Mohon tunggu...
Fajrin Bilontalo
Fajrin Bilontalo Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Universitas Gorontalo

Membaca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pantaskah Mantan Komisioner Melanggar Kode Etik Masuk Seleksi Calon PAW KPU? Begini Pendapat Para Ahli

12 November 2024   16:48 Diperbarui: 12 November 2024   16:51 71
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar: Beju

Baru-baru ini, proses seleksi calon Pergantian Antar Waktu (PAW) Komisi Pemilihan Umum (KPU) di Gorontalo menuai perhatian publik, terutama dengan munculnya beberapa calon yang pernah dijatuhi sanksi atas pelanggaran kode etik oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Republik Indonesia pada tahun 2020. 

Sehingga hal ini, memunculkan pertanyaan besar di mata masyarakat tentang kesesuaian calon tersebut dengan standar integritas dan profesionalisme yang diharapkan dari anggota KPU.

Pantaskah mantan Komisioner yang mendapatkan pelanggaran Kode Etik oleh DKPP, masuk dalam seleksi Calon PAW KPU?

Dasar Hukum Seleksi Calon PAW KPU

Penyelenggaraan seleksi calon PAW KPU, sudah diatur dalam berbagai undang-undang dan peraturan yang mendasari syarat, wewenang, dan mekanisme seleksi. Adapun dasar hukum yang relevan meliputi sebagai berikut:

1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum

Pasal 21, Undang-undang Pemilu menyatakan, bahwa anggota KPU harus memenuhi syarat sebagai penyelenggara pemilu yang memiliki integritas, profesionalitas, dan tidak memiliki rekam jejak buruk, termasuk pelanggaran kode etik.

2. Peraturan DKPP RI

DKPP berwenang dalam memutus pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh penyelenggara pemilu. Dalam putusan DKPP, pejabat yang dinyatakan melanggar kode etik bisa mendapatkan berbagai bentuk sanksi, mulai dari peringatan hingga pemberhentian. Putusan ini dianggap final dan mengikat, sebagai bagian dari upaya menjamin integritas penyelenggara pemilu.

3. Peraturan KPU tentang Seleksi PAW

Peraturan KPU terkait seleksi PAW mengharuskan calon memenuhi persyaratan administratif dan memiliki rekam jejak yang baik. Meski tidak secara eksplisit melarang calon dengan riwayat pelanggaran etik, penting kiranya bagi panitia seleksi mempertimbangkan catatan etika dalam proses penilaian.

Pandangan Para Ahli tentang Integritas dan Kelayakan Calon

Berdasarkan pemikiran para ahli tata kelola pemilu, integritas merupakan prasyarat utama bagi siapa pun yang ingin menjadi bagian dari lembaga penyelenggara pemilu. 

Dr. Syamsuddin Haris, seorang pakar politik dan peneliti senior LIPI, menekankan bahwa "integritas bukan sekadar syarat normatif tetapi fondasi yang membangun kepercayaan publik terhadap lembaga pemilu." 

Sehingga, meloloskan calon dengan riwayat pelanggaran kode etik dapat menggerus kepercayaan masyarakat terhadap netralitas dan independensi KPU.

Prof. Ramlan Surbakti, seorang ahli pemilu, juga menyebutkan bahwa peran anggota KPU harus dipenuhi oleh orang-orang yang tidak hanya memiliki kemampuan teknis, tetapi juga rekam jejak etika yang baik. 

Menurutnya, "lembaga seperti KPU adalah pilar demokrasi, sehingga pemenuhan prinsip-prinsip integritas dan akuntabilitas pada seleksi calon harus mendapat perhatian khusus."

Landasan Pemikiran dalam Penentuan Calon PAW yang Etis

Seleksi calon PAW KPU yang pernah melanggar kode etik perlu mempertimbangkan beberapa landasan pemikiran sebagai berikut:

1. Integritas dan Kredibilitas sebagai Penyelenggara Pemilu

Prof. Dr. Margarito Kamis, ahli hukum tata negara, menegaskan bahwa calon anggota KPU harus bebas dari rekam jejak buruk. Hal ini karena lembaga KPU berfungsi sebagai penjaga demokrasi. Ketika seorang calon memiliki catatan pelanggaran etik diloloskan, maka integritas lembaga akan menjadi pertanyaan besar.

2. Kepatutan dan Transparansi dalam Proses Seleksi

Kepatutan dan transparansi dalam pemilihan anggota KPU penting dalam menciptakan kepercayaan publik. Memasukkan calon yang pernah melanggar kode etik menunjukkan kekurangpekaan terhadap prinsip transparansi dan akuntabilitas, yang berpotensi menggerus kredibilitas seleksi.

3. Kepercayaan Publik terhadap Institusi Pemilu

Kepercayaan publik sangat bergantung pada bagaimana proses seleksi dilakukan. Jika calon yang pernah melanggar kode etik diloloskan, potensi konflik kepentingan dan persepsi negatif terhadap KPU sebagai lembaga pemilu bisa meningkat. Menurut peneliti pada Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), "kepercayaan publik pada KPU adalah aset yang harus dipelihara dengan menghadirkan anggota yang tidak hanya berkompeten tetapi juga memiliki rekam jejak yang bersih."

Dengan demikian, proses seleksi calon PAW KPU yang pernah melanggar kode etik perlu dilakukan secara selektif dengan mempertimbangkan integritas sebagai syarat utama. 

Dasar hukum yang ada serta pandangan para ahli menunjukkan, bahwa rekam jejak etika sangat relevan untuk menilai kelayakan calon. Memilih calon yang benar-benar memiliki integritas tanpa rekam jejak pelanggaran adalah langkah penting untuk menjaga kepercayaan publik terhadap KPU dan memastikan bahwa pelaksanaan pemilu mendatang berjalan dengan baik dan jujur.

Penulis: Fajrin Bilontalo 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun