Mohon tunggu...
Fajrin Gobel
Fajrin Gobel Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Sosiologi Agama

Jomblo idealis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Suasana Natal dan Toleransi Antaragama

25 Desember 2024   09:27 Diperbarui: 25 Desember 2024   15:10 257
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Pada tanggal 25 Desember Umat Kristiani selalu merayakan dan menyambut Natal dengan sukacita dan afeksi. Perayaan Natal merupakan mengenang kembali kelahiran Isa Almasih.

Perayaan Natal menjadi salah satu yang dinanti oleh Umat Kristiani. Pada hari Natal selain pohon yang dihiasi aksesoris indah, kehadiran Sinterklas juga menjadi ikonik dalam suasana Natal.

Sinterklas selalu dinanti oleh anak-anak selain menghibur sebagain anak lari dan menangis karena takut. Sinterklas juga identik dengan hadiah gratis untuk anak-anak. Sekilas gambaran Sinterklas adalah bagaimana kita membagi tanpa harus meminta kembali.

Natal sebagai ritus spiritual.  Selain itu Natal menjadi momentum merawat toleransi antaragama. Natal merupakan momen rutinitas tahunan untuk membangun kebersamaan antar rumpun keluarga. Berkunjung dan bukan hanya sekedar pesiar namun membangun silaturahmi (Rohit, 2019).

Momentum seperti ini menjadi instrumen toleransi. Toleransi sendiri dalam KBBI adalah sikap yang toleran. Makna lain dari toleransi adalah sikap yang menengah, saling menghormati, menghargai dan menerima perbedaan yang ada dalam ruang kehidupan.

Bukan sekedar toleransi semu,  toleransi yang formal-transaksional dan toleransi instumental. Tetapi kita harus menjalankan toleransi otentik.

Toleransi otentik menurut Abdul Mu'ti terdiri dari atas lima sikap. Pertama, menyadari adanya perbedaan agama dan keyakinan. Kesadaran ini menunjukkan sikap terbuka dan tidak menutup diri untuk identitas agama atau keyakinan yang berbeda.

Kedua, memahami perbedaan dengan menimbuhkan oleh sikap dan minat belajar agama lain. Baik persamaan maupun perbedaan. Belajar agama lain bukan berarti menjadikan agama itu keyakinan tetapi menjadikan sebagai ilmu pengetahuan.

Ketiga, menerima orang lain yang berbeda agama dengan kita. Sikap ini ditunjukkan dengan penghormatan terhadap keyakinan yang berbeda dengan tetap menjaga kemurnian akidah. Menghindari sinkretisisme dan pluratisme yang menyamakan semua agama.

Keempat, memberikan kesempatan dan fasilitas kepada agama yang lain untuk dapat melaksanakan dan melakukan ibadah sesuai dengan keyakinannya. Termasuk ini mempermudah pendirian tempat ibadah.

Kelima, membangun kerja sama dalam hal-hal yang merupakan titik temu ajaran dan nilai-nilai agama yang bermanfaat untuk masyarakat dan bangsa. Misalnya ajaran tentang anti korupsi dan seterusnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun