executive). Sedangkan DPD sebatas memberikan usulan, masukan, pertimbangan dan tidak memiliki dasar konstitusional untuk terlibat dalam menetapkan RUU menjadi Undang-Undang, keputusan menetapkan undang-undang sepenuhnya berada di tangan DPR dan Pemerintah.

Konstitusi hasil amandemen sebelumnya dianggap belum memberikan kedudukan memadai bagi DPD sebagai lembaga perwakilan dalam kerangka pelaksanaan system parlemen bikameral (dua kamar). Terbatasnya kewenangan legislasi yang di miliki DPD dalam sistem bikameral yang kita anut, menyebabkan masalah yang kompleks. sejatinya DPD merupakan penjelmaan dari suara dan kepentingan masyarakat daerah, fungsinya adalah membawa aspirasi untuk di perjuangkan di tingkat lembaga tinggi Negara agar menjadi produk kebijakan. namum dengan kewenanganya dalam bidang legislasi yang sangat terbatas seperti saat ini, suara masyarakat daerah hanya akan tertampung di meja DPD jika DPR tidak mengakomodir semua pertimbangan yang di sampaikan oleh DPD. Masalah inilah yang menjadi kebutuhan mendesak agar diberikan kesetaraan kewenangan antara DPD dan DPR. Kesetaraan fungsi antara DPD dan DPR juga di maksudkan agar menciptakan keseimbangan di parlemen, Mekanisme check and balances antar sesama lembaga perwakilan dapat berjalan baik.

Arah penataan institusi politik kedepan melalui amandemen konstitusi ke lima  mesti bersifat utuh, menyeluruh dan komprehensif. Mempertegas sistem bikameral yang sesunggunya. Menciptakaan keseimbangan antara DPD dan DPR dengan memberikan porsi fungsi dan kewenangan yang seimbang dalam bidang legislasi dan pengawasa, dalam rangka mewujudkan keadilan yang setara bagi rakyat di daerah. serta menciptakan pra kondisi bagi pemerintahan presidensil yang efektif.

Memurnikan sistem Presidensil

Gelombang reformasi politik melahirkan akselarasi perubahan yang cepat dan menghasilkan berbagai perbaikan dalam sistem ketatanegaraan. ketentuan konstitusi secara jelas menegaskan bahwa sistem pemerintahan Indonesia adalah sistem presidensil (pasal 4 UUD 1945). Mekanisme pemilihan presidenpun sudah dilakukan melalui mekanisme pemilihan langsung. Dalam sistem presidensil, presiden bertindak selaku kepala Negara (head of state) sekaligus kepala pemerintahan (head of goverment), dengan masa jabatan yang tetap (fixed term).

Dalam praktiknya, terdapat persoalan bagi jalanya penerapan sistem pemerintahan presidensil. Sebab, Negara kita mengatut sistem kepartaian multi partai (multy party system) dengan jumlah yang banyak. Dalam istilah giovani sartori di sebut multi partai ekstrim. Secara teoritik sistem presidensil (presidential system) tidak kompatibel di kombinasikan dengan sistem multi partai (multy party system). Mengapa? Karna dalam sistem multi partai dengan jumlah yang banyak sulit melahirkan partai mayoritas yang memenangkan pemilu dengan perolehan suara maksimal di parlemen (50% + 1). Dalam kondisi seperti ini koalisi menjadi tidak terhindarkan. presiden sulit membentuk pemerintahan sendiri karna tidak memenuhi dukungan penuh di parlemen.

Jika presiden hanya di usung oleh partai kecil yang memiliki suara terbatas di parlemen, maka melahirkan kondisi presiden minoritas (minority president), konsekuensinya presiden akan berhadap-hadapan dengan konfigurasi politik parlemen dan di bayang-bayang ancaman pemakzulan (impeachmen). Presiden juga sulit meloloskan seluruh program-program pemerintahan atau RUU untuk disetujui dan diputuskan bersama-sama dengan DPR. Jika tidak terdapat titik temu kompromi presiden dan DPR maka terjadi kebuntuan (deadlock). Pada posisi seperti ini kedudukan parlemen sangat dominan (legislative heavy) terhadap presiden. Kompromi untuk memuluskan jalanya pemerintahan biasanya di lakukan melalui koalisi beberapa partai politik hingga mencukupi dukungan minimal di parlemen. Kompromi presiden dengan partai politik yang memiliki wakil di parlemen terlihat dari susunan kabinet. kabinet yang terbentuk adalah kabinet pelangi hasil konsensus presiden dan partai politik bukan kabinet profesional (zaken cabinet) yang di susun berdasarkan hak preogratif presiden.

Untuk mewujudkan pemerintahan presidensil yang efektif dan stabil, penataan institusi politik harus segera di lakukan. Memperkuat kedudukan presiden dengan cara memberikan hak veto pada presiden. Hak veto adalah hak presiden di bidang legislatif yang di pergunakan untuk mengesahkan dan menolak rancangan undang-undang yang di berikan parlemen kepada presiden. Sebagai contoh, amerika serikat yang megadopsisi sistem pemerintahan presidensil, presiden memiliki hak veto yang di pergunakan untuk menolak hasil rancangan undang-undang yang telah di putuskan oleh parlemen (senat dan house of representative). Namun parlemen bisa menganulir (override) veto presiden dengan dukungan mayoritas (dua per tiga) suara di kongres. Sistem presidensil di amerika berjalan efektif dan stabil.

Untuk itu dalam amandemen konstitusi ke lima ini, point yang paling penting adalah dengan Memperkuat sistem presidensil melalui  pemberian hak veto serta tidak melibatkan presiden (eksekutif) dalam merancang UU. sebab tugas sesungguhnya dari lembaga eksekutif adalah melaksanakan UU. Kewenangan merancang undang-undang sepenuhnya di serahkan ke parlemen (DPR dan DPD). Pemberian hak veto kepada presiden adalah keniscayaan dari pilihan pengunanan system presidensil. Agar mendorong terwujudnya mekanisme check and balances antara cabang-cabang kekuasaan Negara, memperkuat posisi presiden, dan membuat parlemen lebih serius dalam menjaga kualitas produk legislasi.

Amandemen konstitusi kelima di harapkan mampu melahirkan suatu formulasi kehidupan ketatanegaran yang lebih baik, yang mampu menjawab tantangan kehidupan berbangsan dan bernegara di masa kini dan akan datang tanpa melupakan sejarah dan situasi kebatinan para pendiri bangsa kita, untuk indonesia yang maju dan sejahtera. Semoga!

Fajrin Rumalutur,

Mahasiswa tingkat akhir pada Program Pascasarjana Ilmu Politik Universitas Indonesia.

Direktur Executive (FITDEP) Forum Indonesia Timur Untuk Demokratisasi Dan Pembangunan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun