Menua bersamamu, dulu, adalah impian yang selalu kubawa dalam doa. Ada harapan di dalamnya, begitu rapuh tapi penuh cahaya. Aku membayangkan hari-hari di mana kita hanya perlu saling menggenggam tangan, berbagi kisah masa lalu, dan tersenyum untuk hal-hal kecil yang kini terasa begitu berharga.
Namun, realitas merenggut mimpi itu pelan-pelan, seolah mengingatkanku bahwa tidak semua cinta dapat dipertahankan dengan genggaman, apalagi memiliki. Ada yang harus dilepaskan. Dalam kepergianmu, aku belajar tentang arti merelakan-mengikhlaskan, bahwa terkadang, menua tak berarti bersama, tetapi melanjutkan hidup dengan sisa-sisa kenanganmu yang masih menyisakan luka.
Kini, aku sendiri, menua dengan memori tentang kita yang tak akan pernah menjadi nyata. Tapi mungkin, ini bukan tentang menua bersamamu. Mungkin, ini tentang belajar bagaimana menerima bahwa beberapa impian memang tak selalu ditakdirkan menjadi kenyataan.
_ Beju, November 2024
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H