“Hm?” aku menyahut.
Tama, satu-satunya teman dekatku, mengusap wajahnya yang tampak frustasi sambil menghela nafas panjang. Seperti orang yang ketahuan ibunya kalau nilai ujiannya jelek.
“Rena, gue tahu kalo menurut lo ini bodoh banget. Tapi masalahnya gue sayang sama lo."
Ia memejamkan matanya sebentar sambil menunduk, seperti sedang membaca suatu mantera, lalu mengangkat kepalanya dengan cepat.
"Bodoh nggak Ren, kalo gue mau lo jadi pacar gue?”
Aku terkejut mendengarnya. Seratus persen terkejut hingga tidak tahu harus bicara apa untuk menyahutinya lagi.
Suasana tiba-tiba jadi hening. Aku diam. Dia diam. Yang kami lakukan cuma saling bertatapan satu sama lain, seperti mencari sesuatu dalam bola mata yang ditatap.
Ah.
Ini bodoh.
Tapi sepertinya, jadi bodoh sesekali selama hidup juga perlu, deh.
***