Mohon tunggu...
Fajrin Nuril Muzdhalifah
Fajrin Nuril Muzdhalifah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya antusias dalam hal berhubungan dengan hal sosial dan lifestyle

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Sumber Kebebasan dan Keterbatasan Manusia Berasal dari Hati Nurani

18 Juni 2024   08:37 Diperbarui: 18 Juni 2024   08:48 62
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hati nurani diartikan sebagai suatu suara internal yang muncul dalam diri seseorang yang memberikan petunjuk pada individu untuk melakukan sesuatu dengan tiga pandangan yang berbeda, yaitu merespon dengan kebaikan, merespon dengan kejahatan atau penyimpangan, dan merespon dengan abu-abu atau tidak baik, tetapi tidak juga buruk. Salah satu contohnya ialah ketika seorang individu yang melihat rekannya melakukan tindakan kecurangan pada saat ujian, ia dapat bertindak baik dengan cara menegur atau memberikan solusi berupa tindakan preventif sebelum terjadinya kecurangan dengan cara memaksimalkan metode belajar yang lebih efektif dalam meningkatkan pemahaman, ia juga dapat bertindak menyimpang dengan cara mengintimidasi rekannya atas perbuatan curang, dan ia juga dapat bertindak biasa saja, dalam artian tidak menegur dan tidak mengintimidasi.

         Munculnya keputusan dalam menentukan perilaku pada manusia dapat dilandasi oleh beberapa faktor penentu, yaitu adanya latar belakang pengalaman dalam suatu kondisi tersebut, sehingga memberikan manusia pembelajaran hidup, supaya manusia dapat mempertimbangkan tindakannya apabila kejadian yang sama terjadi lagi di masa yang akan datang dan juga faktor lingkungan yang disekitarnya atau shared environment. Sebagaimana pernyataan Jean-Jacques Rousseau terkait hati nurani, hati nurani adalah suara internal yang memandu manusia untuk bertindak sesuai dengan kepentingan bersama; terbentuk dari pengalaman sosial dan moral individu dalam masyarakat.

            Akan tetapi, hati nurani tidak selalu bertujuan untuk kepentingan bersama, karena pada dasarnya  sifat alamiah manusia ialah egois atau memikirkan kepentingannya sendiri. Sebagaimana selaras dengan teori dalam Ilmu Hubungan Internasional, yaitu realisme. Suara internal atau hati nurani dapat dimaknai secara mendalam dengan pendekatan teori realisme. Pasalnya, teori realisme yang dikemukakan oleh Hans Joachim Morgenthau merupakan teori yang didedikasikan oleh kaum yang mempercayai bahwa manusa untuk melangsungkan hidupnya perlu adanya implikasi dari strategi self help, dimana manusia bertindak seolah-olah demi kepentingan bersama, padahal dibalik tindakannya tersebut terdapat upaya pencapaian self interest. Salah satu contoh kasus yang nyata ialah perang Ukraina dan Rusia, dimana Ukraina merupakan mantan negara anggota Uni Soviet. Ukraina tergolong negara middle power, sehingga pada saat Ukraina melakukan strategi self help dalam upaya pertahanan keamanan negaranya dengan cara bergabung dengan North Atlantic Treaty Organization (NATO), artinya ia meminta bantuan pada negara yang tergolong great power. Tentu saja, hal ini bukan semata-mata untuk keberlangsungan dan perkembangan aliansi militer tersebut, tetapi juga atas dasar national interest.

             Begitu pula sikap Indonesia terhadap peperangan yang terjadi antara Rusia dan Ukraina, dimana berdasarkan perspektif ahli dan tokoh politik Indonesia banyak dari mereka yang berada di kubu Rusia, karena menganggap bahwa Ukraina mengkhianati Rusia yang mana dulu sebagai negara satu federasi dari Uni Soviet. Di sisi lain, tindakan keberpihakan tersebut merupakan upaya mempertahankan hubungan bilateral antara Indonesia dengan Rusia dalam berbagai bidang terutama pertanian berupa impor gandum dari Rusia dan ekspor minyak sawit ke Rusia, parawisata dengan adanya 6 bulan pembebasan visa ke Rusia dan peningkatan jumlah wisatawan Rusia ke Indoneisa, bidang hukum dengan ditandai adanya penandatanganan Bantuan Hukum Timbal Balik di Moskow pada tahun 2019, pendidikan berupa pertukaran pelajar, dan militer berupa ketersediaan Alat Utama Sistem Senjata Tentara Nasional Indonesia (Alutsista), karena jika Indonesia berpihak pada Ukraina akan menimbulkan kegagalan hubungan kerja sama bilateral kedua negara, yaitu Indonesia dan Rusia. Oleh karena itu, sikap Indonesia terhadap situasi gencatan senjata antara Rusia dan Ukraina yang berpihak pada Rusia juga merupakan upaya untuk mempertahankan national interest guna kesejahteraan negara.

           Teori yang sama juga dikemukakan oleh Thomas Hobbes, dimana Hobbes mengatakan bahwa pada dasarnya manusia itu mementingkan diri sendiri dan bersifat rasional. Oleh karena itu, secara alamiah manusia cenderung berkonflik dengan sesamanya. Maka dari itu, bencana sosial seperti peperangan adalah hal yang wajar. Bahkan, dalam Ilmu Politik dikatakan bahwa manusia itu tidak akan berkonflik atau berhenti berperang, apabila masih ada manusia lain (lebih dari satu) di bumi atau jika hanya satu orang yang ada di bumi maka peperangan tidak akan terjadi. Teori ini memberikan analogi yang logis bahwa sumber peperangan atau konflik bermula dari adanya perbedaan pandangan dan perbedaan tujuan antarmanusia di muka bumi. Lalu, muncul adanya kemungkinan dari analogi tersebut, yaitu jika seluruh manusia di muka bumi memiliki pandangan dan tujuan hidup yang sama, mungkin saja tidak akan terjadi konflik atau peperangan.

              Jika sifat dasar manusia adalah egois dan mementingkan diri sendiri, terdapat adanya upaya untuk menekan sifat egoisme antarmanusia, yaitu dengan upaya menjalinan kerja sama atau perjanjian atas individu dengan individu lain dalam mencapai tujuannya masing-masing secara kolektif tanpa jalur peperangan ofensif. Upaya ini dapat dikaitkan dengan teori liberalisme atau idealisme yang ada dalam Ilmu Hubungan Internasional. Liberalisme menjadi salah satu teori atau ideologi yang menjadi terkemuka, karena memberikan sebuah solusi untuk mengakhiri World War I. Liberalisme memberikan perspektif baru bahwa manusia tidak perlu berperang dalam mencapai apa yang diinginkannya, manusia dapat mencapai keinginannya atau national interest dengan cara diplomasi atau kerja sama antarnegara. Implikasi dari liberalisme tersebut adalah adanya Liga Bangsa Bangsa (LBB) pasca-World War I. Namun, upaya LBB atau kerja sama dan diplomasi pun tidak berjalan sesuai yang ditawarkan oleh para ahli teori liberalisme, dimana tidak lama setelah itu terjadi World War II.

             Pecahnya World War II memperkuat teori realisme bahwa sifat dasar manusia adalah self interest atau egois. Oleh karena itu muncul adanya sifat skeptis pada diri seseorang terhadap orang lain atau trust issue. Sikap skeptis sebagai bentuk menjaga diri sendiri dengan cara meragukan tindakan individu lain terhadap diri individu. Oleh karena sifat manusia dinamis, niat individu  lain terhadap individu tidak dapat ditebak entah individu lain berniat baik atau tidak atau bahkan dapat saja bertindak baik dengan niat yang buruk.

               Sikap meragukan atau skeptis terhadap tindakan individu lain terimplikasi pada saat upaya Nazi Jerman yang berusaha mendominasi Eropa. Negara-negara yang tergolong great power saling merasakan ketakutan atas tindakan satu sama lain. Namun, tetap ada sedikit kepercayaan di antara mereka. Ketakutan terbesar mereka ialah negara lain baik itu great power maupun middle power mungkin mempunyai kemampuan dan motif untuk menyerang negara mereka. Ketakutan ini diperparah oleh kenyataan bahwa negara-negara beroperasi dalam sistem anarkis, dimana tidak ada kekuasaan tertinggi di atas negara atau hanya negara yang memiliki otoritas tertinggi. Alhasil, mereka tidak memiliki cara untuk mengetahui motif atau agresi yang akan dilakukan oleh negara lain terhadap negaranya, dalam artian tidak ada yang dapat memberi kewaspadaan atas kesejahteraan negara.

          Ketakutan yang dimiliki oleh negara great power terjadi pada saat negara-negara middle power membentuk koalisi sesama middle power untuk menyamakan power mereka dengan negara great power. Akhirnya, terimplikasi adanya teori balance of power dimana Nazi Jerman yang hampir menjadi hegemoni, terkalahkan oleh koalisi negara-negara middle power.

            Hati nurani dapat membawa individu menuju kebebasannya, tetapi hati nurani juga dapat membawa individu menuju keterbatasannya. Artinya adalah keputusan yang kita lakukan dapat mempengaruhi masa depan kita. Tidak dapat dipungkiri bahwa sebenarnya hati nurani berasal dari individu, tetapi contoh diatas merupakan bentuk implikasi atas hati nurani direpresentasikan oleh state-nation, karena tindakan state-nation diatas juga mewakili karakteristik negara yang mana negara dipimpin oleh presiden yang merupakan hasil persetujuan rakyat, jika bentuk negaranya adalah sistem demokrasi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun