Bab 1: Menemukan Diriku dalam Pertanyaan
"Menelusuri dasar-dasar pemikiran Descartes dan menantang diri untuk meragukan segalanya."
Aku sering terjaga di malam-malam panjang, dihantui pertanyaan tentang jati diri dan kebenaran yang tak kunjung terjawab. Dalam keheningan itu, aku merasa ada yang mendesak dari dalam, memaksaku mencari makna dari setiap langkah dan pemikiran yang terbentuk. Rasanya seperti mengembara di ruang kosong tanpa arah, di mana hanya ada aku dan pikiranku sendiri.
Di tengah kebingungan ini, suatu malam aku bertanya dalam hati, "Apakah aku benar-benar ada?" Pertanyaan yang terdengar sederhana namun mengguncang dasar kepercayaanku. Aku teringat pada seorang filsuf besar, Rene Descartes, yang pernah menuliskan sesuatu yang mampu memecah keheningan ku: Cogito, ergo sum — "Aku berpikir, maka aku ada."¹
Kata-kata Descartes membangkitkan rasa penasaran dalam diriku. Aku bertanya pada diriku sendiri, apakah hidup ini hanya soal kesadaran akan eksistensi? Ataukah ada makna lebih dalam yang hanya bisa ditemukan melalui refleksi mendalam? Setiap gagasan yang datang dan pergi, seolah menyisakan ruang kosong yang tak kunjung terisi.
Pagi itu, aku mulai membaca karya Descartes dengan penuh minat. Aku ingin memahami apa yang dimaksudkannya dengan keraguan, bagaimana ia menantang dunia di luar dirinya dengan menolak segala sesuatu, sampai hanya tersisa satu kebenaran: pikirannya.² Dalam perjalanan intelektual ini, aku tidak hanya ingin menemukan kebenaran tentang dunia di luar sana, tetapi juga jawaban atas kegelisahan di dalam diriku.
Dari sinilah pencarianku dimulai, dalam dialog imajiner dengan Descartes. Aku membayangkan, seolah-olah dalam keheningan malam, ia menjawab setiap pertanyaanku dengan bijak. Satu per satu, kami akan menapaki pertanyaan-pertanyaan tentang keberadaan, kebenaran, dan keraguan, menggali lebih dalam pada makna di balik hidup. Aku tahu bahwa setiap langkah ini mungkin tidak akan mengantarkan ku pada jawaban pasti, namun setidaknya, aku berjalan bersama seorang teman: Descartes dan kebijaksanaannya.
Catatan kaki:
1. Rene Descartes, Renungan tentang Metode Ilmiah, terj. Landung Simatupang (Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 2011), hlm. 22. ↩
2. Ibid., hlm. 18. ↩
Penulis: Fajrin BilontaloÂ
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H